Fandom atau singkatan dari fan kingdom adalah tempat para penggemar saling berbagi kesukaan atas anime, manga, idola K-pop, C-pop, J-pop, film, serial televisi, dan masih banyak lagi. Dalam konteks yang lebih spesifik, fandom bahkan bisa berkontribusi pada dan memberikan dukungan terhadap aktivisme dan gerakan sosial. Sejumlah fandom grup K-pop terutama, sejak lama dikenal memiliki kepedulian atas isu sosial.
Media The Star menulis, aktivisme fandom merupakan evolusi hubungan antara penggemar dan idola yang sebelumnya lebih identik dengan hadiah bersifat materialistis. Artikel jurnal berjudul Fan Activism, Cybervigilantism, and Othering Mechanisms in K-Pop Fandom oleh Sun Jung, peneliti Asia Research Institute di University of Singapore menyatakan, aktivisme penggemar ini merupakan praktik berdasarkan kesadaran serta kepedulian atas kesejahteraan sosial. Upaya ini membawa budaya baru dalam fandom dan terus berkembang karena penggemar saling terhubung melalui internet. Dalam melakukan aktivisme tersebut, penggemar dapat melakukan donasi mengatasnamakan fandom atau idola.
Menurut Sun Jung, aktivisme tersebut berawal pada tahun 2008, saat penggemar Rain di Singapura mengumpulkan donasi sebesar US$2.500 untuk Singapore Disability Sports Council atas nama idola senior K-pop tersebut. Donasi tersebut juga merupakan bentuk dukungan untuk debut film Hollywood-nya, Speed Racer.
Baca Juga: 6 Lagu Perempuan Idola K-Pop yang Menguatkan Sesama Perempuan
Pada 2014, penggemar grup Girls’ Generation atau SONE menanam pohon di daerah Gangnam, Seoul untuk membentuk “Sunny Forest”, sebagai hadiah ulang tahun untuk anggota grup tersebut, Sunny. Proyek tersebut juga merupakan bagian dari Star Forest oleh Tree Planet, perusahaan sosial asal Korea Selatan yang berfokus pada upaya penanaman pohon. Contoh terbaru adalah saat penggemar grup BTS, ARMY, mendonasikan US$1 miliar untuk gerakan Black Lives Matter tahun lalu.
Aktivisme dari penggemar tersebut merupakan satu hal yang patut diacungi jempol. Sayangnya, fandom juga dinodai perilaku negatif sebagian orang, mulai dari perundungan hingga menguntit idola. Perbuatan tersebut merupakan beberapa hal buruk yang dilakukan penggemar yang mampu menjatuhkan nama fandom hingga bisa dilabeli toksik. Berikut tujuh hal toksik yang dilakukan penggemar atau anggota fandom.
1. Fandom yang Suka Keributan, Tuai Fanwar
Fanwar atau perang antara penggemar bisa terjadi antara penggemar dalam satu fandom yang sama atau fandom yang berbeda. Fanwar biasanya dimulai ketika beberapa orang ingin menjatuhkan idola tertentu atau objek kesukaan lainnya, dipicu dengan perdebatan remeh temeh yang ingin menunjukkan idola siapa yang lebih superior. Mereka melupakan pencapaian masing-masing idola yang patut dibanggakan tanpa harus saling menjatuhkan. Persaingan ini juga umumnya hanya terjadi di kalangan penggemar, sementara di kehidupan nyata idola mereka santai-santai saja, bahkan berteman atau bersahabat.
Sementara itu, fanwar antara sesama penggemar satu fandom terjadi karena adanya akgae (akseong gaeinpaen) alias solo stan, atau penggemar yang hanya menyukai dan mendukung satu orang saja dalam grup. Akgae tidak ingin mengasosiasikan dirinya dengan fandom secara utuh dan membentuk fandom-nya sendiri. Perang ini umumnya terjadi jika akgae menyerang seluruh anggota grup idola, kecuali kesukaannya. Banyak penggemar yang mengatakan berada dalam sebuah fandom sangat menyenangkan tanpa terlibat fanwar.
2. Fandom yang Senang Bully Sesama Fans dan Fandom Lain
Cyberbullying termasuk ciri penggemar toksik. Perundungan tersebut bisa terjadi antara sesama fans dalam fandom yang sama atau berbeda. Perundungan ini berbentuk aksi agresif dan intimidasi yang menyerang seseorang dengan pendapat berbeda, intinya adalah perilaku berkekerasan. korban diserang secara beruntun dalam jangka waktu yang cukup lama di media sosial, seperti Twitter. Korban juga akan menerima komentar negatif yang secara sengaja menyerang identitas gender, orientasi seksual, dan ras.
