Pada suatu siang tahun 2020, dalam guyuran hujan di Yogyakarta, Indonesia, saya berkesempatan berbincang dengan Vivian Idris, pendiri Biru Terong Initiative yang baru-baru ini bergabung dengan Video4Change Network.
Sambil tetap menjaga jarak, ditemani dengan beberapa pisang goreng yang enak dan sepoci teh jahe panas di antara kami, Vivian menjelaskan apa itu Biru Terong. Namun, bahkan sebelum saya mengajukan pertanyaan, dia memulai dengan mengungkapkan betapa senangnya dia dapat bergabung dengan Video4Change Network.
“Sejak bergabung dengan Impact Toolkit Co-Creation Lab di Jakarta tahun 2019 lalu, saya merasa pekerjaan kami di Biru Terong sangat terkait dengan Video4Change. Waktu itu saya menemukan, ada jaringan organisasi yang memiliki kesamaan pandangan, di mana semuanya menggunakan kekuatan video untuk mengangkat masalah sosial dan menciptakan perubahan. Saat Biru Terong dapat menjadi bagian dari jaringan itu dan saya bertemu dengan orang-orang hebat lainnya, ini pengalaman yang benar-benar menarik dan membangkitkan semangat dan antusiasme.”
Egbert Wits: Video apa yang telah dikerjakan oleh Biru Terong yang menurut Anda harus ditonton oleh para pendukung Video4Change?
Vivian Idris: Akhir-akhir ini, tim kami bekerja sama dengan PEKKA, sebuah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan para perempuan kepala keluarga di Indonesia. Kami telah menggunakan video untuk mendokumentasikan bagaimana perempuan berjuang mencari nafkah sambil menemukan cara-cara kreatif untuk berkontribusi secara ekonomi untuk keluarga mereka. Pemutaran rekaman kami memungkinkan kami untuk menunjukkan kepada para perempuan di berbagai wilayah di Indonesia melakukan dan mendiskusikan apa yang dapat dipelajari dari praktik perempuan-perempuan lain.
Bagaimana Anda mempraktikkan Video4Change dalam pekerjaan Anda?
Kami menggunakan video untuk menangkap realitas sosial-ekonomi kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan menggunakan rekaman tersebut untuk memicu dialog dan pembelajaran. Dengan melibatkan para perempuan dalam proses produksi, mereka menjadi lebih sadar dan kritis akan situasi mereka, serta lebih terbuka dan berani untuk melangkah dan menuntut perlakuan yang lebih baik atau hak yang lebih setara.
Baca juga: 75 Tahun Indonesia Merdeka, Masyarakat Adat Masih Berjuang untuk Kesetaraan
Unsur lain dari karya Biru Terong adalah dokumentasi pengetahuan lokal dan tradisional yang banyak hilang dikarenakan meninggalnya para tetua. Mendokumentasikan pengetahuan ini tidak hanya untuk tujuan pengarsipan. Faktanya, ini juga sangat relevan dengan cara hidup kita saat ini.
Kami menyaksikan kebangkitan kesadaran global bahwa praktik kearifan lokal terbukti lebih berkelanjutan untuk kehidupan di bumi, bermanfaat bagi kesehatan dan kebahagiaan kita, dan dapat memberi kita banyak pelajaran dalam praktik ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih adil ... dan itu bahkan tidak membahas aspek spiritual.
Cerita seperti apa yang menurut Anda perlu lebih banyak diangkat?
Kisah tentang perempuan-perempuan di posisi yang kurang beruntung yang berjuang mempertahankan diri dan keluarganya, sambil menantang unsur-unsur berbahaya dari budaya yang didominasi laki-laki yang masih ada di banyak tempat di seluruh dunia.
Satu hal apa yang ingin Anda bagikan dengan komunitas Video4Change Network?
Saat membuat video, cobalah untuk menekan ambisi Anda sementara. Alih-alih, cobalah untuk fokus dan temukan inspirasi dari apa yang Anda temui di lapangan. Di mana pun, ada orang-orang yang mengerjakan sesuatu dengan luar biasa, tapi tidak terlihat. Ini adalah kisah-kisah, sering kali dialami perempuan, tetapi terkadang juga laki-laki, yang perlu ditangkap karena potensi mereka untuk menginspirasi tidak terbatas.
Baca juga: KemenPPPA Kembangkan Model Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
Apa rencana Anda untuk Biru Terong Initiative selanjutnya?
Kami menantikan kolaborasi potensial dengan anggota Video4Change Network lainnya, tetapi saya menyadari kami harus bersabar sampai pandemi ini berakhir. Sementara itu, kami melanjutkan pekerjaan kami dengan PEKKA. Secara pribadi, saya membimbing komunitas muda pembuat film di Kendal, Jawa Tengah, untuk memperkuat keterampilan membuat video mereka.
Dan kalau ada yang bertanya-tanya, bukankah nama organisasi Anda itu artinya Terong Biru?
Haha, ya, secara harfiah memang begitu. Namun nama tersebut sebenarnya menggambarkan warna tertentu yang sering digunakan dalam tradisi adat menenun yang saya dokumentasikan di Sulawesi Tengah dan Selatan. Warnanya ungu muda yang indah, warna menginspirasi yang dikenakan oleh para perempuan kuat.
Artikel yang ditulis Egbert Wits ini berdasarkan Video4Change Network, sebuah asosiasi organisasi yang memanfaatkan video untuk mengatalisasi isu hak asasi manusia, keadilan sosial, dan perubahan lingkungan. Kisah dari artikel ini diedit dan diterbitkan ulang di Global Voices sebagai bagian perjanjian berbagi konten dengan EngageMedia.
Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris di Global Voices, sebuah komunitas internasional dengan ragam bahasa untuk para blogger, jurnalis, penerjemah, akademisi, dan aktivis HAM. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Jasmine Floretta V.D.
Comments