Nadine Chandrawinata, Florence Armein, Mama Aleta Baun, dan Tiza Mafira adalah empat aktivis lingkungan perempuan yang membuka Festival Kolaborasi Virtual Women’s Earth Alliance (WEA) Indonesia. Mereka bakal berbagi ilmu dan cerita masing-masing, seperti Sea Soldier, the Climate Policy Initiative, dan Earth Journalism Network di Indonesia pada festival yang sedianya digelar pada 3-4 Juli 2021. Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk dukungan aktif terhadap 24 perempuan pejuang lingkungan dari 16 provinsi Indonesia yang telah terpilih menjadi peserta Program Akselerasi Akar Rumput 2021.
Festival Kolaborasi merupakan puncak program akselerasi akar rumput WEA yang dimulai sejak April 2021. Selain dihadiri oleh para alumni yang tergabung dalam WEA Indonesia, festival ini juga akan dihadiri oleh mitra-mitra strategis, termasuk Conservation International, Kehati, WWF Indonesia, Cinta Bumi Artisan, Sokola Rimba, dan lainnya.
Merespons gelaran tersebut, Nadine Chandrawinata berujar, ini adalah langkah positif untuk menyemangati setiap perempuan. Karena itulah ia bersedia menjadi pendukung Festival Kolaborasi Virtual mendatang.
Baca juga: Peran Vital Ibu Rumah Tangga dan Petani Perempuan dalam Aktivisme Lingkungan
“Sebuah langkah yang positif dalam menyemangati setiap perempuan. Apapun latar belakang perempuan tersebut, perempuan lahir dengan talenta yang berbeda, dan di sini, (kita) bersama-sama membantu menyadari apa talenta dalam diri Jadi, saya pasti akan mendukung karena saya perempuan,” ungkap Nadine.
Program Tahunan ke-3
Indonesia Women’s Earth Alliance Grassroots Accelerator (Program Akselerasi WEA) 2021 merupakan program tahun ketiga yang diselenggarakan oleh WEA dan mitranya, Pratisara Bumi Foundation. Selama empat bulan, pemimpin lingkungan terpilih mendapatkan pendampingan dan pelatihan intensif untuk memantapkan kepemimpinan. Pun, keterampilan membangun aliansi yang berfokus pada perlindungan masyarakat, perlindungan ekosistem dari kerusakan lingkungan, dan menjaga dari ancaman krisis iklim.
Setelah melalui dua bulan pembelajaran bersama secara virtual, ke-24 pemimpin perempuan terpilih ini lantas diberikan kesempatan saling berbagi ilmu dan pembelajaran dalam program Festival Kolaborasi.
Baca juga: Ekofeminisme: Perempuan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup
Berikut profil 24 pemimpin perempuan pada Program Akselerasi WEA tahun ini:
- Rhidian Yasminta Wasaraka, aktivis lingkungan dan kesetaraan gender di Papua
- Farhaniza, pendiri sebuah usaha sosial di Aceh
- Amanda Rafiani, ketua yayasan dari Bali Street Mums and Kids
- Yune Muhrani Ismaranti, program manager dari CHIME Bali
- Sri Auditya Sari, CEO dari Institut API (Aptaguna Padu Indonesia), Bali
- Fikty Aprilinayati, seorang edukator, peneliti, dan konservasionis
- M. I. Wilma Chrysanti, direktur program Kota Tanpa Sampah dan salah satu pendiri dari LabTanya
- Linda Nursanti, aktivis dan pembuat film dokumenter yang ajek menyuarakan isu lingkungan dari Blitar
- Endang Widayati, ketua dari organisasi Wanita Tani Harapan Desa lembah kecamatan Babadan, Ponorogo
- Irma Fatmayanti, aktivis lingkungan dan ketua dari organisasi Nyaah ke Alam, Jawa Barat
- Feby Hendola Kaluara, arsitek dan kepala program Teras Kamala Jakarta
- Gabrina Uduala, aktivis edukasi dan penanganan sampah di Gorontalo
- Gita Noerwardhani, pendiri yayasan PARAGITA di Garut, Jawa Barat
