“Aku menikah selama 7,5 tahun dan mengalami empty love pada tahun ketiga. Awalnya karena berkali-kali dia selingkuh, tapi aku maafkan,” ujar “Dessy” (31), seorang kurir pengiriman makanan online.
Dengan gamblang, ia menceritakan pengalamannya di Twitter, menanggapi video penyanyi dan aktris Sheryl Sheinafia. Dalam video tersebut, diceritakan seorang teman Sheryl yang bercerai setelah 1,5 tahun menikah dan sebelumnya berpacaran selama 15 tahun. Keduanya bertahan hanya karena sudah lama menjalin hubungan.
Saat diwawancara Magdalene pada (11/11), Dessy membubuhkan faktor lain yang menyebabkan pernikahannya diisi dengan empty love. Pasangannya tidak mau membantu melakukan pekerjaan rumah sehingga emosinya meledak pada tahun ketujuh pernikahan.
“Puncaknya, saat dia kecanduan game pada 2019. Dia kehilangan pekerjaan karena sibuk main game dan enggak mau bekerja, jadinya anak-anak susah makan karena kami enggak punya uang sama sekali,” ceritanya.
Selama lima tahun mengalami empty love, perempuan asal Tangerang itu berusaha mempertahankan hubungan karena takut anak-anaknya sedih tidak punya ayah. Namun, akhirnya Dessy tetap memutuskan bercerai. Ia menghidupi anak-anaknya dengan bekerja sebagai pengemudi ojek online.
“Dia [mantan suami] enggak pernah menafkahi, kasihan juga kalau anak-anak harus melihat orang tuanya bertengkar setiap hari,” tuturnya.
Pengalaman serupa dialami oleh “Astrid” (24), seorang pekerja swasta asal Bekasi. Ia mulai merasakan empty love pada tahun kedua pacarannya. Hal ini dipicu oleh sikap ibu pasangannya yang buruk kepadanya.
“Misalnya anaknya salah, tapi aku yang disalahkan. Lama-lama perasaanku hilang, dan bertahan hanya karena dia sayang padaku,” katanya dalam wawancara bersama Magdalene pada (9/11). Selain itu, ia mengaku pasangannya terlalu cuek dan tidak memperhatikan hal-hal sederhana yang dia sukai.
“Aku jarang dikasih apresiasi dalam hubungan. Walaupun aku enggak meminta apa pun, aku berekspektasi dia akan memperlakukanku sebagaimana aku ke dia,” katanya.
Dari situ Astrid mulai balik cuek dan tidak memedulikan pasangannya. Umur hubungan yang cukup lama—empat tahun, takut memulai sesuatu yang baru, dan telanjur berkomitmen untuk tetap bersama, adalah alasannya untuk tetap mempertahankan. Sampai saat ini, ia masih berusaha kembali mencintai pasangannya dengan memperbaiki komunikasi.
Baca Juga: Sabotase Relasi: Tanda-tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Faktor dan Ciri-ciri Empty Love
Dalam “A Triangular Theory of Love” (1986), psikolog asal AS, Robert J. Sternberg menjelaskan empty love sebagai hubungan yang hanya memiliki komitmen, tetapi tidak ada keintiman, gairah, dan cinta terhadap pasangan.
Umumnya, empty love dialami oleh pasangan yang menjalin hubungan dalam jangka panjang. Seiring waktu, seseorang kehilangan ketertarikan fisik dan keterlibatan emosional dengan pasangannya. Namun, hal ini dapat juga terjadi pada awal hubungan jangka panjang, seperti pasangan yang menikah karena dijodohkan.
Untuk mengetahui apakah kita sedang mengalami empty love atau tidak, kita dapat mulai mengenali ciri-cirinya. Annie Tanasugarn, ahli psikologi spesialis trauma dan ketergantungan asal AS, memaparkan dalam Medium miliknya, beberapa tanda empty love.
Pertama, seseorang merasa canggung, cemas, atau tidak nyaman saat bersama pasangan.
Kedua, muncul rasa bosan dengan satu sama lain dan tidak memedulikan masa depan hubungan, bahkan cenderung menghindari.
Ketiga, aktivitas yang dilakukan bersama pasangan hanya menjadi bagian dari rutinitas dan sebuah keharusan, bukan dilihat sebagai quality time. Karena hubungan hanya didasarkan pada komitmen, tidak jarang kebutuhan pribadi lebih diutamakan. Sementara, kebersamaannya dengan pasangan semata-mata hanya diwujudkan untuk memenuhi tanggung jawab, tanpa keinginan memperdalam koneksi ataupun saling memberi.
