Dengan ritme bass yang upbeat dan jenaka, band perempuan FLEUR! membuka sesi musik virtual bersama Plainsong Live dengan lagu perdananya, Muka Dua (2020). Trio Tanya Ditaputri, Tika Pramesti, dan Yuyi Trirachma tampil santai dengan melemparkan candaan kecil kemudian melanjutkan dengan single ketiganya, Merona, pun dengan sentuhan rock yang retro. Bumbu harmonisasi vokal dari ketiganya membuat lagu tersebut makin ciamik.
FLEUR! secara ‘resmi’ dikenalkan dua tahun lalu, tapi sebenarnya sudah melompat dari panggung ke panggung dengan nama Flower Girls sejak 2017. Tika, sang pemain drum mengatakan, Flower Girls dibentuk sebagai tribute Dara Puspita, band rock all girls legendaris Indonesia, untuk festival musik Europalia yang mengusung tema musik era 1960-an di Brussels, Belgia dan London, Inggris. Dara Puspita sendiri memiliki penggemar besar di Eropa dan menginginkan sebuah band yang membawakan lagu mereka sebagai penghormatan.
“Awal kita terbentuk bernama Flower Girls yang secara harfiah diartikan Gadis Bunga. Sebenarnya nama Flower Girls adalah sebutan untuk Dara Puspita ketika di Eropa karena orang Eropa sulit menyebut nama Dara Puspita,” kata Tika.
Saat itu, Flower Girls berbentuk kuartet dengan Rika Putrianjani, tetapi berubah jadi trio ketika band berevolusi sebagai FLEUR!. Walaupun identitasnya berganti,Tanya yang memainkan gitar mengatakan, nama band tidak jauh dari kata flower karena fleur dalam bahasa Perancis juga berarti bunga.
Senada dengan itu sang pemain bass, Yuyi mengucapkan, “Supaya enggak terlalu jauh dengan nama sebelumnya saja, sih. Memang kita lebih suka nama FLEUR!, lebih menjadi diri sendiri,”
Selain Muka Dua dan Merona, FLEUR! merilis single pada 2020 bertajuk Lagu Lama. Diskografinya juga diwarnai dengan kolaborasi bersama Diskoria dan aktris Tara Basro dengan Suara Disko. Tidak hanya itu, mereka sempat berkolaborasi dengan band jazz NonaRia dalam perhelatan musik virtual akhir 2020. Beberapa waktu belakangan, ketiganya kembali beraksi di atas panggung offline yang disambut dengan rasa syukur, lega, dan puas.
Saat ini FLEUR! dalam proses memperbanyak daftar lagu dengan mempersiapkan album pertamanya. Tika mengibaratkan pembuatan album dalam tahap cetak undangan. Sementara, Yuyi berujar, “Sudah hampir masak, nih setelah beberapa tahap. Hopefully Februari 2022 siap rilis. Semoga tidak mundur.”
Baca juga: The Linda Lindas: Band Anak Perempuan Punk Lawan Rasialisme, Seksisme
Dalam percakapannya bersama Magdalene, FLEUR! juga membahas tentang proses pembuatan lagu, menjadi musisi perempuan, dan pengaruh Dara Puspita. Simak wawancara lengkapnya berikut.
Magdalene: Dari segi produksi lagu, selalu ada musisi yang lyric based dan music based. Untuk FLEUR! bagaimana proses membuat lagu? Dari mana sumber inspirasinya?
Tanya: Prosesnya variatif bisa lewat lirik bisa lewat chord, bisa lewat notasi. Inspirasinya dari hal-hal di sekitar kita.
Yuyi: FLEUR! termasuk keduanya karena tiap personil menyumbangkan karya masing-masing, begitu pula ada lagu yg terjadi saat jamming. Inspirasinya kebanyakan masih tentang sekitar yang kelihatan di mata, sih.
Tika: Dari lirik bisa dari musiknya dulu juga bisa. Inspirasi bisa datang dari pengalaman personal atau kejadian di sekitar kita.
Dara Puspita dulu juga sedikit politis dalam aspek memilih musik rock yang ‘dilarang’ atau ‘tabu’ di masanya. Lalu Lagu Lama juga terinspirasi karena lelah dengan situasi politik. Apakah memang ada keterkaitan antara musik FLEUR! dan isu sosial?
Tanya: Memang inspirasi dari isu sosial.
Yuyi: Ada beberapa lirik FLEUR! yang kita tulis karena isu sosial, terutama Lagu Lama karena benar-benar ketika fase Pemilihan Presiden (Pilpres) ide liriknya muncul. Selebihnya banyak lirik dari sisi perempuan aja, sih tentang hubungan dengan sekitar.
Tika: Tema atau lirik yang muncul dalam proses pembuatan lagu FLEUR! lebih mengalir aja seperti air.
Sebagai musisi perempuan, apa tantangan terbesar yang dihadapi di Industri musik dan gimana menghadapinya?
