“Aku malas keluar rumah, nanti diolok-olok gendut lagi. Aku enggak mau!”
Itu yang aku bilang pada almarhum Papa saat ia menyuruhku main di luar rumah. Kakak perempuan dan adik lelakiku santai saja bermain di luar, karena mereka tidak pernah tahu rasanya dirundung fisiknya. Mereka bertubuh tinggi dan ramping, bahkah kakakku sangat berbakat jadi atlet.
Sejak kecil, aku memang sudah terbiasa dirundung karena badanku yang gemuk. Saat perasaanku terluka, mereka akan berkilah, “Ah kami cuma bercanda, jangan baper.” Kadang dengan alasan perhatian, mereka bilang, “Kami ini baik banget, sengaja ingatkan agar kamu mau olahraga, biar punya pacar.“
Saya kira di negara ini, perundungan semacam itu adalah hal jamak yang dihadapi banyak perempuan. Sudah tidak terhitung lagi pelaku fatshaming yang tidak punya rasa malu lagi di media sosial. Mulai dari beauty influencer yang berkomentar mengenai perempuan gemuk di gym sebagai “polusi visual” hingga mengolok-olok perempuan gemuk dengan memfoto dia diam-diam di media sosial. Pembelaan para perundung ini biasanya senada, yakni ingin menyebarkan kesadaran soal peduli kesehatan. Sampai seorang netizen yang diam-diam memotret orang-orang gemuk di ruang publik, lalu diposting di akun mereka dengan komentar kejam di caption.
Fat Acceptance Movement dan Body Positivity vs Tubuh Tak Sehat
Jangan heran bila kemudian muncul gerakan bernama fat acceptance movement hingga body positivity. Untuk yang terakhir, maknanya bisa sangat luas – mulai dari mereka yang butuh lebih percaya diri dengan warna kulit, ciri khas tidak umum seperti freckles hingga vitiligo, sampai perkara disabilitas. Gerakan yang dimulai sejak era 1970-an di Amerika Serikat ini sesungguhnya punya satu tujuan sangat sederhana, yaitu melawan stigma terhadap mereka yang (dianggap) kelebihan berat badan. Kalau mau lebih gamblang lagi, gerakan ini untuk menyadarkan, mereka pun berhak dan layak hidup tenang, tanpa harus menerima perlakuan buruk.
Mungkin kamu akan bilang, gerakan semacam ini hanyalah akal-akalan orang gemuk untuk tidak memperbaiki diri. Meskipun ada yang sudah merasa nyaman dengan bentuk tubuh sendiri, gerakan ini tidak melarang mereka yang masih mau berusaha menurunkan berat badan, apa pun alasan yang digunakan. Dengan demikian, asumsimu sama sekali tidak relevan.
Pahami Penyebab Gemuk Bisa Beraneka Ragam
Sebenarnya masalah kegemukan tidak melulu karena makan terlalu banyak maupun kurang berolahraga. Ada beberapa kemungkinan penyebab lain seseorang mengalami kegemukan dalam hemat saya:
1. Faktor genetik
Faktanya, tidak semua orang bisa menurunkan atau menaikkan berat badan dengan mudah. Contoh, aku pernah makan sate bareng seorang kawan yang sangat kurus. Aku hanya pesan lima tusuk dan satu lontong, sedangkan ia 20 tusuk (karena sedang ikut program pengembangan massa otot).
Kelanjutannya bisa ditebak. Karena terbiasa stereotyping, si tukang sate memberikan 20 tusuk sate untuk saya, sementara kawan mendapatkan pesanan saya. Sesudah makan pun, kawan tetap kurus, sementara saya sedikit bertambah gemuk.
2. Pertambahan usia
Pernah dengar kalau metabolisme tubuh akan menurun seiring bertambahnya usia? Mungkin mereka sudah berusaha tetap hidup sehat, meski ukuran badan tidak bisa mengecil kembali seperti sewaktu muda dulu.
3. Kurang tidur
Penyebabnya juga tidak selalu masalah manajemen waktu. Contoh: kamu bekerja di perusahaan yang rajin memberi karyawan mereka overtime. Mungkin kamu juga sedang harus menjaga anggota keluarga yang sakit. Contoh paling nyata lainnya, ibu rumah tangga yang praktis mengurus rumah tangga dan membesarkan anak nyaris 24 jam nonstop, sementara suaminya? Jangan tanya.
4. Stres
Stres dapat memicu kenaikan hormon kortisol, yang justru menambah nafsu makan meskipun sedang tidak benar-benar lapar. Memangnya kamu mau tanggung jawab? Masalah mereka sudah banyak. Jangan kamu tambah lagi dengan sikap sok tahu kamu soal kondisi tubuh mereka.
5. Gangguan hormonal
Pernah dengan hipotiroid yang diderita Oprah Winfrey, sehingga ia tidak mungkin kurus? Itu adalah gangguan hormonal berupa kelenjar tiroid yang gagal menghasilkan cukup hormon Ini harus ditangani dokter secara khusus, nggak bisa asal diet atau olahraga seperti asumsi kamu.
Selain itu, pernah dengan PCOS (polycystic ovary syndrome)? Gangguan hormonal yang dialami perempuan ini dapat menyebabkan kegemukan, tumbuhnya rambut atau bulu berlebih, hingga depresi. Siapa juga coba, yang mau punya sindrom seperti ini?
6. Depresi
Aku pernah membaca “The Second Assault”, artikel analisis penyintas kekerasan seksual yang ditulis oleh Olga Khazan dan dimuat di The Atlantic. Ternyata, sekitar 57 ribu penyintas otomatis menggemuk. Sedihnya, ada yang sengaja menggemukkan diri dengan alasan biar tidak didekati laki-laki. Mereka berasumsi laki-laki biasanya tidak tertarik dengan perempuan gemuk.
Melihat fakta-fakta di atas, saran saya, tidak usah berlindung di balik alasan “sekadar mengingatkan” atau “raising health awareness” saat merundung orang. Bilang saja kamu hanya ingin merundung orang gemuk karena butuh perasaan superior. Bahwa badanmu lebih bagus dan merasa hidupmu lebih sehat. Intinya, kamu sama sekali tidak peduli dengan mereka.
Bisa jadi mereka mengalami masalah-masalah di atas dan sedang berusaha menerapkan gaya hidup lebih sehat. Cuma, mereka tidak merasa perlu laporan ke kamu atau siapa pun di media sosial. Lagipula, fatshaming tidak akan otomatis bikin orang kurus – apalagi dalam sekejap. Jadi, bisa enggak, berhenti bersikap sok tahu dengan masalah kegemukan?
Comments