Baca Juga: Tak Cuma ‘Photo Card’: Bagaimana Penggemar K-Pop Terlibat Aktivisme
Fandom umumnya memiliki satu tujuan dan pemikiran yang sama dalam mendukung idola atau objek kesukaannya. Namun, pemikiran sama dan cara bergerak secara kolektif tersebut menjadi sangat berbahaya ketika digunakan untuk cyberbullying. Hal ini juga tidak hanya terjadi di kalangan penggemar, tapi juga dari suatu fandom ke idola tertentu karena memiliki rasa tidak suka kepada sosok tersebut.
3. Fandom Toxic Suka Komentar Seksis dan Misoginis
Komentar seksis dan misoginis kerap dilontarkan kepada idola atau selebritas perempuan yang tidak disukai penggemar atau fandom tertentu. Komentar tersebut juga sering bersentuhan dengan unsur body shaming dan slut shaming. Perilaku yang digunakan untuk menjatuhkan perempuan tertentu tersebut dapat berasal dari penggemar grup idola laki-laki dan perempuan yang merasa tersaingi.
Secara khusus komentar yang menyerang perempuan banyak terjadi ketika sosok idola berkencan dengan idola lain. Hal ini semakin memperlihatkan standar ganda dalam masyarakat ketika idola laki-laki tidak menerima kecaman akibat “skandal” berkencan. Penggemar yang melontarkan komentar seksis juga menunjukkan mereka tidak lepas dari nilai patriarki dan seksisme yang terinternalisasi.
4. Fandom Toxic Atur Perilaku Orang Lain
Berada dalam sebuah fandom merupakan aktivitas menyenangkan dan penghilang stres. Namun, akan menjadi beban jika sesama penggemar mengatur cara orang lain berperilaku agar pantas disebut sebagai penggemar sejati. Cara menjadi penggemar setiap orang berbeda dan tidak bisa dipaksakan, misalnya dalam isu streaming party atau memilih tidak ikut fanwar.
Baca Juga: BTSxARMY: Gelombang Protes Global Melawan Rasisme
Budaya streaming party sangat erat dengan eksistensi fandom K-Pop dan menjadi ajang untuk menunjukkan popularitas grup kesukaan dalam tangga musik. Ketika seorang penggemar tidak ikut streaming party atau fanwar, hal tersebut tidak menjadi parameter untuk memberi label mereka sebagai penggemar palsu atau fake fans. Setiap individu memiliki caranya untuk menunjukkan loyalitas sebagai penggemar.
5. Fandom Toxic Anti Kritik Atas Kesalahan
Ketika idola melakukan kesalahan tidak adalah salahnya untuk call out atau menegur dan menunjukkan bahwa hal yang dilakukannya adalah salah. Hal tersebut dapat membantu idola untuk terus belajar tentang lebih banyak isu sosial, misalnya dalam apropriasi kultur masyarakat Afrika-Amerika yang sering menjadi masalah industri K-Pop. Narasi yang terus mengangkat bahaya apropriasi budaya dapat berbuah hasil yang baik, seperti grup trainee K-Pop, YOURS, yang belajar tentang hal itu lewat video YouTube mereka.
Meski demikian, terkadang ada sekelompok penggemar yang menolak dan bersikap defensif ketika idola mereka ditegur karena berbuat salah. Warganet menyebut tipe penggemar seperti ini sebagai “Oppa selalu benar” karena menolak realitas idola kesukaan mereka adalah manusia yang bisa berbuat salah. Penggemar yang anti kritik atas idola dan dirinya sering merasa superior dan paling benar daripada fandom lain.
6. Fandom Toxic Obsesif, Menguntit Idola
Penggemar obsesif yang menguntit idola dan melanggar privasi mereka merupakan jenis penggemar yang paling toksik. Dalam budaya K-Pop penggemar tersebut dikenal dengan istilah Sasaeng. Ok Taecyeon dari grup idola 2PM pernah menerima surat dari sasaeng yang ditulis dengan darah menstruasi yang mengatakan ia tidak bisa hidup tanpanya. Taeyeon dari Girls’ Generation pernah ditarik keluar dari panggung ketika tampil bersama grupnya oleh seorang sasaeng. Sunny dan manajer grup tersebut lalu mencegat aksi laki-laki itu.
Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Dilakukan Kalau OTP Tidak “Canon”
Para idola sering menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada sasaeng ketika dikuntit. Taeyong dari NCT 127 secara blak-blakan menyampaikan hal itu dalam sesi siaran langsung V Live karena kesal anggota grup tersebut diikuti sampai ke asrama mereka. Alhasil, penggemar lain sering mengecam dan membanjiri media sosial sasaeng yang secara terbuka mengikuti idola dan sampai dengan sengaja menempelkan badan mereka kepada idola mereka.
Comments