Tanya: Sejujurnya enggak ada masalah.
Yuyi: Sebenernya jadi musisi perempuan itu enak karena kita bisa langsung mendapat perhatian ketika naik panggung. Cuma pertanggungjawaban setelahnya aja. Kita mau tetep dilihat atau orang yang nonton jenuh dan meremehkan. Sebisa mungkin karena udah punya privilege itu kita harus bisa deliver banyak pesan.
Tika: Saya merasa beruntung, sejak saya main drum dari umur 9 tahun, sepertinya belum ada satu pun laki-laki atau perempuan yang memiliki reaksi negatif ketika saya main drum. Bisa dikatakan 99,9 persen mendukung apa yang saya lakukan. Terima kasih kepada Ibu Kartini dan pahlawan perempuan lainnya yang telah berjuang demi kesetaraan gender di masa lalu.
Baca juga: Perkara Hijab hingga Anti Kekerasan: Cara Voice of Baceprot Berdaya
Dari segi genre FLEUR! dikenal dengan rock n’ roll yang retro, mengapa memilih genre itu dan selain Dara Puspita apakah ada musisi lain yang memengaruhi gaya bermusik?
Tanya: Karena sebagai identitas awal kami tampil membawakan lagu Dara Puspita. Musisi lain yang memengaruhi ada.
Yuyi: Ini genre yang menjadi jembatan pertemuan tiap personilnya, tapi makin ke sini kita akhirnya menemukan rock n’ roll versi kita sendiri. Akan tetapi, musisi tahun 1960 sampai 1970-an memang paling banyak memengaruhi album pertama FLEUR! nanti.
Tika: Karena suka sekali dengan genre ini. Ya tentu ada. Watts, Ringo, Bonham, Gainsbourg, Francoise Hardy, Moe Tucker, Karen Carpenter, dan Nico. Dari semuanya, tetep Susy Nander di hati.
Apa boleh diceritakan awal mula Kak Tanya, Tika, dan Yuyi bermusik dan alasan memilih instrumen masing-masing?
Tanya: Awalnya enggak mau sekolah lalu orang tua menjanjikan ketika sudah lulus sekolah boleh main musik. Saya pilih gitar karena ada di rumah dan bisa buat nyanyi-nyanyi kalau sedang nongkrong.
Yuyi: Kalau bass karena waktu itu diajak ngeband dan enggak ada pemain bass jadi saya belajar bass lalu keterusan.
Tika: Main drum karena didukung oleh alam semesta. Awalnya ikutan audisi jadi Gitapati (Komandan tertinggi dalam Marching Band). Ditolak oleh Kepala Sekolah karena bertubuh pendek dan dirasa kurang menarik, saya "dibuang" di bagian perkusi untuk pegang tim-tom.
Awal kekecewaan yang ternyata membuahkan hasil manis karena setelah proses latihan yang panjang, melelahkan, dan "terpaksa" saya malah menang juara dua untuk kategori solo percussion di kejuaraan Drumband Nasional di Bandung.
Karena punya riwayat main perkusi di Drumband kakak saya ngajak ngeband, main drum di acara prom night sekolahnya. Sejak itu belajar main drum sendiri di bantal sampai belasan tahun kemudian bisa punya drum sendiri.
Baca juga: Mengenal amina wadud, Bintang Rock Feminisme Islam
Kalau sekarang apa lagu yang sering didengerin dan ingin direkomendasikan kepada pendengar FLEUR!?
Tanya: Milli Vanilli - Blame it on the Rain.
Yuyi: Parcels - Tieduprightnow.
Tika: The Kinks -Time Song.
Apakah ada pesan yang ingin disampaikan kepada pendengar FLEUR! atau untuk perempuan yang juga ingin terjun ke industri musik?
Tanya: Terjun saja di sini Inshaallah aman
Yuyi: Enggak usah takut, sih, perempuan dan laki-laki di industri musik sekarang udah sama. Enggak ada labelnya. Jadi yang penting bermusik untuk bahagia aja.
Tika: Mulai bikin karya sebanyak-banyaknya dan yakin sama diri sendiri. Nikmatin semua prosesnya bahkan yang buruk sekali pun. Percaya aja nanti bakal muncul pelangi setelah hujan kalau kata teman-teman NonaRia.
Magdalene bekerja sama dengan Plainsong Live, sebuah inisiatif berupa serangkaian rekaman sesi live untuk menonjolkan karakter unik para musisi. Musim ketiga kali ini terbagi dalam empat episode berdurasi sekitar 45 menit. Dari tiap episode, ada tiga musisi dari berbagai genre dan wilayah, seperti Jakarta, Bali, Malang, Surabaya, hingga Reykjavik (Islandia). Adapun nama-nama musisi yang tampil di antaranya Kunto Aji, Nadin Amizah, The Adams, Danilla, Silampukau, Christabel Annora, Sandrayati Fay, Fleur, dan lainnya.
Comments