Lebih dari seabad lalu, pahlawan nasional perempuan yang gencar menyuarakan emansipasi perempuan, Raden Adjeng Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Penyebab kematiannya diduga tekanan darah tinggi selama kehamilan dan setelah melahirkan anak pertamanya.
Kendati dunia medis telah jauh berkembang semenjak era Kartini, angka kematian perempuan masih tinggi. Dalam tiga dekade terakhir bahkan kematian perempuan akibat penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit jantung iskemik (kekurangan oksigen) dan diabetes telah meningkat.
Riset terbaru Institute for Health Metric and Evaluation (IHME) Universitas Washington, organisasi yang menganalisis data besar kesehatan global, memperkirakan secara keseluruhan perempuan Indonesia telah kehilangan waktu menikmati hidup sehat sebanyak 36,1 juta tahun (95 persen selang pendugaan 31-41 juta). Perkiraan itu didapat dari hitungan kematian perempuan pada 2019 yang mencapai sekitar 780 ribu kematian.
Cara Hitung Waktu Hidup Sehat yang Hilang
Mulai 1993, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lalu dilanjutkan IHME sejak 2007, membuat riset besar tentang beban global karena penyakit, cedera dan faktor risiko kesehatan penduduk dunia.
Lembaga ini terus mengembangkan model matematik dan alat visualisasi untuk menampilkan status kesehatan di tingkat nasional, regional dan global. Data dan laporan dari perkiraan status kesehatan tersedia untuk publik.
Status kesehatan penting untuk menentukan prioritas kebijakan, perubahan perilaku, alokasi anggaran dan sumber daya serta mendorong kehidupan penduduk lebih sehat. Baik buruknya status kesehatan populasi berpengaruh terhadap pilihan strategi negara dalam membelanjakan anggaran yang terbatas untuk hasil yang optimal.
Ukuran status kesehatan itu dinyatakan dalam metrik jumlah tahun yang hilang karena meninggal, sakit dan disabilitas, disebut Disability-adjusted Life Years (DALY). DALY dihitung dari gabungan jumlah waktu (dinyatakan dalam tahun) yang hilang akibat meninggal dini (Years of Life Lost, YLL) dan jumlah waktu ketika orang terpaksa hidup dengan disabilitas (Years Lived with Disability, YLD). Kondisi disabilitas merujuk pada keadaan yang tidak mematikan seperti gangguan kecemasan, nyeri leher atau sakit kepala.
Secara sederhana, prinsip YLL, YLD dan DALY dapat dijelaskan seperti berikut.
Bayangkan angka harapan hidup saat lahir di kota A dengan penduduk 1.000 orang mencapai 80 tahun.
Jika satu individu X di kota A meninggal karena kanker pada usia 60 tahun, maka individu ini kehilangan waktu akibat kematian dini sebanyak 20 tahun (80-60). Dengan menjumlahkan waktu yang hilang dari individu-individu yang lain, didapatkan total waktu yang hilang akibat kematian dini (YLL).
Lalu ada lagi satu individu Y di kota A yang mengalami kondisi disabilitas. Misalnya, dia nyeri leher pada usia 50 tahun dan berlangsung sepanjang hidupnya. Maka, waktu individu Y hidup dalam kondisi tidak ideal adalah 30 tahun. Dengan menjumlahkan waktu dari individu-individu seperti Y ini, kita mendapatkan total waktu yang hilang akibat disabilitas (YLD).
Setelah menjumlahkan tahun yang hilang akibat kematian dini (YLL) dan waktu yang hilang akibat kondisi disabilitas (YLD) dari banyak individu itu, maka kita bisa mendapatkan angka DALY di kota A.
Baca juga: Perempuan, Kelompok Rentan Hadapi Diskriminasi dalam Akses Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi
Cara perhitungan DALY yang sesungguhnya jauh lebih kompleks. Untuk menghitung DALY para peneliti menggunakan sumber data awal yang beragam seperti sensus, survei rumah tangga, catatan sipil dan kependudukan dan penggunaan layanan kesehatan. Sumber lainnya adalah laporan kematian, otopsi verbal, data kasus, data asuransi dan sebagainya.
Dari data itu para peneliti membuat pemodelan matematika, Life Table, analisis demografi dan teknik geospasial untuk menghitung status kesehatan suatu negara dalam bentuk angka.
Waktu Hidup Sehat yang Hilang pada Perempuan Indonesia
Kami mengambil data status kesehatan perempuan Indonesia dari studi Global Burden of Diseases, Injuries and Risk Factors tahun 2019 (GBD 2019). Riset ini menganalisis beban kesehatan pada 369 jenis penyakit dan kecelakaan di 204 negara.
