Women Lead Pendidikan Seks
December 13, 2021

Bagaimana Kesepian Selama Pandemi Turunkan Kekebalan Tubuh Kita?

Kesepian selama pandemi tidak hanya berdampak buruk terhadap kesehatan mental, tetapi juga kesehatan fisik kita.

by Nicholas Hardi dan Eva Suryani
Issues
Share:

Setelah hampir dua tahun melanda, pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesepian pada diri banyak orang secara global. Ini terjadi seiring diterapkannya pembatasan sosial di berbagai negara dan masing-masing orang berupaya untuk mengurangi pertemuan fisik guna mencegah penularan virus corona.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan relasi sosial untuk memelihara kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik. Relasi sosial berkaitan erat dengan menguatnya imunitas tubuh yang berguna dalam proses pemulihan penyakit. Kesepian berkaitan dengan kualitas relasi sosial yang kurang baik.

Sampai saat ini, masih kurang data yang konsisten mengenai faktor risiko terjadinya kesepian. Satu riset di Amerika Serikat menunjukkan sejumlah faktor risiko kesepian di masyarakat, seperti peningkatan penduduk yang tinggal sendiri, menurunnya jumlah pernikahan, menurunnya jumlah kelahiran anak, dan berkurangnya relawan yang terlibat dalam kegiatan komunitas.

Baca juga: Kesepian dan Isolasi: Musuh dan Tema Utama Karya Sastra Jepang

Lalu bagaimana prosesnya kesepian bisa menurunkan imunitas tubuh?

Adaptasi Tubuh terhadap Kesepian

Kesepian sudah ditemukan melanda kehidupan manusia jauh sebelum pandemi COVID . Selain masalah kesehatan mental, beberapa riset menunjukkan kesepian berkaitan dengan risiko gangguan kesehatan fisik, seperti penyakit jantung, demensia, penyakit neoplasma (dapat berupa kanker), serta rentan terhadap infeksi virus.

Riset menunjukkan perubahan situasi sosial dapat mempengaruhi imunitas tubuh manusia sehingga kita menjadi lebih berisiko mengalami penyakit infeksi, terutama infeksi virus.

Para pakar mencoba meneliti dampak perubahan situasi sosial manusia terhadap biomolekul tubuh manusia. Seiring kemajuan pengetahuan genetik, para pakar biologi lebih mampu menelusuri mekanisme molekuler tersebut berdasarkan kinerja genetik sel.

Genetik sel manusia mencoba beradaptasi terhadap kesepian yang sedang dialami. Hal ini akan memicu tubuh meningkatkan pertahanan diri, salah satunya melalui proses inflamasi (peradangan). Inflamasi merupakan suatu respons imunitas yang kompleks untuk menjaga keseimbangan fungsi tubuh selama menghadapi hal-hal yang mengancam keselamatan, seperti zat asing atau sel yang rusak akibat cedera atau infeksi.

Tubuh mempersepsikan kesepian sebagai suatu bentuk ancaman sehingga proses inflamasi terus berlangsung selama kita mengalami kesepian. Proses inflamasi melibatkan sinyal komunikasi antarsel selama merespon terhadap kesepian yang sedang dihadapi.

Baca juga: Jangan Tekan Kecemasan: Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Krisis Corona

Dampak Kesepian terhadap Imunitas

Otak berperan untuk menilai makna suatu situasi sosial. Setelah otak menilai adanya kesepian, tubuh mulai menentukan jalan terbaik untuk mengatasinya. Sistem saraf mengirimkan berbagai sinyal berupa neurotransmiterhormon epinefrin, dan hormon kortisol (hormon stres) untuk mengatur sistem imunitas tubuh dan proses inflamasi.

Kortisol bertugas menekan inflamasi agar proses inflamasi dapat terkendali. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh tubuh agar lebih siap mempertahankan diri dari kesepian.

Inflamasi yang singkat mempersiapkan tubuh lebih mampu menghadapi ancaman. Namun durasi yang kronis dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh dan menimbulkan beragam penyakit fisik.

