Nama Ali Wong mungkin menjadi lebih dikenal di Indonesia setelah penampilannya di film komedi Always Be My Maybe (2019) bersama Keanu Reeves. Namun perempuan Asia-Amerika berusia 38 ini sudah terjun ke dunia hiburan sejak lulus kuliah dengan menjadi perempuan komika. Wong yang merupakan alumni University of California Los Angeles ini memulai karier stand-up comedynya di Kota New York. Lantas, apa yang membuat Wong berbeda dari komika lainnya?
Ali Wong dalam filmAlways Be My Maybe
Membicarakan Isu Perempuan, Oleh Perempuan
Selain membicarakan tentang topik budaya karena berlatar-belakang keluarga imigran Cina-Vietnam dan suaminya yang Jepang-Filipina, Wong juga sering mengangkat topik-topik yang dianggap tabu, khususnya bagi perempuan.
Singkat cerita, setelah kariernya melesat, termasuk menjadi penulis naskah drama komedi Fresh Off the Boat, Netflix membuatkan acara stand-up comedy khusus untuk Wong pada tahun 2015. Saat itu dia sedang mengandung anak pertamanya dengan kehamilan berusia 7,5 bulan dan acara ini kemudian dikomersialkan dengan nama Baby Cobra pada 2016.
Dalam komedinya ini, Wong tanpa segan menceritakan petualangan seks masa mudanya, termasuk mengakui infeksi menular seksual yang pernah dia miliki. Dengan ringannya, ia juga berbagi kisah perjuangannya untuk hamil di usia 30an. Selain itu, dengan humornya, Wong mengkritik ketidakadilan yang dialami komika perempuan karena karier mereka cenderung padam setelah melahirkan dan berkutat dengan peran domestik. Sementara hal ini hampir tidak pernah dijumpai pada komika laki-laki yang baru saja memiliki bayi, yang mana mereka kadang justru menjadikan bayinya bahan lelucon di panggung sedangkan sang istri sibuk merawatnya di rumah.
Poster acara komedi spesial Ali Wong garapan Netflix.
Baca juga: 'Perempuan Berhak' Ruang Nyaman Bagi Komika Perempuan
Sukses dengan Baby Cobra, Netflix kembali menyediakan panggung khusus untuk Wong di tahun 2017, kali ini ketika dia mengandung anak keduanya, dan dikomersialkan pada tahun 2018 dengan judul Hard Knock Wife. Berbeda dengan seri pertama, Ali Wong di edisi kedua ini tidak terlalu banyak bicara tentang seks (dirty jokes) melainkan pengalaman melahirkan dan menjadi ibu.
Sama seperti edisi perdana, Wong menggunakan pengalaman pribadinya sebagai materi utama candaan ketika open mic. Topiknya pun mencakup hal-hal yang cukup sering dianggap tabu atau hal yang tidak menarik bagi laki-laki, misalnya saja bekas operasi caesar.
Ia dengan santai membahas bekas operasi di tubuhnya. Dengan jujur dia mengakui tidak nyaman di awal pascakelahiran tetapi kemudian menerima hal tersebut menjadi bagian dari tubuhnya. Lalu dengan terbukanya dia juga menceritakan pengalaman mempekerjakan babysitter karena tidak masuk akan jika menuntut seorang ibu yang baru melahirkan untuk melakukan semuanya sendirian. Wong pun mengkritik tentang cuti melahirkan di Amerika yang menurutnya belum adil bagi perempuan untuk memulihkan diri pascamelahirkan.
Seperti melakukan curcol, Wong berbagi kisah pernikahannya di mana mereka pergi ke terapis (marriage counsellor) karena memiliki bayi pertama sempat membuat dia dan pasangannya sangat tertekan. Dia menekankan bahwa pergi menemui terapis bukanlah sebuah aib dan mendorong para penontonnya juga melakukan hal serupa jika memang mereka membutuhkannya.
