Saat Instagram meluncurkan “Add Yours” sebagai fitur terbaru, dengan antusias warganet langsung menggunakannya untuk mengunggah berbagai konten. Mulai dari makanan favorit, foto di empat negara berbeda, foto kecil, arti nama, jarak usia dengan pasangan, tanda tangan, hingga variasi nama panggilan yang berujung penipuan.
Jika belum tahu, beberapa waktu lalu seorang warganet di Twitter menceritakan pengalaman temannya yang kena tipu, setelah menggunakan fitur tersebut di Instagram.
“Pagi tadi teman saya telepon, nangis-nangis abis ditipu katanya. Biasalah penipu yang telepon minta transfer gitu. Yang bikin teman saya percaya, si penipu manggil dia ‘Pim’, panggilan kecil teman saya, hanya orang dekat yang tahu. Terus dia ingat habis ikutan ini,” ceritanya, menyematkan tangkapan layar “variasi panggilan nama kamu” yang diunggah temannya.
Dengan sukarela, lebih dari tujuh ratus ribu warganet “menyumbangkan” namanya untuk disalahgunakan oleh pihak yang menemukan celah meraup keuntungan. Kenyataannya, kita sering lengah dalam menggunakan media sosial. Hanya karena fear of missing out (FOMO), jadi buru-buru mencoba fitur baru tanpa mempertimbangkan akibatnya. Setidaknya memperhatikan petunjuk yang dilempar pada fitur Add Yours.
Baca Juga: 4 Cara Gunakan Media Sosial Secara Lebih Bijak
Melihat fenomena ini, kami menghubungi beberapa warganet yang pernah mengunggah konten dengan fitur tersebut.
Ailin (22), seorang pekerja lepas di Jakarta, menggunakan Add Yours untuk kilas balik momennya mengikuti pentas teater. Menurutnya, warganet memakainya tanpa suatu urgensi. “Kayaknya warganet cuma seru-seruan aja, sekadar sharing,” ujarnya.
Namun, ia mulai curiga ketika sebuah petunjuk dilontarkan.
“Waktu ada challenge tanda tangan saya mulai mikir. Biasanya kan itu diminta untuk hal-hal privasi ya, kalau disebarkan begitu apa enggak makin gampang disalahgunakan?”
Setelah kejadian tersebut, Ailin mengaku enggan menggunakan fitur Add Yours lagi. Ia khawatir unggahannya dimanfaatkan jadi bahan penipuan.
Melansir Tech Crunch, Instagram bertujuan agar sesama pengguna dapat menanggapi story satu sama lain, sesuai pembahasannya. Pun Indonesia termasuk salah satu negara yang diuji coba menggunakan Add Yours pada Oktober lalu.
Namun, apabila tidak digunakan dengan bijak, fitur tersebut membawa malapetaka bagi penggunanya. Wulan (38), seorang wartawan lepas berdomisili di Bekasi, sudah menyangka privasi pengguna dapat terganggu ketika menyematkan Add Yours dalam story.
“Saya senang fiturnya bisa membuka interaksi dengan teman-teman, tetapi privasi enggak aman karena memungkinkan sesama pengguna melihat jawaban satu sama lain, sekalipun bukan pengikut,” tuturnya.
Karena itu, ia enggan memberikan jawaban serius saat “bermain” Add Yours. “Saya membatasi dengan tidak mengumbar informasi pribadi. Malah kadang sengaja jawab asal-asalan,” tuturnya.
Meskipun demikian, Wulan tetap khawatir ada orang tak dikenal yang nimbrung menanyakan hal-hal pribadi, karena sesama pengguna dapat melihat jawaban satu sama lain.
Salah Satu Bentuk Oversharing
Di era digital, warganet memperlakukan media sosial layaknya buku harian untuk membagikan pengalaman dan kisahnya sehari-hari. Tak sedikit pula yang secara terus terang membuka diri, menunjukkan kerentanannya, sekaligus ingin dilihat oleh orang lain.
Melansir TIME, oversharing justru didorong oleh over-following. Sebagai warganet, kita cenderung menyalahkan orang-orang yang mempublikasikan, tapi di sisi lain, kita juga menikmati unggahannya. Padahal, jika tidak ada audiens yang menyaksikan, tidak ada alasan untuk mengunggah konten.
Penelitian berjudul “Expressing the ‘True Self’ on Facebook” (2014) oleh Gwendolyn Seidman, seorang psikolog dan profesor di Albright College, AS mengungkapkan, seseorang yang mencurahkan emosi dan kehidupannya di media sosial, merasa lebih mudah mengekspresikan diri mereka sebenarnya. Tentunya sesuai citra diri yang ingin ditunjukkan pada orang lain.