Selain itu, sinyal tanda kesepian dari otak juga diteruskan secara langsung kepada sumsum tulang belakang sehingga mempengaruhi produksi sel darah putih, seperti monosit. Monosit bertugas melawan zat asing dengan cara melepaskan materi kimia yang memicu inflamasi di pembuluh darah.

Manusia yang kesepian memiliki jumlah sel monosit lebih tinggi dalam darah. Akan tetapi, sel monosit tersebut lebih banyak yang belum matang dan tidak peka terhadap hormon kortisol. Kortisol dalam tubuh dapat meningkatkan kadar sel darah putih jenis neutrofil namun menurunkan kadar limfosit dan monosit.

Perbandingan ketiga jenis sel darah putih tersebut dapat menunjukkan aktivitas fungsi penerima sinyalnya. Meski kadar kortisol orang yang kesepian cenderung tinggi, kesepian menurunkan kemampuan monosit mengenali sinyal kortisol sehingga produksi monosit terus berlanjut dan proses inflamasi terus berjalan.

Di sisi lain, tingginya monosit berkaitan dengan pembentukan plak sumbatan pembuluh darah sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung.

Interferon I atau protein alami berperan untuk melawan virus dalam tubuh manusia. Kesepian berdampak pada penurunan produksi zat interferon I sehingga sistem imunitas menjadi kurang mampu melawan virus.

Pentingnya Menjaga Kebutuhan Sosial Selama Pandemi

Pada 2021, survei di Indonesia menunjukkan 98 persen orang mengalami kesepian selama pandemi. Manusia perlu beradaptasi dengan perubahan pola komunikasi selama pandemi untuk menjaga jaringan dan kebutuhan sosial.

Relasi sosial yang buruk dapat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang, seperti penurunan ketaatan pengobatan. Akan tetapi, relasi sosial yang baik dapat mendukung perilaku kesehatan yang baik, seperti pola makan dan tidur yang teratur, menjauhi rokok ataupun alkohol.

Para pakar berpendapat kesepian sebagai suatu bentuk epidemi yang telah ada sebelum pandemi COVID. Mereka juga berpandangan bahwa pandemi COVID-19 dapat memperburuk epidemi kesepian yang telah ada. Karena itu, kita perlu mendorong pentingnya deteksi dan mengatasi kesepian sejak dini.

Imunitas penting dalam mengatasi infeksi virus SARS-CoV 2 dalam tubuh manusia. Selain menurunkan imunitas, kesepian dan infeksi meningkatkan proses inflamasi dalam tubuh secara bersamaan sehingga berpotensi memperburuk kerusakan jaringan tubuh.

Riset menunjukkan orang dengan gangguan mental lebih berisiko mengalami kematian yang berkaitan dengan COVID-19 dibandingkan orang tanpa gangguan mental. Hal ini menempatkan individu dengan gangguan mental pada kelompok berisiko tinggi dan perlu lebih diperhatikan sebelum timbul gejala COVID-19 yang berat.

Meski telah tersedia data yang menunjukkan kaitan kesepian terhadap penurunan daya tahan tubuh dan timbulnya penyakit, masih perlu penelitian lebih banyak terkait dampak kesepian pada perubahan molekul tubuh pasien COVID-19.

Studi lanjutan masih diperlukan untuk mencari jenis gangguan mental yang berisiko terhadap kematian yang berkaitan dengan COVID-19. Kami berharap informasi ini menunjang pengetahuan masyarakat untuk lebih menyadari pentingnya mengatasi kesepian.

Cukup jelas bahwa kesepian berdampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik. Oleh karenanya, kita perlu mengenali tanda-tanda kesepian dan mulai mengatasinya sejak dini. Kesepian dapat terjadi pada siapa dan kapan saja, karena itu kamu perlu mendeteksi dan cara mencegahnya. 

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Nicholas Hardi adalah Peneliti dan Psikiater, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Eva Suryani adalah Psikiater/Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.