Teman Toxic - Di luar hubungan kita dengan keluarga, terkadang kita lebih nyaman membicarakan masalah-masalah kita dengan lingkaran pertemanan kita. Mungkin beberapa di antara teman kita memiliki opini-opini dan cara pandang berbeda, namun terlepas dari itu semua, kita semua tetap berteman baik.
Mereka terkadang menjadi pengganti keluarga kita, atau istilahnya the family that we choose. Namun, bagaimana jika pertemanan tersebut malah menjadi pertemanan yang toxic? Faktanya, terkadang kita bahkan tidak menyadari bahwa kita sedang dalam hubungan pertemanan toxic. Akibatnya, ketika terlambat menyadari hal ini banyak efek buruk yang terjadi pada diri kita.
Akibat dari Pertemanan Toxic
Pertemanan yang sehat akan mengurangi stres, bahkan membuat kita lebih bahagia. Lain halnya jika kamu berada di pertemanan toxic. Alih-alih mengurangi stres, mereka malah menambah faktor stres kamu. Mereka mungkin akan berkata atau melakukan hal-hal yang membuatmu kecewa dan rendah diri, ketika kamu menghabiskan waktu bersama.
Baca Juga: Dari ‘Fanwar’ hingga ‘Bullying’, Kenali 6 Ciri ‘Fandom’ K-pop ‘Toxic’
Bahkan, ketika kamu tidak bersama mereka, kamu akan memikirkan interaksi negatif yang kamu alami, dan membuat kamu merasa tegang dan buruk. Selain itu, hubungan toxic akan membuatmu merasa diabaikan alih-alih diperhatikan. Ketika kamu menghubungi mereka untuk membuat janji, mereka malah mengabaikanmu kecuali ketika mereka yang membutuhkanmu.
Agar kamu tidak terjebak dalam pertemanan toxic, ada baiknya kamu membaca beberapa tanda berikut ini.
Mereka Selalu Merendahkan Kamu
Teman toxic tidak akan pernah memuji dirimu, mereka tidak akan memberikan ucapan selamat ketika kamu meraih penghargaan. Selain itu, ketika kamu sedang dalam masa-masa down mereka malah meninggalkanmu.
Kamu tidak akan pernah merasa senang dan nyaman berada di antara mereka, sebab mereka membuatmu tidak nyaman dengan dirimu sendiri. Ketika sebuah hubungan sudah membuat energimu habis, kamu perlu bertanya pada dirimu apakah hal ini menguntungkan bagimu?
Teman Toxic Selalu Berkompetisi dengan Dirimu
Sebelumnya salah satu ciri temanmu itu toxic adalah mereka tidak pernah memberimu selamat atau pujian ketika kamu berhasil, mereka malah lebih senang berkompetisi dengan dirimu. Entah itu dalam pekerjaan, percintaan, apa pun itu, mereka ingin lebih dari dirimu.
Baca Juga: ‘Toxic Relationsh*t’: Kenapa si Gadis Baik Bisa Terjebak di Relasi Toksik?
Mereka tidak suka jika kamu berhasil dalam suatu hal. Walaupun kamu bergelut dalam bidang yang berbeda, mereka tetap ingin mendapatkan apa yang kamu dapatkan. Sungguh teman yang menyebalkan.
Ketika Bercanda Mereka Selalu Melewati Batas
Kamu mungkin beberapa kali mendapati kalimat, “Halah, gitu aja baper banget sih,” ketika kamu memprotes lelucon yang dilemparkan oleh temanmu. Iya, teman-teman yang toxic lebih sering melemparkan lelucon yang membuatmu tidak nyaman ketimbang terhibur. Biasanya mereka berkomentar “lucu” tentang badan kamu, status hubungan kamu, atau tentang keputusan-keputusan yang kamu buat.
Jika memang mereka adalah temanmu, seharusnya mereka lebih peka mana hal-hal yang membuat terhibur dan tersinggung alih-alih ngatain kamu baper.
Merasa Cemburu Ketika Kamu Menghabiskan Waktu dengan Teman Lain
Teman yang toxic akan merasa sangat cemburu ketika kamu menghabiskan waktu bersama dengan orang lain. Ia ingin agar kamu hanya bergaul dengan mereka, dan hanya peduli terhadap mereka.
Mereka menginginkan semua waktumu, dan sangat bergantung pada dirimu. Teman toxic akan selalu mengirimkan pesan padamu dan marah jika kamu tidak membalas pesan mereka dengan cepat.
Teman Toxic Punya Sifat yang Munafik
Di saat mereka membuatmu merasa buruk sebab kamu tidak menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka, teman toxic tidak akan pernah merasa bersalah karena melakukan hal itu. Mereka sering “drama” dan tidak rasional, juga suka menggosipkanmu atau menjelek-jelekkan diri kamu pada orang lain.
Selalu Membandingkan Dirimu dengan Orang Lain
Pernahkah kamu memiliki teman yang suka membandingkan dirimu dengan temannya yang lain? Dan berkata bahwa kamu lebih buruk dari mereka? Atau pernahkah mereka berkata bahwa kamar kos kamu lebih kecil daripada kamar kos temannya yang lain, dan membuat mereka enggak nyaman main denganmu? Sudahlah tinggalkan saja orang seperti itu.
Perlu diingat bahwa teman yang baik tidak akan membandingkan dirimu dengan orang lain. Mereka tidak bakal menggunakan tekanan sebaya untuk membuatmu melakukan apa yang sebetulnya tidak mau kamu lakukan.
Teman Toxic Berusaha Mengubah Dirimu
Ciri-ciri teman toxic yang terakhir adalah, mereka akan sangat berusaha untuk mengubah dirimu, padahal apa yang ada dalam dirimu bukan hal negatif. Ini sudah lampu merah banget, nih, dan lebih baik kamu tinggalkan saja orang seperti ini.
Misalnya, mungkin kamu tipe orang yang tidak nyaman berada di tempat ramai. Teman yang baik akan mencarikan tempat yang lebih sepi untuk hang out ketimbang memaksamu tetap ikut dengan mereka ke tempat yang ramai.
Seorang teman yang baik tidak akan memaksamu untuk berubah, namun ia akan menunggu persetujuan kamu, ketika kamu ingin meminta arahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Cara Mengatasi Teman Toxic
Langkah paling tepat adalah dengan tidak berteman lagi dengan mereka. Beri jarak antara kamu dan teman yang toxic ini. Jangan lagi nongkrong bareng, atau cerita-cerita dan curhat tentang masalah pribadi kamu dengan mereka. Dan yang pasti, kamu sudah tidak perlu terlibat di dalam kehidupannya.
Baca Juga: Dari Bucin Jadi Hubungan Toksik: Kenali Tanda-tandanya
Kamu bisa mencari kesibukan lain dan dengan begini kalian jadi punya alasan tidak bertemu mereka lagi. Perlahan tapi pasti, jauhkan diri kamu dari teman yang toxic. Masih banyak kok peluang kamu untuk mendapatkan teman yang baik. Berhubungan dan beraktivitaslah dengan teman-teman lain yang bisa membangun dan memberikan pengaruh positif buat hidup kamu. Kamu juga bisa membina hubungan pertemanan dengan orang-orang baru yang bisa memberikan kamu wawasan yang lebih baik tentang hidup.
Tapi kalau kamu memang merasa kesusahan buat mengatasi atau keluar dari lingkup pertemanan yang seperti ini, tak usah ragu buat berkonsultasi dengan psikiater, psikolog, atau konselor.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments