Dibesarkan sebagai anak perempuan tunggal di keluarga, tentu ada enak dan tidak enaknya. Enaknya, saya tidak perlu mengalah dengan saudara soal kebutuhan saya, seperti pendidikan. Tidak enaknya, karena saya anak tunggal dan perempuan, orang tua jadi lebih protektif dan terkadang malah membatasi ruang gerak untuk berkarya.
Saking protektifnya, saya jadi merasa risih dan malah menutup diri dari orang tua saya. Jika saya berkata sejujurnya terkait dengan kegiatan di luar rumah, urusannya malah jadi makin ruwet. Hal ini tentunya membuat komunikasi saya dengan orang tua jadi terhambat.
Saya pernah bertanya pada teman, sesama anak tunggal, dan jawabannya sebelas dua belas dengan yang saya rasakan. Teman saya, “Mei” berkata, terkadang ia merasa orang tuanya tidak mempercayai kemampuannya untuk mengambil keputusan. Orang tua Mei bahkan selalu menganggap Mei belum dewasa dan harus dibantu. Parahnya, opini Mei seringkali tidak didengarkan, dan orang tuanya dengan seenaknya menentukan pilihan-pilihan untuk Mei.
Baca Juga: Hormat Saya Untuk Kakak Perempuan, Si Sulung yang Martir
Selain punya ruang gerak ekstra-terbatas, sebagian anak tunggal kerap distigmatisasi sebagai anak manja, susah berbagi, dan enggak bisa mandiri. Padahal kenyataannya beberapa di antara kami, menginginkan kemandirian itu, tetapi terbentur sikap overprotektif orang tua. Ya, saya akui, memang anak tunggal lebih banyak punya privilese daripada anak-anak yang memiliki saudara, tetapi menyamaratakan pengalaman semua anak semata wayang sungguhlah tidak acih.
Nah, berikut ini beberapa fakta anak tunggal berdasarkan pengalaman saya dengan beberapa teman saya yang juga anak tunggal. Semoga ini bisa memberikan gambaran untukmu bahwa tak semua anak tunggal itu bahagia.
Anak Tunggal Sering Merasa Kesepian
Sebagian dari kami, termasuk saya, terkadang merasa iri dengan teman-teman yang memiliki saudara kandung. Mereka bisa saling membantu satu sama lain dan mendukung ketika sedang tertekan.. Rasa kesepian itu sering kali hinggap, terutama saat saya berada di bangku sekolah dasar.
Saya ingat betul, kayak sepupu saya yang perempuan terkadang berkunjung ke rumah kami, dan menginap dua hari semalam. Saat ia datang, saya senangnya bukan kepalang. Namun, ketika dia pulang, saya tidak ingin kakak sepupu saya pulang bahkan sampai menyembunyikan sepatu atau sandalnya agar ia gagal pulang.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, rasa kesepian itu mulai saya terima perlahan-lahan. Saya sadar, mau tunggal atau pun punya saudara, rasa kesepian yang saya rasakan ini tetap akan ada. Rasa kesepian itu harus saya selesaikan dari dalam diri saya sendiri, bukan dari bantuan keberadaan seseorang di hidup saya.
Baca Juga: Dear Orang Tua, Bahu Anak Pertama Tak Selalu Sekuat Baja
Orang Tua Terlalu Protektif
Seperti yang saya bicarakan di awal artikel, sebagai anak satu-satunya dan perempuan, orang tua saya sungguhlah terlalu protektif terhadap saya, dan membuat saya sulit untuk berkarya di luar.
Lebih Mandiri, Lebih Cepat Dewasa
Jika teman saya Mei sulit mendapat kepercayaan dari orang tuanya dalam mengambil keputusan, beruntungnya, orang tua saya masih mendorong saya untuk mengurus hal-hal penting sendirian. Walaupun memang di beberapa aspek orang tua saya protektif karena saya perempuan, mereka tetap mendorong saya untuk menjadi perempuan mandiri. Oleh sebabnya, dibandingkan teman-teman, saya lebih cepat mendewasa.
Anak Tunggal Sulit Mengutarakan Perasaannya ke Orang Tua
Sebagai seorang anak tunggal, saya terkadang bingung sekali mau bercerita pada siapa jika saya punya masalah di rumah. Sedari kecil, karena orang tua yang protektif dan sering melarang ini itu, saya memilih untuk menutup diri dari orang tua saya.
Baca Juga: Media, Stop Objektifikasi dan Seksualisasi Anak Perempuan
Akibatnya, saya sering merasa kesulitan untuk mengutarakan perasaan saya dan memilih untuk memendam apa yang saya rasakan. Hal ini berakibat buruk pada kesehatan mental saya hingga saat ini.
Anak Tunggal Lebih Sensitif dan Berempati
Mungkin beberapa anak tunggal di luar sana sulit berempati atau sensitif dengan keadaan orang di sekitar mereka. Namun, dari pengalaman saya, dibesarkan sebagai anak tunggal membuat saya lebih peka dengan keadaan orang di sekitar saya. Lantaran perasaan atau opini saya sering diinvalidasi oleh orang tua saya, saya pun tak ingin seperti itu. Oleh sebabnya, ketika teman-teman saya ngobrol dengan saya, saya belajar untuk lebih mendengarkan cerita mereka.
Tidak Semua Keinginan yang Diminta Terpenuhi
“Anak tunggal mah enak, semua permintaannya pasti diturutin”
Baca Juga: Hormati Gita Savitri, Perempuan Memang Bebas Pilih Punya Anak atau Tidak
Eh, faktanya enggak begitu juga. Ada beberapa permintaan saya kepada orang tua, yang ditolak mentah-mentah oleh orang tua saya, salah satunya kuliah di luar kota. Dengan alasan keamanan dan saya anak perempuan tunggal satu-satunya, orang tua saya tidak mengizinkan saya untuk sekolah di luar kota.
Comments