Sejak mengumumkan kehamilannya pada Januari 2022, pakaian yang dikenakan Rihanna di depan publik selalu jadi pusat perhatian. Pasalnya, pelantun Love On The Brain itu tidak mengenakan maternity clothes, dan tak ragu mengekspos baby bump-nya.
Saat menghadiri Paris Fashion Week misalnya, ia mengenakan lingerie, gaun hitam tipis, dan jubah serba hitam saat menghadiri Dior Autumn Winter 2022. Pun, memakai crop top lateks dan low-slung pants hitam, serta mantel bulu berwarna lavender di pergelaran Gucci Fall/Winter 2022.
“Saya senang tidak harus khawatir menyembunyikan perut saya,” ujarnya dikutip People, menjawab pertanyaan terkait gaya berpakaiannya.
Perempuan akrab disapa RiRi itu juga menyatakan tidak akan membeli pakaian hamil. Menurutnya, masyarakat cenderung membuat perempuan hamil menyembunyikan tubuh dan keseksiannya, di balik pakaian tersebut. Tak sedikit yang mengatakan, tubuh perempuan akan kembali seksi setelah melahirkan.
Namun tidak dengan Rihanna, ia menyukai perubahan bentuk tubuhnya selama hamil, dan gaya berpakaian adalah caranya merayakan momen itu. Dalam wawancara bersama Bustle, ia mendeskripsikan maternity style-nya sebagai rebellious.
Perempuan asal Barbados itu mengaku, awalnya ia berpikir perempuan hamil hanya bisa mengenakan maternity clothes. Begitu mengalaminya, Rihanna memilih menantang diri untuk mengeksplorasi gaya berpakaian, dan memiliki banyak ide kreatif. Bahkan, kesempatan ini dimanfaatkan untuk mencoba banyak hal, yang sebelumnya tidak percaya diri untuk dilakukan.
Dari kalangan selebritis sebenarnya bukan hanya Rihanna, yang berani “melawan” tuntutan masyarakat selama hamil lewat pakaiannya. Ada Shay Mitchell, pemeran Emily Fields dalam Pretty Little Liars (2010), lalu Kim Kardashian, Emily Ratajkowski, dan Ilana Glazer.
Mereka menyadari kekuatan yang dimiliki untuk mendobrak stigma perempuan hamil, yang dianggap perlu menutupi area tubuhnya. Karena kehamilan merupakan salah satu fase yang patut dirangkul, dan gaya berpakaian menjadi salah satu cara mengekspresikannya.
Baca Juga: Tak Sadar Diri Hamil, Apa Mungkin? Kenali Kasus Kehamilan Samar
Maternity Clothes Sembunyikan Kehamilan
Awalnya, perempuan tidak membutuhkan maternity clothes, dan cenderung mengenakan pakaian yang disimpan dalam lemari, setidaknya ini bertahan sampai Abad Pertengahan. Mereka hanya mengenakan gaun, yang tidak menampilkan bentuk tubuh.
Situasi ini berubah pada abad ke-14, ketika Adrienne dress muncul sebagai pakaian hamil pertama. Gaun tersebut memiliki lipatan tebal dan kain menjuntai, semakin mengembang dan menunjukkan perut yang membesar.
Namun, perubahan kembali terjadi di era Victoria. Pada saat itu, kehamilan dianggap privasi sehingga tidak pantas dibicarakan dalam obrolan. Perempuan mulai “menyembunyikan” kehamilannya di balik wrapper—untuk menutupi baby bump yang dipakai dengan melilitkannya pada tubuh, sebelum mengenakan pakaiannya.
Di saat bersamaan, perempuan juga telah terbiasa mengenakan korset, baik yang hamil maupun tidak. Korset itu dibuat dari tulang paus dan dokter pun menyarankan penggunaannya. Tujuannya untuk membatasi dan meminimalkan tampaknya baby bump.
Sayangnya, lama-kelamaan korset juga ditawarkan untuk perempuan hamil agar tetap terlihat langsing. Dan kehamilan semakin disembunyikan lewat pakaian berbahan beludru, ruffles, celemek, dan model gaun empire waist—terdapat korset di dalam gaun untuk menampilkan kesan berpinggang tinggi, serta rok panjang yang longgar menutupi bawah dada.
Perkara menyembunyikan kehamilan di balik pakaian itu terus berlanjut hingga 1900-an. Bahkan iklan gaun yang ditampilkan Good Housekeeping berbunyi, “Be entirely free from embarrassment of a noticeable appearance during a trying period.”
Namun, model pakaiannya mulai beragam. Pada 1930-an misalnya, atasan trapeze menjadi pasangan rok, yang dikenakan di usia awal kehamilan. Perempuan dapat menambahkan ikat pinggang sebagai aksesori, atau dibiarkan longgar untuk menutupi perut. Disusul penggunaan celana pada 1952, memberikan pilihan lain bagi perempuan ketika fesyen untuk kehamilan mulai diperhatikan.
Di tengah keraguan mengekspos kehamilan, aktris Lucille Ball melakukan sebaliknya. Ia menjadi pionir dengan tampil di layar, dan secara terbuka menunjukkan perutnya yang sedang membesar. Diikuti penyanyi Jane Birkin dengan sundress-nya.
Penampilan sederet selebritis semakin menormalisasi kehamilan bagi publik. Karena pada 1990-an, masyarakat mulai melirik maternity style dan ketertarikan mereka terhadap kehamilan public figure meningkat.