Keempat, seseorang merasa kesepian saat bersama pasangan. Ia menganggap pasangannya bukan sosok pertama yang dituju untuk berbagi cerita, dan merasa dia bukan sosok yang dapat memberikan afeksi.
Beberapa ciri tersebut bisa didukung oleh faktor lain yang menyebabkan munculnya empty love dalam hubungan, seperti perubahan dalam diri pasangan, komunikasi tidak lancar, dan tenggelam dalam kesibukan.
Baca Juga: Jatuh Bangun Ibu Muda Rawat Anak Tanpa Bantuan Suami
Mencintai Pasangan vs Jatuh Cinta dengan Pasangan
Meskipun senang menghabiskan waktu bersama pasangan, nyatanya ada perbedaan antara mencintai pasangan dan jatuh cinta dengannya. Kepada Bustle, Josh Klapow, seorang psikolog klinis di University of Alabama at Birmingham, AS, memberikan contohnya.
Sosok yang jatuh cinta dengan pasangan akan mempertimbangkan kehadiran pasangannya sebelum membuat keputusan penting karena itu memengaruhi hidup keduanya. Sementara mencintai pasangan artinya bersikap peduli, hal ini belum tentu berarti seseorang rela berkorban untuknya. Ia hanya berperan sebagai pendamping yang mendukung, tanpa memperlakukan permasalahan yang dihadapi pasangan sebagai miliknya.
Menurut Erica Cramer, terapis asal AS, orang yang jatuh cinta dengan pasangan akan selalu menemukan hal-hal baru untuk dicintai dalam diri pasangannya, sehingga selalu kagum, bersyukur, dan menghargainya.
“Orang yang saling mencintai akan tumbuh, tetapi mungkin secara terpisah. Namun, orang yang jatuh cinta akan menemukan cara untuk tumbuh bersama,” jelasnya.
Kemudian, seseorang hanya mencintai pasangan apabila hubungan mereka telah melewati fase honeymoon. Keputusannya untuk tetap berhubungan dengan pasangan perlu dipertanyakan ketika ia mulai merasa bosan dan tidak lagi merasa bahagia tentang relasi yang dijalani, terlebih jika tidak ada keinginan untuk memperbaikinya.
Tapi, ketika ia ingin memiliki koneksi lebih dalam dan tidak dapat membayangkan hidup tanpa pasangan, itu tandanya ia sudah jatuh cinta dengan orang tersebut.
“Perasaan akan tumbuh lebih dalam, semakin mengenal sosok pasangan, dan ingin terhubung secara mendalam,” ujar psikolog Julie Gurner kepada Bustle.
Baca Juga: Apakah Kamu Takut Jatuh Cinta?
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Sebelum mengatasi empty love, kita perlu mengetahui penyebabnya lebih dulu untuk menentukan cara penyelesaian yang tepat. Hal ini harus dilakukan oleh kedua pihak dengan mencari tahu apa yang dibutuhkan dan diinginkan satu sama lain.
Pun menurut Tanasugarn, beberapa hal perlu dipertimbangkan, seperti umur relasi, motivasi menjalankan hubungan, kesehatan hubungan secara menyeluruh, dan keinginan untuk membangun hubungan.
Selain itu, salah satu kunci kesuksesan hubungan ialah tercapainya kebutuhan masing-masing pihak, yang dapat menciptakan kebahagiaan dan kepuasan emosional, seperti afeksi, kejujuran dan keterbukaan, percakapan, dukungan finansial, serta komitmen keluarga.
Dikutip dari Verywell Mind, penulis dan psikolog klinis asal AS, Willard F. Harley, Jr. mengatakan, hal ini berarti mengutamakan keinginan pasangan dibandingkan diri sendiri, karena seseorang mendapatkan kebutuhan emosional setelah pasangannya bahagia.
Hal tersebut merupakan salah satu cara menunjukkan perhatian dan sikap menghargai, karena pasangan akan mempertahankan penilaian kita terhadapnya.
“Mengingatkan pasangan bahwa hidup kita lebih bermakna karena kehadirannya juga mendorong mereka untuk tetap mencintai,” ujar psikoterapis dan kolumnis Psychology Today, Barton Goldsmith.
Ia juga menyarankan kita untuk selalu mengomunikasikan kepada pasangan seperti apa kita ingin diperlakukan. Ini karena mereka belum tentu memahaminya atau hanya menangkap berdasarkan sinyal yang diberikan.
Namun, menyadari adanya kebutuhan tersebut, kedua pihak tetap perlu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan tidak menyandarkan terpenuhinya keinginan dalam diri pasangan.
Comments