Pemilihan Qatar menjadi tuan rumah piala dunia 2022 memang menimbulkan banyak kontroversi. Dari mulai pemilihan Qatar oleh FIFA hingga masalah hak pekerja asing yang di semena-menakan oleh Qatar. Bahkan iklim dan cuaca di Qatar pun sempat menjadi alasan penolakan terpilihnya negara ini.
CNN Indonesia mengabarkan bahwa Qatar menyuap FIFA agar bisa terpilih menjadi tuan rumah dengan uang jutaan dollar. Hal ini pun sempat menimbulkan kemarahan dari negara-negara anggota FIFA lainnya. Tapi, dari pihak FIFA dan juga Qatar membantah hal ini dengan tegas bahwa tidak ada suap-menyuap di dalam pemilihan tuan rumah tersebut.
Selain itu ada kasus tentang banyaknya pekerja asing yang tewas akibat pembangunan infrastruktur piala dunia ini. Banyak dari pekerja-pekerja itu yang tidak mendapatkan haknya seperti upah yang layak dan waktu kerja yang benar. Paspor para pekerja asing ini pun sengaja ditahan agar mereka bisa bekerja secara terus menerus.
Lalu ada kasus pelarangan atribut LGBT selama piala dunia Qatar 2022 berlangsung. Hal ini pun banyak menimbulkan kekecewaan dari suporter sepak bola dunia. Mereka menilai Qatar belum bisa menyelenggarakan acara berskala internasional jika mereka saja masih tabu dengan hal yang berbau LGBT. Bahkan pemakaian ban Pelangi kapten tim sepak bola yang bertuliskan ‘One Love’ dilarang untuk dipakai.
Tidak hanya itu, masalah iklim dan cuaca di Qatar sempat diperdebatkan. Seperti yang dilansir oleh BBC, perhelatan piala dunia memang biasanya diadakan di bulan Juni dan Juli. Tapi untuk menghindari gelombang panas yang terjadi di bulan-bulan itu makan piala dunia Qatar ini diundur ke bulan November hingga Desember.
Negara Qatar yang dianggap kontroversial untuk mengadakan turnamen global itu ternyata banyak juga terjadi di negara-negara lain. Ada beberapa negara kontroversial yang bahkan dikecam dunia karena menyelenggarakan acara besar. Bahkan perhelatan Olimpiade Dunia juga sempat terjadi kecaman di beberapa negara penyelenggara.
Baca juga: LGBT hingga BTS: 4 Hal yang Menghebohkan Piala Dunia Qatar 2022
Beijing, Olimpiade Musim Dingin di Tahun 2022 Penuh Kontroversi
Pemilihan Beijing sebagai negara penyelenggara olimpiade terjadi pada 2014. Majalah Time mengabarkan pemilihan Beijing sebagai tuan rumah ini dikarenakan beberapa kota yang menarik tawaran selama proses ini berlangsung. Salah satunya adalah kota Oslo di Norwegia yang menjadi kandidat terkuat bersama Beijing.
Mereka memilih mundur karena tidak mau memenuhi kebutuhan mewah para anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC). Satu di antara tuntutan yang tidak masuk akal ini adalah pesta koktail di istana kerajaan yang harus ditanggung juga oleh kerajaan. Pihak Oslo menganggap hal ini sangat tidak masuk akal dan akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi kandidat tuan rumah.
Pada akhirnya terpilihlah Beijing sebagai tuan rumah olimpiade musim dingin 2022. Tapi pemilihan Beijing ini pun menjadi kontroversi dan diboikot oleh beberapa negara peserta. Bahkan mereka menarik para atletnya agar tidak bisa mengikuti olimpiade musim dingin ini.
Berdasarkan berita dari CNN, salah satu yang paling membuat beberapa negara geram dengan Beijing adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman China terhadap kelompok muslim Uighur. Muslim Uighur yang berjumlah hampir satu juta orang ditahan di sebuah penampungan. Mereka mendapat kerja paksa. Bahkan beberapa mantan tahanan ini mengaku bahwa mereka disiksa dan dilecehkan secara seksual.
BBC mengabarkan, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah menyampaikan boikot diplomatik kepada pihak Olimpiade. Mereka memutuskan untuk tidak mengirim menteri ataupun pejabat untuk hadir di olimpiade ini.
