Gender sering disamakan dengan jenis kelamin–oleh para peneliti dan juga oleh mereka yang diteliti, terutama di bidang kesehatan. Baru-baru ini, saya menelusuri sebuah basis data riset kesehatan dan mencari makalah dengan kata “gender” pada judulnya. Dari 10 judul artikel yang muncul di daftar halaman awal, seluruhnya menggunakan kata “gender” sebagai sinonim dari jenis kelamin.
Meski gender dapat dihubungkan dengan jenis kelamin, namun ini adalah konsep yang sangat berbeda. Gender secara umum dipahami sebagai konstruksi sosial, dan dapat berbeda tergantung masyarakat dan budayanya. Di sisi lain jenis kelamin ditentukan oleh kromosom dan anatomi–yang diberi label laki-laki atau perempuan. Termasuk di dalamnya adalah orang-orang interseks yang tubuhnya biasanya tidak tipikal laki-laki atau perempuan, mereka sering kali memiliki karakteristik kedua jenis kelamin tersebut.
Para peneliti kerap berasumsi bahwa semua orang yang merupakan perempuan secara biologis akan lebih mirip satu sama lain daripada dengan orang-orang yang merupakan laki-laki secara biologis, dan mengelompokkan mereka bersama dalam studi-studi mereka. Para peneliti tidak mempertimbangkan variasi jenis kelamin–dan peran sosial yang berkaitan dengan gender serta kendala-kendala yang mempengaruhi kesehatan mereka. Riset ini menghasilkan kebijakan dan rencana perawatan yang homogen.
‘Maskulin?’ ‘Cisgender?’ ‘Gender cair?’
Penggunaan istilah “gender” pada awalnya dikembangkan untuk mendeskripsikan orang-orang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan jenis kelamin biologis mereka. John Money, pelopor penelitian gender, menjelaskan: “Identitas gender adalah perasaan atau keyakinan Anda sendiri tentang kelelakian atau keperempuanan ; dan peranan gender adalah stereotip budaya tentang apa yang maskulin dan feminin.”
Sekarang terdapat banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan gender–beberapa dari istilah-istilah yang paling awal yang digunakan adalah “feminin,” “maskulin”, dan “androgini” (kombinasi dari karakteristik maskulin dan feminin).
Definisi gender yang lebih mutakhir termasuk “Bigender” (mengekspresikan dua identitas gender yang berbeda), “gender fluid atau gender cair” (berubah-ubah di antara perilaku gender yang feminin atau maskulin tergantung situasi), dan “agender” atau “tidak terdiferensiasi” (seseorang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan gender tertentu atau tanpa gender). Jika gender seseorang konsisten dengan jenis kelamin mereka (misalnya seorang perempuan secara biologis yang feminin) mereka disebut sebagai “cisgender.”
Gender tidak memberitahu kita tentang orientasi seksual. Contohnya, seorang perempuan (jenis kelaminnya) feminin (gendernya) mungkin dapat mendeskripsikan dirinya sebagai heteroseksual atau sebagai salah satu dari spektrum LGBTIQIA (lesbian, gay, biseksual, transgender, queeratau questioning, interseks and aseksual atau sejenis). Hal ini juga berlaku untuk seorang laki-laki feminin.
Femininitas dapat mempengaruhi jantung Anda
Ketika gender diukur hubungannya dengan penelitian mengenai kesehatan, label “maskulin”, “feminin”, dan “androgini” secara tradisional telah digunakan.
Penelitian menunjukkan bahwa hasil kesehatan tidak serba sama untuk setiap jenis kelamin, artinya tidak semua perempuan biologis memiliki kerentanan yang sama terhadap penyakit dan begitu pula dengan laki-laki biologis.
Gender adalah satu dari beberapa hal yang dapat memengaruhi perbedaan ini. Misalnya, ketika gender dari para partisipan dipertimbangkan, “skor femininitas yang lebih tinggi pada laki-laki, contohnya, dikaitkan dengan lebih rendahnya insiden penyakit jantung koroner … (dan) kesehatan perempuan dapat terganggu ketika perempuan mengadopsi perilaku dunia kerja yang secara tradisional dipandang sebagai maskulin.”
Dalam studi lain, kualitas hidup laki-laki dan perempuan androgini dengan penyakit Parkinson lebih baik. Dalam penelitian kardiovaskular, seseorang yang lebih maskulin mempunyai risiko lebih besar untuk terserang penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang lebih feminin. Dan penelitian tentang pasien kanker menunjukkan bahwa ketika para pasien dan orang-orang yang merawat pasien memiliki risiko depresi lebih rendah untuk mereka yang feminin atau androgini jika dibandingkan dengan mereka yang maskulin dan tidak terdiferensiasi.
Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, banyak peneliti kesehatan tidak mengukur gender, terlepas dari ketersediaan alat ukur dan strategi untuk melakukannya. Mereka mungkin mencoba untuk menebak gender berdasarkan jenis kelamin dan atau penampilan orang. Namun jarang sekali mereka bertanya kepada orang-orang (mengenai gender mereka).
Alat ukur untuk para peneliti
Alat pengukuran gender dengan cara laporan mandiri (SR-Gender) yang saya kembangkan, dan pertama kali digunakan dalam studi tentang penuaan, adalah salah satu alat pengukuran sederhana yang dikembangkan khusus untuk penelitian kesehatan.
SR-Gender mengajukan pertanyaan sederhana: “Seringnya Anda menggambarkan diri Anda…?” dan beberapa pilihan jawabannya: “"Sangat feminin,” “kebanyakan feminin,” “perpaduan maskulin and feminin,” “bukan maskulin maupun feminin,” “kebanyakan maskulin,” “sangat maskulin” atau “lainnya.”
Pilihan untuk menjawab “lainnya” ini penting dan merefleksikan evolusi gender yang terus berubah-ubah. Karena ada pilihan gender “lainnya”, pengukuran gender mandiri ini dapat disesuaikan untuk merefleksikan kategori-kategori yang berbeda ini.
Penting untuk dicatat bahwa SR-Gender bukan ditujukan untuk penelitian mendalam mengenai gender, tapi untuk penelitian kesehatan dan atau kedokteran, di mana ini dapat digunakan sebagai tambahan, atau sebagai pengganti, kategori jenis kelamin.
Menggunakan istilah gender untuk menjelaskan jenis kelamin hanya memperkeruh pemahaman kita. Memasukkan gender sesungguhnya dari partisipan penelitian dan jenis kelamin mereka dalam penelitian yang terkait kesehatan akan memperkaya pemahaman kita tentang berbagai macam penyakit.
Dengan meminta seseorang bercerita kepada kita tentang gender dan jenis kelamin mereka, para peneliti kesehatan mungkin dapat lebih memahami mengapa orang-orang mengalami sakit dan penyakit dengan cara yang berbeda-beda.
Lisa F. Carver adalah Post Doctoral Fellow di Queen's University dan Ageing + Communication + Technologies (ACT), Queen's University, Ontario, Kanada.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Comments