- Juli Natalia Silalahi, Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya sekaligus Ketua TIM Pengabdian tentang Pelatihan Pemberdayaan Ekowisata di desa adat Bawan, kabupaten Pulang Pisau
- Pinarsita Juliana, pembuat film lingkungan dan masyarakat adat di Kalimantan Tengah
- Reni Andrina Rahmawati, pemilik, pengelola sekaligus instruktur di LKP (Lembaga Kursus & Pelatihan) & LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) Bee World, Banjarbaru
- Etty Rahmawati, aktivis dalam bidang pendidikan dan lingkungan. Ia adalah seorang Manajer Pendidikan Kesehatan Planetari dari Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI)
- Mikaela Clarissa, lulusan graphic designer yang berasal dari Maluku dan mempunyai mimpi untuk menciptakan pengembangan ekowisata di Maluku
- Kris Ayu Madina, pendiri dari usaha sosial yang bernama Gumi Bamboo untuk memberikan pekerjaan bagi penduduk di daerah yang tertinggal
- Beatrix Yunarti Manehat, pendiri Melki and Beatrix Foundation untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak NTT yang membutuhkan
- Woro Supartinah, Panitia Pengarah untuk Jaringan Kertas Global (Environmental Paper Network) dan menjadi Direktur di LPESM Riau
- Mudyawati Kamaruddin, Wakil ketua dari UP2M AKTABE membangun pengembangan inovasi penelitian yang berhubungan dengan kesehatan di masyarakat
- Hikmatul Fadhila, seorang Community Organizer untuk Yayasan Citra Mandiri Mentawai
- Yohana Baransano, Aktivis pemungutan sampah di Jayapura, Papua
Festival Kolaborasi kali ini juga turut didukung oleh INBOX Indonesia dan Utama Spice. Dengan dukungan yang diberikan, para pemimpin perempuan Indonesia nantinya diharapkan dapat menciptakan gelombang dampak yang lebih besar bagi lingkungan dan komunitas mereka.
Tentang Women’s Earth Alliance
WEA adalah prakarsa global yang telah berdiri selama 15 tahun dan telah melatih, memberi sumber daya, dan mengkatalisasi upaya akar rumput yang dipimpin lebih dari 70,000 perempuan di 22 negara. Tujuannya, untuk melindungi alam dan membangun komunitas yang kuat, sehat, dan adil untuk masa kiwari hingga mendatang.
Adapun program Indonesia Women’s Earth Alliance Grassroots Accelerator (Program Akselerasi) didesain untuk menjadi wadah yang membantu, memperkuat dan memperluas inisiatif para perempuan pemimpin lingkungan terpilih ini secara strategis dan lebih terarah. Selama perjalanannya di Indonesia, Women’s Earth Alliance telah membentuk dan membangun aliansi lebih dari 50 pemimpin perempuan penjaga lingkungan.
WEA disponsori oleh Earth Island Institute, sehingga menempatkan WEA dalam kumpulan organisasi yang selaras dengan misi dengan berbagi pengetahuan dan membangun kekuatan dalam komunitas. WEA memiliki model jaringan terdistribusi, di mana program regional dipandu oleh Pemimpin Aliansi WEA.
Para pemimpin Aliansi WEA berkolaborasi lintas wilayah untuk menciptakan dampak jangka panjang, menjembatani strategi, dan saling belajar dan mendukung. Model kepemimpinan WEA sebagian besar didesentralisasi dengan tim kecil berbasis di AS yang mengkoordinasikan komunikasi, operasi, penggalangan dana, dan arah program.
Sejak didirikan, WEA telah mempraktikkan dan mengulangi struktur kepemimpinan kolaboratif, dimana otoritas, tanggung jawab, dan akuntabilitas didistribusikan ke seluruh organisasi kami, melepaskan kreativitas yang unik dan keragaman pendekatan.
Untuk info lebih lanjut, kontak Irma Sitompul, Direktur Program Indonesia Women’s Earth Alliance di:
- Website: https://womensearthalliance.org/
Comments