Salah satu medium yang menurut saya menarik dan kuat adalah medium audio visual, khususnya film. Kian hari, film-film yang muncul semakin beragam dengan cerita-cerita yang menarik. Akan tetapi, ada juga film-film yang dicap kontroversial dengan berbagai alasan.
Saya sendiri pernah menonton beberapa film tersebut, dan memang sebagian besar bukan cuma kontroversial sebab membicarakan “seks”, melainkan karena ada isu lebih besar lagi. Contohnya, film-film tersebut kontroversial sebab melakukan white washing, blackface, mengglorifikasi kekerasan seksual, dan lain sebagainya.
Saat saya memperhatikan film-film yang dicap kontroversial karena adegan-adegan seksnya, sebagian besar film ini disutradarai oleh laki-laki dan kental sekali dengan pandangan male gaze mereka. Mereka pun secara terang-terangan mengeksploitasi karakter-karakter perempuan mereka dengan dalih bahwa film ini memang genrenya erotika.
Sebagai seorang perempuan yang memang menyukai hal-hal berbau erotika, saya tahu mana film yang memang ditujukan untuk penonton laki-laki dan mana yang inklusif terhadap perempuan. Ketika menonton film-film ini, alih-alih bikin deg-degan, saya malah risi banget melihat film mereka.
Jika kamu sedang mencari film-film “kontroversial” karena kepo, berikut ini adalah beberapa film kontroversial yang mengandung unsur-unsur bermasalah dan alasan-alasan kenapa kamu sebaiknya tidak perlu menonton film-film ini.
“Nymphomaniac” (2013)
Film kontroversial yang tidak sengaja saya tonton ini merupakan karya sutradara Lars von Trier yang superduper eksplisit menampilkan adegan-adegan seksnya. Film ini bercerita tentang Joe, seorang perempuan dengan nimfomania, atau perempuan yang memiliki hasrat seksual yang tak bisa dikontrol. Film ini terbagi dalam beberapa babak yang berfokus pada bagian-bagian dari kehidupan seks Joe sedari ia mengenal “orgasme” sejak usia kanak-kanak hingga ia dewasa.
Baca juga: Cerita Cinta Posesif di Wattpad: Berbahaya atau Biasa?
Film ini berdalih dibuat untuk menangkal tabu di masyarakat akan seks, terutama seksualitas perempuan. Namun, ketika dilihat kembali, alih-alih mewakili suara perempuan, menurut saya pembuat film justru melakukan sebaliknya, dan malah berujung pada eksploitasi tubuh perempuan. Bahkan dalam salah satu babak, Joe diperlihatkan secara eksplisit melakukan aborsi tidak aman, yang membuat banyak penonton di Festival Film Berlin pingsan dibuatnya. Masih ingin menonton?
“I Love You Daddy” (2017)
Sekontroversialnya sebuah film, yang paling membuat saya geleng-geleng kepala adalah ketika sutradara laki-laki mengangkat tema percintaan antara remaja perempuan berusia 17 tahun dan seorang laki-laki yang jauh lebih tua, bahkan seusia ayahnya.
Film ini disutradarai oleh Louis C.K. dan dibintangi oleh Chloe Grace Moretz dan John Malkovich. Film ini semakin kontroversial, ketika sang sutradara mengakui bahwa dirinya telah melakukan kekerasan seksual dengan melakukan masturbasi di depan seorang stand up komedian perempuan. Karena kasus ini, film ini ditarik oleh sang distributor “The Orchard”, dan tidak pernah rilis ke publik.
Film Kontroversial Adaptasi Manga: “Ghost in the Shell” (2017)
Film ini merupakan adaptasi dari manga Jepang karya Masamune Shirow dengan judul yang sama. Ketika ada pengumuman bahwa manga ini akan dibuat versi film live actionnya oleh pihak Hollywood, dan Scarlett Johansson ditunjuk untuk memerankan karakter utamanya yang bernama Motoko Kusanagi, seluruh penggemar Ghost in The Shell menolak dengan keras hal tersebut, karena hal itu jelas-jelas tindakan white-washing.
Baca juga: ‘Bombshell’: Meja Redaksi jadi Sarang Predator Seksual
Dalam manga dan juga anime-nya, Motoko Kusanagi adalah cyborg yang memang didesain sebagai perempuan Jepang. Pihak sutradara dan juga mengatakan bahwa keputusan untuk memilih Scarlett Johansson sebagai Motoko dikarenakan karakter Motoko adalah seorang robot yang tidak berafiliasi pada etnis tertentu. Tentu saja ini hanya akal-akalan pihak pembuat film untuk melakukan white-washing terhadap karakter-karakter people of color, seakan-akan tidak ada aktor Asia khususnya Jepang yang bisa memerankan karakter tersebut.
“Nina” (2016)
Jika Ghost in The Shell melakukan white-washing, film biopik yang menceritakan tentang kisah hidup penyanyi legendaris Nina Simone ini melakukan blackface, atau memberi riasan pada aktor yang sebenarnya bukan ras kulit hitam, agar terlihat sebagai ras kulit hitam.
Film berjudul Nina yang disutradarai oleh Cynthia Mort ini menunjuk aktor Zoe Saldana untuk memerankan karakter Nina Simone, dan mendapatkan banyak reaksi negatif dari berbagai pihak, termasuk dari pihak Nina Simone. Bahkan, ia sampai mengeluarkan pernyataan pada Saldana agar tidak lagi menyebut nama Nina Simone.
Film Kontroversial asal Polandia: 365 Days (2020)
Film kontroversial terakhir yang saya tonton adalah film Polandia berjudul 365 Days yang katanya sih mengangkat genre erotika dan bikin banyak penonton perempuan kesengsem. Ketika saya coba tonton, ternyata film ini jauh dari bayangan saya, dan malah mengglorifikasi kekerasan terhadap perempuan.
Baca juga: ‘The Queen’s Gambit’: Beth Harmon dan Bias terhadap Kemenangan Perempuan
Film ini bercerita tentang kehidupan perempuan bernama Laura, seorang direktur pemasaran biasa yang hidupnya berubah drastis ketika ia sedang berlibur ke Sisilia, Italia. Saat itu, ia diculik oleh laki-laki bernama Massimo yang merupakan anggota mafia dengan tujuan agar Laura bisa jatuh cinta padanya.
Comments