Wong juga mengangkat isu standar ganda bagi perempuan dan laki-laki dalam hal pengasuhan anak. Misalnya saja media massa dan publik mengelu-elukan sang suami jika dia mengantar istrinya ke dokter kandungan untuk pemeriksaan rutin atau ketika laki-laki mengganti popok si bayi. Tetapi di sisi lain, dengan mudahnya media massa menghardik sang perempuan yang hamil jika dia mengisap rokok, dan tidak ada apresiasi ketika perempuan ini pergi ke dokter dan mengganti popok bayi karena dianggap sudah sebagai kewajibannya sebagai ibu.
Humor Sebagai Terapi
Wong yang lahir dan besar di San Francisco cukup beruntung karena memiliki orang tua yang cukup terbuka untuk membicarakan seks dan kesehatan reproduksi. Walau demikian, ada masa di mana Wong tetap merasakan tekanan sosial terkait seksualitas dan reproduksinya, khususnya ketika dia mengalami keguguran.
Sebelum tampil untuk Baby Cobra, ia mengalami keguguran janin kembar. Tetapi bukan Ali Wong kalau kemudian tidak membawa pengalaman ini menjadi materi komedinya. Dengan gayanya yang khas, Wong menceritakan proses bagaimana dokter memberi tahu bahwa terlihat ada dua janin dalam rahimnya tetapi tidak ada detak jantung.
Lalu tanpa segan, ia juga mengisahkan bagaimana dia mengeluarkan janinnya yang sudah meninggal tersebut didampingi suaminya. Ia mengisahkan betapa suaminya memberikan dukungan selama satu bulan penuh ketika Wong menjalani masa pemulihan. Hal ini tentu saja langkah cerdas untuk mendorong agar para lelaki untuk lebih sensitif dan menemani pasangannya setelah masa keguguran.
Wong mengatakan, ia menyadari bahwa penonton terdiam seketika ketika dia mengangkat topik ini dan menghubungkan reaksi tersebut dengan kondisinya awal pascakeguguran. Dalam sebuah wawancara, Wong menjelaskan lebih lanjut bahwa dia sebenarnya khawatir dengan apa yang dipikirkan oleh mertuanya, yaitu jika mereka berpikir bahwa putranya menikahi orang yang sangat buruk. Selain itu, ia juga telah mengabarkan kehamilannya sejak dini kepada teman dan keluarga sehingga ketika dia mengabari tentang keguguran yang dialami rasanya seperti memberi beban pada mereka.
Wong kemudian menjelaskan bahwa ternyata keguguran itu hal yang lumrah dialami oleh perempuan seusianya setelah dia pelajari lebih lanjut. Hanya saja banyak perempuan merasa malu untuk membicarakannya dan cenderung menutupi karena berpikir hal itu terjadi akibat kesalahan mereka. Karenanya, dia memberdayakan pengalamannya ini sebagai salah satu cara untuk pulih.
Humor Wong ini juga menjadi sumber kekuatan bagi para perempuan yang mengalami keguguran karena seperti yang dia ceritakan di sebuah wawancara, “It was very taboo for women to talk about miscarriage and it still kind of is. Still to this day, people walk up to me on the street, thanking me for making them feel less embarrassed, less ashamed and less sad about having a miscarriage.”
Baca juga: Magdalene’s Mind Live Podcast: Komedi dan Cerita Tentang Beragama
Sebagai perempuan dan etnis minoritas, Ali Wong adalah komika langka yang sukses di dunia hiburan Amerika. Dia sempat dicemooh seorang komika laki-laki yang menganggap kesuksesan Wong hanya karena faktor keberuntungan. Pendapat seksis dan patriarkal pun tidak jarang menghampirinya.
Misalnya saja dia pernah mendapat label “Mom Comic” karena statusnya sebagai seorang ibu dan istri. Tetapi dia kemudian menolak sebutan tersebut karena tidak pernah mendengar “Dad Comic” pada komika laki-laki yang juga memiliki anak. Pengalaman tidak nyaman lainnya yang pernah Ali rasakan adalah ketika dia sedang hamil dan open mic. Selepas pentas ada saja orang yang tidak dikenal ataupun kerabat yang memegang kandungannya tanpa meminta izin terlebih dulu.
Tapi ia menunjukkan bahwa para komika perempuan juga dapat menjadi agen perubahan sosial, oleh perempuan dan untuk perempuan, dengan mengangkat isu-isu sosial tentang perempuan dalam humornya.
Comments