Jagad Lengger Festival (JLF), festival tradisi lengger pertama di Indonesia digelar pada 25-27 Juni 2022. Bertempat di Pendhapa Si Panji, Banyumas, Jawa Tengah, pertunjukan ini mengangkat tema Ngunthili & Napak Tilas Tradisi Lengger. Banyumas sendiri dipilih karena kota ini adalah tanah kelahiran tradisi tersebut.
Buat kamu yang penasaran apa itu lengger, ia adalah seni tradisi pertunjukan tari berkarakter feminin, yang umumnya ditarikan oleh penari laki-laki. Namun, semakin hari, semua orang bisa menari lengger, apapun gendernya.
Sejak kemunculannya, lengger jadi bagian dari budaya agraris masyarakat Banyumas. Lengger, yang notabene identitasnya samar, jadi simbol sakral bagi relasi manusia dan alam. Maka tak heran, dulu lengger kerap ditampilkan di acara syukuran panen, tanam, juga berbagai ritual di desa.
“Tubuh penari lengger itu menyimpan banyak wacana. Kita bisa obrolkan lengger dari isu estetika, lingkungan, gender, dan banyak lainnya. Kami membuat Jagad Lengger Festival sebagai upaya pelestarian tradisi asli Banyumas yang sangat luhur ini,” jelas Otniel Tasman, direktur festival yang juga telah banyak membuat karya lengger kontemporer, dalam rilis resmi yang diterima Magdalene kemarin.
Baca juga: Masih Berlangsung Pameran ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak’
Selama tiga hari, disajikan berbagai program dan narasumber yang menarik. Di program seminar, ada Otniel Tasman, Yustina Devi, Garin Nugroho, Ahmad Tohari, Rene Lysloff, dan Budiman Sudjatmiko. Seminar diadakan setiap pagi selama tiga hari pagelaran.
Sementara, di program pameran arsip, ada dua bagian pameran: DEKADE LENGGER yang menawarkan tiga arsip video yang masing-masing mewakili satu era perkembangan lengger. Arsip video sendiri ditampilkan dengan piranti teknologi yang bakal membantu penonton memaknai lengger lebih jauh. POKOK DAN TOKOH, bagian kedua pameran berisi arsip dari pegiat-pegiat tradisi lengger, seperti Sukendar, Nyi Kunes, Rasito, Dariah, dan lainnya.
Pemutaran film dan diskusi juga akan diselenggarakan sebagai bagian dari arsip. Ada film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) karya Garin Nugroho, Leng apa Jengger (2008) karya Bowo Leksono, dan Amongster: Voyage of Lengger (2021) karya Zen Al Ansory. Seluruh pemutaran film dan seminar gratis, penonton hanya diminta registrasi.
Lebih lanjut di program pertunjukan, ada penampilan spesial dari enam penampil yang telah diatur sesuai kuratorial. Hari pertama, ada Paguyuban Langensari Kalibagoran dan Narsihati ft Sukendar dengan pertunjukan ala lengger tradisional. Klasik dan semarak. Di hari kedua, ada Calengsai yang merupakan kolaborasi antara barongsai lengger dan calung, serta Rumah Lengger. Calengsai adalah representasi dari guyubnya tradisi Tionghoa-Jawa di Banyumas. Sementara, Rumah Lengger adalah kelompok yang sejak 2020 lalu menyediakan ruang pendokumentasian dan eksperimen lengger di Banyumas. Salah satu pendirinya adalah penari lengger, Rianto.
Baca juga: Potret Bissu dalam Pameran Seni Tanarra di Jakarta Biennale
Di hari terakhir alias hari ini, ada penampilan lengger kontemporer dari Seblaka Sesutane dengan judul “The Cosmos of Leng” dan Otniel Dance Community yang berjudul “Lengger Laut”. Di hari terakhir juga ada soft-launching buku “Lengger Agamaku” karya Otniel Tasman.
Rangkaian acara ini disusun sesuai pembagian dekade perkembangan lengger yang dirumuskan oleh kurator JLF yaitu Abdul Aziz dan Linda Mayasari. Penonton yang hadir tiga hari berturut-turut diharapkan bisa mengikuti perkembangan lengger dari masa lalu, kini, dan masa depan.
Sebagai informasi, JLF digelar secara kolaboratif oleh pelaku, pegiat, pengamat, hingga akademisi seni tradisi lengger di tiga kota yaitu Banyumas, Solo, dan Yogyakarta.
Acara ini mendapat dukungan penuh dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Pemerintah Kabupaten Banyumas, dan Indonesia Kaya.
Comments