Setelah sepekan melangsungkan rangkaian kampanye global ‘#GirlsTakeOver’, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menggelar webinar bertema Freedom Online pada Jumat, 9 Oktober 2020. Plan Indonesia mengangkat tema ini karena di masa pandemik COVID-19, kegiatan daring anak-anak meningkat jauh dari sebelumnya. Seiring dengan itu, potensi resiko kekerasan online pun meningkat dan kerap dialami anak dan kaum muda perempuan.
Webinar ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan #GirlsTakeOver, yang digelar secara daring dari 5 hingga 9 Oktober 2020 dalam rangka Hari Anak Perempuan Internasional (11 Oktober). Selama sepekan, lima anak perempuan mendapatkan kesempatan untuk mengambil alih akun media sosial milik lima tokoh berpengaruh atau pemimpin.
“Melalui rangkaian kegiatan #GirlsTakeOver, kami mengajak masyarakat untuk bersama meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap kebebasan berekspresi serta ruang yang aman bagi anak perempuan termasuk di ranah daring,” ujar Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, “Mereka memiliki hak berbicara termasuk tentang kekerasan online yang kerap menimpa mereka.”
Dalam acara ini, seluruh peserta #GirlsTakeOver, baik anak perempuan maupun tokoh pemimpin, hadir untuk menyampaikan pendapat dan rekomendasi mereka mengenai kebebasan berekspresi secara daring.
“Freedom online atau kebebasan berpendapat dan berekspresi tanpa ancaman kekerasan di internet merupakan kondisi di mana, hak kebebasan seseorang dalam menyuarakan pendapat dan ekspresinya disambut baik oleh seluruh elemen masyarakat, tanpa ada tindakan kekerasan.” Devie (16 tahun, Maluku Utara).
Saat berbincang dengan anak perempuan peserta #GirlsTakeOver, Muhammad Farhan, Anggota Legislatif DPR RI Periode 2019-2024, menjelaskan tentang rancangan undang-undang perlindungan data pribadi. “RUU Perlindungan Data Pribadi pada prinsipnya mengatur atau melakukan tata kelola pada pengumpulan, pemanfaatan dan pengelolaan data pribadi. RUU ini akan memberikan perlindungan kepada seluruh warga Indonesia terkait data pribadi. Khususnya untuk anak perempuan, RUU ini akan memberikan pemberdayaan terkait informasi data apa saja yang bisa diberikan dan yang harus dilindungi.” jelas Farhan.
“Komitmen saya adalah untuk melakukan berbagai macam bentuk komunikasi interaktif dengan bermacam pihak memastikan bahwa medium online yang kita gunakan ini bisa kita gunakan secara bertanggung jawab.” Ujar Farhan tentang komitmennya terkait kebebasan berekspresi tanpat ancaman kekerasan online bagi anak perempuan.
Patrichia (17 tahun) dari Jayapura mengemukakan tentang freedom online, “Anak perempuan perlu kebebasan berpendapat dan berekspresi yang tidak terikat, terkekang atau dibatasi dalam mengungkapkan gagasan pikiran dan perasaan dari adanya ancaman kekerasan verbal dan seksual di internet.”
Budiman Sudjatmiko, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, turut berkomitmen terhadap pencegahan kekerasan berbasis gender online (KBGO). “Saya akan bilang kepada teman di Kementerian dan juga ahli, apakah kita bisa membuat algoritma untuk mencegah penyebaran produk pornografi. Selain itu, saya juga ingin berdialog secara rutin dengan kaum muda tentang berbagai isu penting. Chia (Patrichia, anak dari Jayapura) bisa mengumpulkan teman-teman seusia Chia, sebanyak-banyaknya, Nanti, kita bisa rutin buat kegiatan [diskusi] ini sebulan sekali lewat Yayasan Plan International Indonesia. Kita akan diskusi.” jelas Budiman.
Phylia (16 tahun) asal Kupang berpendapat tentang tantangan anak perempuan saat beraktivitas online. “Banyak hal yang membuat anak perempuan kadang tidak bisa seutuhnya menyampaikan pendapat dan berekspresi karena ancaman kekerasan online. Padahal semestinya banyak manfaat dan hal positif yang bisa didapatkan dari internet.” ujar Phylia.
Webinar ini turut dihadiri Dini Widiastuti; lima anak perempuan terpilih, yaitu Patrichia dari Jayapura, Devie dari Maluku Utara, Phylia dari Kupang, Salwa dari Kutai Timur dan Fayanna dari Depok; serta dua dari lima tokoh yang berpartisipasi dalam #GirlsTakeOver, yaitu Muhammad Farhan dan Budiman Sudjatmiko. Selain itu, ada beberapa penanggap yang hadir di antaranya Valentina Ginting (Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan, KPPPA), Mariam F Barata (Direktur Tata Kelola Informatika, Kemkominfo), Anindya Vivi (co-founder Hollaback! Jakarta), Gustika Jusuf Hatta (Founder Girl, Peace and Security). Persembahan musik dari Lala Karmela turut mewarnai kegiatan diskusi daring ini.
Sekaligus dalam kesempatan yang sama, Plan Indonesia memaparkan laporan State of the World’s Girls terbaru mengenai Kekerasan Online yang dikaji di 31 negara melibatkan 14.000 anak dan kaum muda perempuan termasuk 500 dari Indonesia. Lebih dari setengah responden di Indonesia mengatakan pernah mengalami sendiri atau mengetahui bahwa temannya menjadi korban pelecehan di media sosial. Untuk laporan selengkapnya dalam dilihat di sini.
Comments