Biasanya, publikasi itu dilakukan lantaran kesepian, dan ingin merasakan keterlibatan serta perhatian dari orang lain melalui dunia maya. Dalam konteks fitur Add Yours, pengguna dapat menjadi bagian dari warganet lainnya yang mempublikasikan konten serupa. Terutama jika jawaban yang diutarakan serupa, atau menarik teman-temannya untuk menanggapi.
Pun sebenarnya ada dampak positif yang bisa diperoleh dari penggunaannya. Seperti Vania (24), seorang pekerja lepas yang melihat followings Instagramnya memanfaatkan Add Yours untuk menunjukkan karya.
“Mereka sempat nge-post pakai fitur itu. Dan bagi kreator yang lagi cari komunitas, atau orang-orang sepemikiran, bisa saling ngajak networking maupun kolaborasi,” jelasnya. “Fitur ini punya discoverability untuk mengumpulkan orang-orang dalam satu kanal, mungkin bisa berguna kalau digunakan dengan tepat.”
Sementara menurut Ailin, fitur Add Yours dapat digunakan usaha kecil untuk meningkatkan kesadaran warganet tentang bisnisnya. “Mereka bisa terbantu untuk promosi Instagramnya, karena kan bisa dilihat siapa aja yang upload Instagram story pakai fitur itu,” terangnya.
Baca Juga: Pencurian Data Makin Marak, UU Perlindungan Data Diri Kian Mendesak
Terlepas dari keuntungan yang ditawarkan, menurut Christopher Hand, akademisi di Glasgow Caledonian University, Skotlandia, manfaat itu sulit dipisahkan dengan risiko.
“Ibaratnya, dunia ini dipenuhi pedang bermata dua. Memang ada hal-hal positif dan konstruktif, tapi juga rentan dengan eksploitasi dan manipulasi di saat bersamaan,” tegasnya kepada The Verge.
Secara nyata, pernyataan Hand itu didukung oleh kekhawatiran Wulan dalam penggunaan fitur Add Yours, yang digunakan orang tua mempublikasikan foto anak-anaknya. Maksud hati ingin berbagi perkembangan anak, justru membahayakan keselamatannya.
“Saya concern dengan yang membagikan foto anak-anaknya, ini kan juga bentuk oversharing. Foto-foto itu berisiko dicuri dan diunggah di grup predator seksual yang mengincar anak-anak,” terangnya.
Pun mengunggah foto anak dapat berujung pada perdagangan anak, hilangnya privasi, hingga mengganggu hubungan mereka dan orang tua.
Selektif Menggunakan Media Sosial
Menanggapi penipuan dan fitur Add Yours yang berpotensi mengganggu privasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo), mengimbau warganet melalui Instagramnya. Mereka menjelaskan bagaimana social engineering, atau kejahatan yang memanipulasi psikologi korban, dapat dilakukan berdasarkan penyerahan informasi yang disadari maupun tidak.
Apabila ingin tetap mengikuti perkembangan tren, warganet dapat bersikap selektif terhadap unggahannya. Maka itu, Kemenkominfo menyarankan warganet menggunakannya untuk mengunggah hal-hal menghibur, dibandingkan konten yang berpotensi menyalahgunakan data pribadi.
Graham Cluley, ahli keamanan independen dari Oxford, Inggris, memberikan pendapatnya kepada NBC News tentang informasi yang perlu dan tidak disampaikan di media sosial.
“Tidak perlu mempublikasikan konten-konten yang Anda tidak ingin bos atau ibu mertua lihat, meskipun dilakukan secara privat,” katanya. Ia menambahkan, konten di media sosial dapat membuat kita berada dalam posisi rentan. Karena itu, perlu diperhatikan tujuan dan respons orang lain yang melihat.
Sebagai pengguna yang selalu mempertimbangkan hal tersebut dalam menggunakan media sosial, Vania lebih selektif di akun Instagram utamanya dan memilih mempublikasikan konten berfitur Add Yours berpetunjuk arti nama, di akun keduanya.
Baca Juga: ‘Insecure’ hingga Pura-pura Bahagia: Topeng Pamer Kemesraan di Medsos
Sementara Wulan yang pernah menjawab petunjuk “share a photo of your best friend”, memilih memblur wajah sahabatnya.
“Dalam menggunakan media sosial, tetap utamakan keamanan data pribadi. Pikirkan dulu sebelum sharing foto atau jawaban, karena tidak menutup kemungkinan adanya orang berniat jahat di antara mereka,” ucapnya.
Wulan membuktikan walaupun harus mengutamakan privasi, bukan berarti kita tidak dapat memainkan fitur di media sosial. Tidak perlu mengekspos diri menjadi kunci menjaga privasi, sekaligus memanfaatkan perkembangan teknologi.
Comments