Women Lead Pendidikan Seks
October 28, 2022

‘Productive Procrastination’: Tampak Sibuk tapi Menunda Kerja

Kamu sibuk mengerjakan banyak hal tapi pekerjaan utama tidak kunjung selesai? Itu namanya ‘productive procrastination’.

by Jasmine Floretta V.D., Reporter
Lifestyle
Apa itu productive procrastination
Share:

Menulis tesis membuatku lelah fisik dan mental. Apalagi jika ini harus diselesaikan agar aku cepat lulus dan menghemat uang semesteran. Meski sudah berusaha keras, tapi perkara fokus di depan laptop, menjahit wawancara informan, dan membaca teori-teori feminisme itu memang sangat sulit. Berulang kali perhatian terpecah pada hal-hal di sekitarku. Tak heran, di tengah-tengah menulis tesis, aku bisa mendadak menyapu lantai, membersihkan lemari, atau mengganti sprei.

Harapannya, setelah tak ada lagi “masalah” di sekitar, aku bisa fokus kembali melanjutkan tulisan. Masalahnya, harapan tinggal harapan. Aku tetap gagal fokus pada tesisku. Siklus pelampiasan pun bakal berulang: Aku mencari kesibukan lain. Jika seisi kamar sudah bersih, aku pindah mengerjakan hal lain.

Aku cuma sedang berusaha lari.

Baca Juga: Benarkah Membayangkan Skenario Terburuk Bikin Hidup Bahagia?

Productive Procrastination, Sibuk tapi Cuma Menunda Pekerjaan

Selama ini mungkin banyak orang menganggap menunda-nunda alias procrastination selalu berhubungan dengan bermalas-malasan. Padahal tak selamanya begitu. Pengalamanku di di atas jadi bukti. Alih-alih rebahan atau scrolling Twitter seharian, aku memilih membereskan rumah. Semua aku lakukan secara sadar dan terorganisasi.

Apa yang aku lakukan ini bisa disebut sebagai productive procrastination atau penundaan produktif. Kata Sharon Saline, psikolog klinis di Psychology Today, istilah penundaan produktif pertama kali digunakan oleh Piers Steel dalam bukunya pada 2010 bertajuk The Procrastination Equation: How to Stop Putting Things Off and Start Getting Stuff Done.

Penundaan produktif sebenarnya adalah taktik penundaan yang terasa menyenangkan. Sebab, selama melakukan penundaan tersebut, kita sebenarnya tengah menghindari tugas yang berat. Sebagai gantinya, kita memilih melakukan hal yang lebih ringan dan menghibur agar tak bertambah stres. Ujung-ujungnya kita merasa lebih baik untuk sementara karena terlihat “sibuk”.

Padahal menjadi orang sibuk belum tentu produktif. Sibuk berarti melakukan hal sebanyak dan selama mungkin, sedangkan menjadi produktif artinya fokus mengerjakan tugas bermakna, bermanfaat, dan prioritas. Singkatnya, productive procrastination hanya usaha kita untuk tak terlalu bersalah karena meninggalkan kerja prioritas.

Kebiasaan ini sendiri biasanya dilakukan oleh mereka yang perfeksionis. Dalam hal ini, penundaan produktif memungkinkan perfeksionis untuk menunda pekerjaan yang mereka anggap akan berakhir tak memuaskan.

Penundaan produktif juga diminati karena bisa melepaskan hormon dopamine. Dilansir dari Medium, hormon yang merupakan bagian penting dari sistem penghargaan otak yang memicu rasa bahagia.

Akan tetapi rasa bahagia yang kita dapat ini cukup bermasalah. Pasalnya, jika kita terus melakukan penundaan produktif, pekerjaan prioritas rentan terbengkalai dan stres pun bertumpuk tanpa disadari. Stres itu tampak dari tidur yang kurang, merasa tertekan, dan bekerja tidak maksimal. Begitu setidaknya yang diungkapkan Regan A. R. Gurung, Ph.D., Oregon State University, Direktur Psikologi Umum dan Profesor Ilmu Psikologi di Oregon State University.

Baca Juga: Kenapa Kita Hobi ‘Procrastinate’ atau Menunda-nunda Pekerjaan?

Tips Lawan Penundaan Produktif

Aurelia Gracia, salah satu reporter Magdalene pernah menuliskan, kunci dari penundaan adalah self-compassion atau berbelas kasih pada diri sendiri. Dengan berbelas kasih pada diri sendiri, mengakui kesalahan, dan tidak berlarut-larut pada tujuan kesempurnaan, kita bisa mengatasi hasrat menunda-nunda tugas prioritas.

Namun, self-compassion ini harus dibarengi oleh strategi yang tepat. Sharon Saline membagikan lima strategi dalam melawan productive procrastination.

Pertama, cobalah untuk pecah pekerjaan kita dalam bagian-bagian kecil dan beri jangka waktunya. Misal dibandingkan berusaha menyelesaikan tulisan secara lengkap dalam waktu sehari, coba selesaikan sub bab dalam tulisanmu dalam beberapa jam. Ini berguna agar bisa lebih fokus dan membantu mengurangi kecemasanmu dalam menyelesaikan tugas berat.

Kedua, lebih mudah untuk memulai ketika kita memiliki rencana tindakan. Tanyakan pada diri sendiri, urutan apa yang paling masuk akal saat menghadapi beberapa tugas. Pikirkan tentang tugas apa yang kamu anggap mudah, sedang, atau sulit. Kerjakan bergiliran alih-alih melawannya, dan buatlah rencana pendekatan yang sesuai.

Ketiga, gunakan logika untuk membangun strategi dalam melawan penundaan produktif. Ini saatnya kamu tahu skala prioritas. Penundaan produktif erat kaitannya dengan melakukan sesuatu yang bukan dalam daftar prioritas utamamu. Jadi mulai sekarang coba tanyakan pada dirimu tentang faktor waktu dan nilai dari hal-hal yang akan kamu kerjakan. Apakah tugas mendesak? Apa pentingnya tugas ini sekarang? Jika tidak mendesak atau tidak terlalu penting dilakukan sekarang, kamu harus buru-buru mencoretnya dari daftar tugas.

Keempat, regulasi emosimu. Penundaan produktif erat kaitannya dengan mood, sehingga kita butuh mengontrol emosi dengan memulai apa yang dibutuhkan kini. Coba mulai dengan mengerjakan hal-hal kecil atau yang menurutmu mudah. Kamu harus berhenti atau rehat melakukan pekerjaan tersebut jika dibutuhkan, kemudian lanjut lagi. Ini memungkinkan kamu untuk membangun motivasi.

Kelima, berhenti mencemaskan banyak hal ketika kamu mengerjakan sesuatu. Mulailah berbicara dengan dirimu sendiri dengan belas kasih. Kecemasan hanya akan menghapus ingatan kita tentang keberanian dan membesar-besarkan ketidaknyamanan atau ketidakmungkinan melakukan suatu tugas. Jadi mulailah mengatakan pada dirimu sendiri kamu bisa melakukannya. Jangan lupa berikan dirimu penghargaan. Penghargaan atas diri sendiri akan membuat sadar bahwa kamu mampu dan bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Ilustrasi oleh Karina Tungari

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.