Hari itu, saya dan beberapa teman kampus dijadikan subyek “eksperimen sosial” oleh tiga oknum YouTuber, semuanya laki-laki. Mereka memandangi saya dan teman-teman saya dengan tatapan mesum yang membuat kami semua tidak nyaman. Teman-teman saya buru-buru menunduk dan pura-pura tidak melihat keberadaan mereka. Namun saya justru spontan mendekati dan meninju mereka.
Mereka selanjutnya terus menyalakan kamera dan mengonfrontasi saya, memancing saya berdebat. Selama itu pula ejekan dari mereka terus meluncur. Mereka mengatakan bahwa saya tidak berpikiran terbuka, dan ketika saya sengaja mengatakan bahwa saya tidak kuliah, mereka mengatakan bahwa saya tidak berpendidikan dan tidak akan paham jika diajak bicara. Saya sengaja tidak mengatakan identitas kampus saya karena sadar kamera menyala. Masih banyak hinaan yang sengaja mereka lontarkan dan tidak bisa saya ceritakan secara detail di sini karena saya sendiri masih marah dan merasa terluka.
Mereka juga coba terus menggiring saya terus berdebat menuju kerumunan orang banyak dengan kamera yang terus menyala. Saya berkali-kali menyatakan ketidaksediaan saya jika video tersebut diunggah. Dalam logika saya waktu itu, secanggih apa pun mereka mengedit videonya nanti, ucapan ketidaksediaan saya yang berkali-kali itu tidak akan mampu semuanya mereka potong.
Saya juga mendesak mereka minta maaf pada teman-teman saya yang kebetulan adik tingkat, masih mahasiswa baru dan berasal dari daerah lain. Jelas adik-adik saya itu ketakutan dengan eksperimen tersebut. Permintaan maaf itu saya minta dilakukan tanpa kamera menyala, untuk menunjukkan bahwa hal itu bukan sekadar komoditas untuk mereka unggah.
Mereka kemudian memang minta maaf, namun dengan kamera yang terus menyala. Setelahnya pun, mereka terus mengonfrontasi saya dengan berbagai ucapan melecehkan. Saya juga ditekan agar tidak boleh merekam apa pun dengan ponsel saya oleh mereka. Permintaan saya terkait permintaan maaf yang terakhir itu pun disambut kasar oleh mereka. Namun, kali itu saya tidak lagi terpancing dan langsung pergi.
Betul saja, mereka hanya ingin mempergunakan video tersebut untuk mencari sensasi. Sesungguhnya, mereka bisa saja memakai video tersebut untuk mengedukasi banyak orang, bahwa saya, seorang perempuan yang dipandangi mesum seperti itu juga bisa melawan. Sayangnya, mereka memotong video di sana dan sini, menggambarkan saya sebagai perempuan gemuk yang seolah-olah tiba-tiba marah-marah di depan umum tanpa sebab dan tidak menerima permintaan maaf mereka yang sangat tulus itu.
Pada kolom komentar, banyak orang mengomentari fisik dan perilaku saya, bahwa saya buruk, jelek, gemuk, gila, tidak punya malu, perempuan jadi-jadian dan banyak lainnya. Saya tidak sepenuhnya menyalahkan para penonton yang merayakan video tersebut sebagai perayaan kebencian. Video yang sengaja dipotong tersebut terlihat sangat halus dan meyakinkan mereka yang jelas tidak mengenal saya langsung itu.
Kelihatannya para oknum YouTuber tersebut telah mempelajari hukum. Ucapan saya yang berkali-kali menolak video tersebut diunggah, karena tidak sepenuhnya bisa mereka hapus. Hal itu yang nampaknya membuat mereka memutuskan memburamkan wajah saya.
Saya sempat berkonsultasi dengan penyidik di kepolisian, dan ternyata dengan wajah buram dan tidak ada penyebutan nama, saya tidak memiliki alasan kuat dalam pengaduan pencemaran nama baik atau lainnya. Agaknya, para oknum YouTuber tersebut juga sengaja memancing saya berdebat di media sosial mereka, sehingga mereka dapat lepas dari tanggung jawab apabila saya mengalami perisakan dari mereka yang menonton video tersebut, karena saya datang sendiri untuk berdebat dengan identitas jelas. Saya memilih menahan diri. Mereka hanya akan terus mendapatkan uang dan banyak orang justru akan penasaran jika saya membela diri.
Saya sengaja tidak membagikan tautan video tersebut pada teman-teman saya. Saya khawatir, dengan alasan kuat ingin membela, teman-teman saya malah berdebat dengan oknum YouTuber curang tersebut. Dengan demikian, penonton video tersebut akan semakin banyak dan identitas saya justru akan terbuka seolah tanpa campur tangan mereka.
Saya sempat berkonsultasi ke sebuah lembaga yang menangani anak dan perempuan, dan merasa kecewa. Staf mereka, kebetulan perempuan, menyalahkan perlawanan saya terhadap oknum YouTuber tersebut. Dia mengatakan bahwa seharusnya saya berteriak saja, meminta tolong pada pihak berwajib di lokasi. Selain itu, dia juga meminta segala barang bukti yang saya bawa dan menggandakannya di komputer kantor. Saya pun tidak mendapatkan pendampingan apa pun setelahnya. Jika mereka memang tidak mau mendampingi kasus saya, mestinya segala barang bukti yang berpotensi dijadikan laporan telah terjadi penanganan kasus tersebut tidak perlu mereka minta.
Dengan semua ini, saya cukup bersyukur karena bisa mendapat edukasi mengenai hukum dan dunia maya langsung dari penyidik kepolisian. Saya juga akhirnya memelajari kasus serupa dan berusaha mencarinya di internet, dan hasilnya di Indonesia sendiri belum ada yang menceritakan hal serupa saya. Kalau pun ada itu kasus seputar perisakan dunia maya dalam bentuk lain, dan jumlahnya sangat sedikit.
Saya katakan juga pada penyidik di kepolisian bahwa sejak kasus tersebut, saya jadi takut menulis di Internet atau media massa seperti biasanya, takut identitas saya diketahui oknum YouTuber tersebut dan mereka akan memancing orang-orang melakukan perisakan yang lebih hebat kepada saya. Penyidik tersebut mengatakan, ada payung hukum yang melindungi identitas seseorang. Walaupun memang, payung hukum untuk membawa oknum YouTuber tersebut pada jalur hukum, di mana mereka mengunggah video tanpa izin memang tidak ada. Saya pun berada di posisi lemah karena tidak memiliki bandingan video utuhnya. Namun, hukum bisa dikenakan bagi mereka yang sengaja membuka identitas saya terkait video tersebut apalagi jika hal tersebut disertai ucapan melecehkan.
Semoga dengan pengalaman yang saya bagikan ini, dapat membantu teman-teman yang mengalami hal nyaris serupa agar berani berbicara dan dapat menyikapi dengan tepat oknum-oknum yang demi uang dan popularitas tega menyakiti orang lain tanpa sebab.
P adalah seorang warga Malang.
Comments