Salah satunya ditunjukkan lewat penampilan Demi Moore di cover Vanity Fair. Ia berpose tanpa busana, mengawali tren mom-to-be yang kini kita lihat di media sosial lewat maternity shoot. Bintang film Ghost (1990) itu mengaku merasa lebih seksi dan menarik selama hamil.
Begitu juga dengan Jennifer Aniston dengan tank top merahnya, saat memerankan Rachel Green dalam Friends (1994). Ia mengawali era baru bagi perempuan, dan mengubah mindset bahwa kehamilan adalah perjalanan yang patut dirayakan.
Baca Juga: Hamil di Tengah Pandemi, Perempuan Dapat Beban Ekstra
Perempuan Hamil Terbatas Mengekspresikan Diri
Di balik kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan maternity clothes, sejumlah perempuan justru merasa terpenjara. Penyebabnya, pakaian itu membuat mereka tidak menjadi dirinya sendiri. Hal ini dialami Agnes, seorang manajer produksi di perusahaan tekstil.
Di usia awal kehamilan, ia merasa gaya berpakaiannya dibatasi karena dikhawatirkan berpengaruh ke kandungan, sehingga harus mengenakan baju longgar dan disarankan tidak memakai celana.
Kondisi itu membuatnya membedakan cara berpakaian ketika di rumah dan bepergian. Saat di rumah, ia mengenakan daster dan gamis yang dibelikan untuknya. Dan pakaian kasual—celana jeans dengan kaos atau kemeja, menjadi pilihannya saat bepergian.
Sebenarnya, masyarakat menyarankan perempuan hamil mengenakan maternity clothes supaya calon ibu lebih nyaman, dan tidak memberikan tekanan pada perut yang membuat bayi tidak nyaman. Namun, acapkali dilihat sebagai satu-satunya pilihan, dan menghakimi jika tidak memakainya.
“Kalau lagi nggak pake baju hamil, keluarga dan teman-teman suka komentar. Katanya nggak seharusnya aku pake celana ketat dan baju-baju biasa,” ujar Agnes menceritakan pengalamannya saat hamil empat bulan. “Mereka menekankan ada perbedaan antara perempuan hamil dan nggak.”
Karena itu, Agnes mengakalinya dengan memakai pakaian biasa dengan ukuran lebih besar. Sayangnya, pada akhirnya ia harus mengikuti “tuntutan” orang-orang di sekitarnya, untuk mengenakan maternity clothes.
Melansir Verywell Family, memakai pakaian hamil sebenarnya bukan sebuah keharusan. Yang harus dihindari adalah pakaian ketat, karena dapat menimbulkan berbagai risiko. Seperti rasa sakit di berbagai bagian tubuh, menghambat sirkulasi darah, dan menyebabkan infeksi jamur.
Hal itu didukung oleh pernyataan dari Anastasia Markley, seorang ibu dan co-owner The Clothiers Daughters, sebuah brand pakaian di Nebraska, AS. “Lebih baik menggunakan pakaian yang pinggangnya elastis atau dapat diikat, supaya bisa terus dipakai selama hamil,” jelasnya kepada Who What Wear.
Sayangnya, masyarakat bersikap konservatif dan mendefinisikan pakaian hamil sebagai longgar, dengan desain tidak berbentuk. Sedangkan di luar itu dianggap melanggar aturan dan menerima hujatan, seperti dialami Rihanna.
Sejumlah warganet menyebutnya trashy dan hot mess, meminta menutupi perutnya, hingga menganggap sang penyanyi terlalu memamerkan kehamilan, lantaran baby bump-nya selalu ditunjukkan.
Baca Juga: Pelajaran dari Kehamilan Berisiko dan Depresi Pasca-Melahirkan
Meskipun bukan orang pertama yang menunjukkan kehamilannya lewat gaya berpakaian, kekuatan dan privilese yang dimiliki Rihanna mendorong perempuan hamil untuk berani bereksperimen dengan pakaian, sekaligus merayakan momen tersebut.
Agnes pun menyetujui besarnya power yang dimiliki sang figur publik. “Rihanna bisa menyuarakan bahwa perempuan nggak perlu merasa terkekang dan kurang nyaman selama hamil,” terangnya.
Kehamilan adalah perubahan hidup terbesar dibandingkan fase hidup lainnya, lantaran terjadi perubahan tubuh yang membuatnya semakin kompleks. Ini dijelaskan dalam The role of maternity dress consumption in shaping the self and identity during the liminal transition of pregnancy (2013) oleh akademisi asal AS, Jennifer Ogle, dkk.
Mereka menyebutkan, pemilihan pakaian dan penampilan diri selama hamil mampu menegaskan identitas diri sebagai calon ibu, mengganggu perasaan dalam diri, atau merasa sama seperti sebelum kehamilan.
Pasalnya, pakaian dapat membentuk identitas, karena fesyen adalah bentuk representasi diri. Dan penampilan itu menentukan penilaian seseorang di mata orang lain.
Maka dari itu, kehamilan seharusnya tidak menjadi fase yang mengubah identitas perempuan, melainkan salah satu perjalanan sekaligus menyambut peran baru dalam hidup.
Gaya berpakaian menjadi salah satu cara berekspresi, agar semakin nyaman dengan diri sendiri di tengah perubahan bentuk tubuh. Seperti dikatakan Rihanna, “Ketika kamu terlihat baik saat mengenakan pakaian, kamu juga akan merasa baik.”
Comments