Selain masalah kasus kaum muslim Uighur ini, juga ada kasus dari pemain tenis China Peng-Shuai. Daily Mail UK mengabarkan, Peng-Shuai dikabarkan menghilang dan tidak diketahui keberadaannya setelah membuat laporan bahwa dia mengalami pelecehan seksual oleh wakil perdana menteri Cina Zhang Gaoli. Dia juga adalah seorang anggota partai komunis tingkat tinggi di China.
Meskipun banyak diboikot oleh negara-negara lain, Beijing tetap menyelenggarakan acara ini di bulan Februari 2022.
Baca juga: Gara-gara Krisis Iklim, Haruskah Kita Ucapkan Selamat Tinggal pada Piala Dunia?
Olimpiade Berlin 1936 di Rezim Nazi Adolf Hitler
Olimpiade ini bisa dibilang tidak biasa karena berada di era Nazi yang dikuasai oleh Adolf Hitler. Meskipun olimpiade ini ada dua tahun sebelum kejayaan Nazi tapi Adolf Hitler sebagai pemimpin Nazi sudah menunjukkan eksistensinya dan kekuasaannya di Jerman.
Seperti dilansir dari Majalah Time, olimpiade ini sebagai pembuktian bahwa Jerman adalah negara besar yang bisa menyelenggarakan acara global ini. Hitler pun memerintahkan pembangunan stadion olimpiade ini dengan kapasitas 11.000 tempat duduk yang harus terbungkus spanduk Nazi. Olimpiade ini juga dianggap sebagai keperluan propaganda untuk memperlihatkan bahwa Nazi adalah citra Jerman yang baru, kuat dan berjaya.
Meskipun Nazi ingin menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang kuat, namun nyatanya banyak sekali cela selama olimpiade ini. Pemboikotan oleh warga Eropa dan Amerika Serikat yang lain karena pelanggaran hak asasi manusia di Jerman.
Time juga mengabarkan, ketakutan atlet Yahudi untuk ikut dalam olimpiade ini sangat tinggi. Karena mereka tahu banyak dari warga Jerman yang beragama Yahudi disiksa dan dilecehkan habis-habisan di sebuah kamp. Bahkan kepala desa olimpiade, Captain Wolfgang Furstner, bunuh diri dua hari setelah ia dipecat dari dinas militer karena ketahuan beragama Yahudi.
Baca juga: Achieving Healthcare Rights For Trans and Nonbinary People Is A Must
Ancaman Boikot Piala Dunia Argentina 1978
Argentina memang dikenal sebagai salah satu negara dengan tim sepak bola paling kuat di dunia. Bayangkan nama-nama seperti Diego Maradona dan Lionel Messi berasal dari Argentina. Makanya negara-negara lain cukup menakuti mereka.
Piala dunia di tahun 1978 menjadi yang pertama kalinya Argentina terpilih menjadi tuan rumah. Di tahun ini juga Argentina berhasil meraih juara piala dunia. Meskipun sukses menggelar piala dunia dan berhasil keluar menjadi juara, nyatanya banyak kontroversi dan boikot kepada Argentina.
Media Financial Times mengabarkan bahwa pada saat itu, Argentina dikuasai oleh rezim militer yang terkenal akan kediktatorannya. Rezim militer ini dikenal dengan kekerasannya. Menteri Dalam Negeri Jenderal Albano Harguindeguy juga pada tahun 1977, tepat kurang lebih setahun sebelum piala dunia diadakan, menyatakan ada sekitar 5.618 orang hilang.
Hal ini membuat banyak negara takut bahwa ini adalah propaganda yang dilakukan pihak Argentina untuk memulihkan citranya. Takut akan adanya muncul manipulasi politik seperti Hitler dan Mussolini selama Olimpiade Berlin 1936 dan Piala Dunia Italia 1934.
Nyatanya memang sulit untuk mengadakan acara internasional tanpa ada kontroversi di dalamnya. Sulit sekali bagi kita untuk menciptakan perdamaian dunia yang adil dan damai. Banyaknya oknum-oknum yang ingin memperkaya diri sendiri dan memulihkan citranya membuat masih sulit untuk tercapainya perdamaian dunia.
Comments