Drama tentang dunia medis dan kedokteran bukan pilihan saya karena terlalu serius, jadi saya tidak pernah memasukkan Grey’s Anatomy ke dalam daftar tontonan di Netflix. Namun, saya memutuskan menonton acara tersebut usai membaca sebuah artikel wawancara Patrick Dempsey tentang lompatan kariernya setelah ia memerankan karakter Derek Shepherd pada serial televisi tersebut.
Ternyata, 10 menit pertama saja dari TV show garapan Shonda Rhimes ini langsung membuat saya terpikat. Alur cerita dan ragam karakternya memberikan rasa nyaman luar biasa bagi saya, terutama karakter dokter bedah syaraf Derek Shepherd yang dijuluki McDreamy.
Sebenarnya, saya sudah menyaksikan akting Dempsey dalam beberapa film. Namun, perannya sebagai Shepherd-lah yang membuat saya jatuh hati, terutama dengan kepercayaan dirinya saat mengoperasi pasien dan caranya menatap Meredith Grey (Ellen Pompeo). Chemistry mereka terlihat sangat nyata, tampak seperti keduanya tak pernah beradu peran seintens itu dengan aktor lainnya.
Kisah keduanya begitu dramatis, menyentuh, dan penuh liku. Emosi saya dibawa naik turun oleh karakter sang dokter bedah saraf yang sangat mencintai Meredith Grey, meskipun hubungan keduanya seharusnya hanya sebatas one night stand. Wajar jika para penggemar menyebut keduanya sebagai bentuk nyata dari cinta sejati.
Baca juga: Film Remaja ‘Unpregnant’ Bicara Soal Tubuhku Otoritasku
Sayangnya, kecintaan terhadap karakter yang diidamkan itu harus terhapuskan oleh episode “How to Save a Life” di musim kesebelas yang tayang pada 2015 lalu. Shepherd diceritakan tewas akibat penanganan buruk di sebuah rumah sakit saat ia mengalami kecelakaan lalu lintas (oh, sungguh ironis!).
Sebelumnya, saya sudah mengetahui kematian Shepherd melalui algoritme Instagram yang menampilkan segudang spoiler di halaman explore. Sejak saat itu, rasanya tak pernah tenang saat menonton Grey’s Anatomy karena semakin banyak episode yang disaksikan setiap harinya, semakin cepat saya harus melihat kematian Shepherd.
Benar saja, saat harus menghadapi adegan tersebut pada pukul empat pagi, saya menangis sesenggukan layaknya seseorang yang berduka karena kepergian kerabatnya. Saya sempat merasa hampa dan sejak pagi itu memutuskan untuk tidak melanjutkan menonton serial tersebut. Tentunya karena sudah tidak dapat menikmati alur ceritanya tanpa karakter Shepherd.
Namun, saat tahu kalau ia kembali tampil di musim ketujuh belas Grey’s Anatomy melalui mimpi Meredith Grey, saya bersorak-sorai. Dengan semangat, saya rela bangun pagi untuk menyaksikan siaran langsung episode terbaru yang ditayangkan ABC Network. Jujur saja, rasanya seperti punya harapan baru bahwa Dempsey akan hadir di season berikutnya, entah seperti apa jalan ceritanya.
Baca juga: ‘WandaVision’ adalah ‘Origin Story’ Pahlawan MCU Paling Menyentuh
Parasocial Break-Up dan Gaya Kelekatan
Sebagai penggemar serial televisi yang tayang di platform over-the-top (OTT), saya rasa wajar apabila penonton terikat dengan para karakter setelah menghabiskan waktu berjam-jam untuk binge-watching. Pasti rasanya seperti sudah menjalin relasi dengan mereka dalam jangka waktu lama.
Tak jarang jika terjadi keterlibatan emosi, seolah-olah dapat merasakan apa pun yang karakter kesayangan mereka alami. Misalnya, merasa menyesal saat mereka membuat kesalahan, sedih saat mereka terluka, berharap untuk bertemu di episode berikutnya, hingga ingin berinteraksi di dunia nyata.
Terlalu larut dalam kematian Shepherd membuat saya mempertanyakan apakah ada yang salah dalam diri saya. Setelah mengulik mesin pencari, saya menemukan bahwa kondisi ini memiliki istilah psikologis, yakni parasocial break-up. Kondisi tersebut didefinisikan oleh akademisi Keren Eyal dari AS dan Jonathan Cohen dari Israel, sebagai situasi di mana para pengguna media harus berpisah dengan karakter kesayangannya. Ternyata dampak dari putusnya hubungan parasosial imajiner serupa dengan hubungan sosial yang kita jalin dalam realitas.
Meskipun keduanya tidak identik, parasocial break-up juga mengandung perasaan-perasaan akibat patah hati. Saya pun mengalami beberapa di antaranya, yaitu merasa sedih, kesepian, dan merasa kehilangan seorang teman. Para penonton, seperti saya, kemudian menyaksikan ulang episode-episode sebelumnya, mencari informasi terkait karakter kesayangannya dari platform lain, menyaksikan acara lain yang dibintangi oleh aktor yang sama, hingga mencari karakter favorit baru setelah Shepherd tak lagi memikat penonton dengan tatapannya melalui layar kaca.
Setelah ditelusuri, saya mengerti kalau reaksi akibat patah hati terhadap McDreamy ini cukup dipengaruhi jenis gaya kelekatan (attachment styles). Umumnya, gaya kelekatan dialami dalam hubungan interpersonal yang dibangun oleh seseorang sejak bayi dan berpengaruh pada perilaku seumur hidup. Gaya kelekatan saya adalah secure attachment, yakni mudah percaya dan menyayangi orang lain serta menerima keberadaan mereka.
Baca juga: ‘Friends: The Reunion’ Mungkin Hambar Tapi Membuat Berkaca-kaca
Saya jadi memaklumi mengapa saya merasa terikat dengan karakter Shepherd dan merasa kosong dengan kepergiannya. Apalagi karakternya dapat dikatakan cukup menemani keseharian saya saat sedang membutuhkan afeksi di tahun kedua pandemi.
Nyatanya, afeksi dan kepuasan dalam suatu hubungan tak hanya diperoleh melalui mereka yang keberadaannya dapat dirasakan secara langsung. Bagi orang dewasa, keterikatan tidak selalu datang dalam hubungan sosial dengan orang-orang dalam kehidupan nyata, tetapi dapat diterima melalui hubungan parasosial dengan karakter fiksi atau sosok public figure yang hanya dapat dijangkau dari dunia maya. Terkadang, justru mereka yang dapat membuat kita merasakan adanya dukungan emosional.
Mungkin akan terdengar dramatis, tapi tampaknya ini saat yang tepat bagi saya untuk mengutip kalimat yang diucapkan oleh Derek Shepherd kepada Meredith Grey, “You were like coming up for fresh air. It’s like I was drowning and they saved me.”
Comments