Dari data kematian 780 ribu perempuan pada 2019, hasil studi GBD 2019 memperkirakan perempuan Indonesia kehilangan waktu untuk hidup sehat sebanyak 36 juta tahun. Sebagai perbandingan, perempuan India dan Cina kehilangan lebih banyak waktu, yaitu 227 juta dan 168 juta tahun. Semakin banyak waktu yang hilang mengindikasikan semakin rendah status kesehatan.
Supaya lebih konkret, kita hitung per 100.000 perempuan. Ternyata perempuan Indonesia kehilangan lebih banyak (28 ribu tahun per 100.000 perempuan) dibandingkan Cina (24 ribu tahun), tapi lebih sedikit dibandingkan India (33 ribu).
Di kawasan Asia Pasifik, Singapura kehilangan waktu paling sedikit (18 ribu). Afghanistan kehilangan waktu paling banyak yaitu 45 ribu tahun per 100.000 perempuan karena menjadi korban teror dan konflik berkepanjangan.
Yang menyedihkan, perempuan di Afrika Tengah mengalami kehilangan paling banyak dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia (73 ribu tahun per 100.000 perempuan) akibat kelainan bawaan lahir, HIV, malaria dan tuberkulosis.
Penyebab Hilangnya Waktu Perempuan Menikmati Hidup Sehat
Temuan lainnya menyatakan kematian dini (61 persen) dan hidup dalam disabilitas (39 persen) merupakan penyebab kehilangan waktu menikmati hidup sehat bagi perempuan Indonesia.
Secara umum, penyebab kehilangan tersebut dapat dilihat dalam grafis berikut.
Penyakit tidak menular mendominasi kehilangan ini (76 persen). Dibandingkan 30 tahun lalu, penyakit menular berkontribusi paling banyak terhadap hilangnya waktu ini (51 persen), diikuti penyakit tidak menular (43 persen).
Yang mengkhawatirkan adalah naiknya lima penyebab dibandingkan tiga dekade sebelumnya. Sedangkan lima lainnya berhasil diturunkan, tapi masih jadi masalah, seperti kelainan bawaan lahir.
Tabel di bawah ini menampilkan sepuluh kondisi disabilitas tertinggi pada perempuan Indonesia pada 2019.
Nyeri punggung bawah dan sakit kepala menjadi masalah utama, meningkat dibandingkan 30 tahun sebelumnya. Sedangkan pada usia remaja (15-24 tahun), kesehatan mental lebih menjadi masalah teratas. Pada usia lebih dari 50 tahun, penyakit kardiovaskuler, kanker dan diabetes menjadi tiga masalah utama perempuan Indonesia.
Pemicu Masalah Kesehatan pada Perempuan Indonesia
Informasi faktor risiko menggambarkan pilihan strategi yang perlu diambil untuk meningkatkan kesehatan hidup perempuan Indonesia.
Darah tinggi, kegemukan dan tinggi gula darah adalah tiga risiko utama yang perlu jalan keluar segera. Delapan faktor risiko meningkat dibandingkan 30 tahun yang lalu. Kontribusi nutrisi dan polusi udara sudah menunjukkan penurunan meski belum cukup.
Hasil pemodelan IHME memperlihatkan bahwa mengendalikan risiko darah tinggi berpotensi menurunkan dampak terhadap beban penyakit kardiovaskuler sebesar 71 persen. Begitu pula meminimalkan risiko berat badan berlebih dapat menekan dampak terhadap beban diabetes sebesar 53 persen.
Langkah Menuju Hidup Lebih Sehat
Tidak ada cara untuk menghindari kematian. Yang bisa dilakukan hanya mencegah risiko kematian dini dan sekuat tenaga mengubah kondisi kesehatan yang tidak ideal.
Individu, keluarga, masyarakat dan pengambil kebijakan harus bersama-sama mencegah risiko kematian dengan mengubah perilaku, pola konsumsi, dan membelanjakan anggaran untuk menunjang hidup yang lebih sehat.
Caranya, turunkan berat badan dengan menambah kegiatan fisik, memeriksakan kesehatan secara berkala, mengatur bahan makanan dan pola makan, dan mengendalikan konsumsi gula dan garam.
Baca juga: Jenis Kelamin dan Gender Menentukan Kondisi Kesehatan, Dengan Cara yang Berbeda
Perempuan Indonesia perlu mengurangi konsumsi rokok dan perbanyak minum air putih. Mereka juga perlu menjaga kesehatan mental agar sehat secara fisik.
Selain itu, perkuat kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat kebijakan dan pendanaan yang berpihak kepada kesehatan masyarakat.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Comments