Saat itu pukul 3 pagi dan sulit untuk saya mencerna apa yang baru saja terjadi. Saya menangis dan gemetar memikirkan apa yang akan terjadi jika tadi saya tidak bangun. Pagi harinya, saya menceritakan kejadian itu ke dua teman perjalanan saya. Kebetulan hari itu hari terakhir kami ada di Jaipur. Sebelum keluar, saya memutuskan untuk melaporkan hal tersebut ke staf hostel, dan saya ingin tahu apakah ia melihat siapa laki-laki yang semalam masuk ke kamar. Sayang, petugas itu juga tidak melihat karena ia pun sudah tidur. Karena masih terkejut dan tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan, saya akhirnya memutuskan untuk melupakan kejadian itu.
Namun tidak dengan teman saya, ia memaksa staf hostel untuk melapor ke atasannya dan menanyai tamu lain satu per satu supaya saya bisa menemukan laki-laki itu. Ia tegas mengatakan kejadian ini tidak seharusnya terjadi dan harus diselesaikan. Tanpa ingin membuat usahanya sia-sia, saya meminta teman saya untuk berhenti. Saya hanya ingin keluar dari tempat itu secepat mungkin dan melupakan apa yang terjadi malam sebelumnya. Saya tidak mau masalah ini menjadi semakin panjang.
Teman saya kecewa, dia ingin saya tetap berjuang. Saya pun sadar, seharusnya saya tetap berjuang.
Sejak kembali ke Indonesia beberapa hari setelahnya, tidak satu hari pun saya berhenti menyesal mengapa saat itu saya lebih memilih diam dan melupakan kejadian tersebut. Seharusnya saya memaksa staf hostel untuk membantu saya mencari laki-laki itu dan melakukan perlawanan. Seharusnya saya segera melapor ke pemilik hostel agar ia dapat memastikan hal yang saya alami tidak akan dialami orang lain. Saya menyesal mengapa saya lebih memilih pergi seakan kejadian itu wajar saja terjadi.
Setelah apa yang saya alami saat itu, saya semakin menyadari bahwa pelecehan seksual bisa terjadi kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun. Perempuan tidak akan pernah merasa aman selama laki-laki masih menganggap pelecehan seksual itu sah-sah saja karena perempuan akan diam saja. Perempuan masih harus sibuk memilih baju yang “pantas” supaya tidak mendapat siulan saat berdiri di pinggir jalan. Perempuan masih akan tetap menjadi korban selama laki-laki masih menganggap pelecehan seksual pantas dilakukan karena perempuan yang mengundang.
Untuk semua perempuan yang pernah mengalami pelecehan seksual, jangan pernah lagi kalian diam. Melawanlah. Kita tidak akan langsung mendapat respon positif saat kita melawan. Mereka mungkin akan tertawa, atau justru makin gencar menggoda. Kita akan disebut melebih-lebihkan atau justru kita yang disalahkan. Namun jangan pernah diam. Jangan pernah diam saat dilecehkan karena itu akan menjadi kebiasaan. Jangan pernah diam saat dilecehkan sampai akhirnya mereka yang akan diam.
Untuk semua perempuan, keep in mind that this is our battle. Kita bukan dan tidak boleh menjadi obyek kesenangan para lelaki. Tubuh ini milik kita sendiri dan bukan untuk dinikmati tanpa persetujuan kita.
Untuk semua perempuan, diammu mungkin emas, namun suaramu itu adalah berlian. Ayo kita melawan.
Mengaku sebagai “happy go lucky girl”, Christie Afriani adalah seorang guru yang tertarik dengan isu-isu sosial, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan. Dia suka bepergian, penggemar Frida Kahlo, dan di atas semua itu, dia memuja dunia.
Comments