Sejak wabah COVID-19 terdeteksi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, Desember lalu, dunia seakan dilanda mimpi buruk. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan pandemi global pada 11 Maret 2020 dan hingga kini jumlah korban terus naik.
Sampai tulisan ini dibuat, hanya Cina dan Korea Selatan yang mampu menekan angka penyebaran wabah atau dikenal dengan istilah flattening the curve–meratakan kurva.
Seluruh pemimpin di penjuru dunia, di segala level pemerintahan, kini menghadapi tantangan untuk mengatasi dan mencegah wabah memburuk.
Saat rakyat kalut, dua wali kota perempuan–di dua negara berbeda, namun dalam krisis serupa–menunjukkan bagaimana memimpin di tengah krisis.
Lori Lighfoot, Wali Kota Chicago, Amerika Serikat, dan Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya, memimpin dengan menggunakan gaya bahasa retorika restoratif yang humanis dan strategis. Mereka dapat menjadi inspirasi para pemimpin tanah air dalam mengatasi krisis COVID-19.
Banyak orang meragukan kepemimpinan perempuan karena mereka dianggap tidak sekuat dan setegas laki-laki dalam mengambil keputusan. Tantangan kepemimpinan perempuan berbeda dengan laki-laki.
Berbagai riset dan survei menunjukkan bahwa perempuan harus berjuang keras sebagai pemimpin agar dianggap setara dengan laki-laki, yaitu dengan lebih menunjukkan integritas, kompetensi, dan kepemimpinan.
Wali Kota Lighfoot dan Risma (panggilan akrab Rismaharini), sama-sama memimpin kota besar dengan jumlah penduduk kurang lebih sama (Chicago 2,7 juta jiwa dan Surabaya 2,9 juta).
Saya melihat kedua wali kota ini menggunakan ciri komunikasi khas perempuan yang didasarkan pada tanggung jawab moral orang tua untuk melindungi, menghormati, dan memperhatikan keluarga serta komunitas, namun diikuti dengan ketegasan dalam kebijakan.
Dua pemimpin ini menggunakan gaya komunikasi yang peneliti komunikasi sebut sebagai retorika restoratif.
Donyale R. Griffin-Padgett, peneliti komunikasi dari Wayne University, dan Donnetrice Allison, peneliti komunikasi dari Stockton University, mengajukan konsep gaya komunikasi retorika restoratif sesudah mengkaji gaya bahasa Wali Kota New York, Rudolph Guilani, dalam situasi krisis pasca serangan terorisme 11 September 2001, dan Wali Kota New Orleans, Ray Nagin, dalam badai Katrina di tahun 2005 .
Gaya komunikasi ini menggabungkan komunikasi strategis dan komunikasi humanis. Komunikasi strategis, yaitu komunikasi langkah-langkah kebijakan dilakukan untuk untuk mengantisipasi dampak krisis dan mengembalikan rasa aman pada masyarakat; sementara komunikasi humanis fokus pada kebutuhan dasar masyarakat seperti makanan, tempat tinggal, air bersih, dan kesehatan.
Gaya komunikasi Lightfoot
Lighfoot merupakan perempuan berkulit hitam pertama dalam sejarah kota Chicago yang terpilih sebagai wali kota melalui pemilihan umum pada April 2019. Ia mewarisi beraneka ragam persoalan perkotaan, seperti tingginya angka kriminalitas, korupsi, imigran, dan defisit anggaran. Belum genap satu tahun memimpin, krisis pandemi muncul.
Lighfoot berbicara kepada warga Chicago pada 19 Maret 2020 menyiapkan kota sebelum angka kasus di Amerika melonjak drastis. Lewat layar kaca, ia menerangkan langkah-langkah menghadapi krisis COVID-19, misalnya kebijakan stay-at-home atau tinggal di rumah ketimbang lockdown (karantina wilayah) dan penutupan sekolah. Lightfoot juga memerintahkan social distancing minimal 1 meter guna mencegah penyebaran virus.
Ia menyemangati warga bahwa dalam sejarahnya, Chicago tidak pernah ambruk melampaui berbagai cobaan berat seperti the Great Chicago Fire, kebakaran besar yang melanda jantung kota Chicago pada 1871.
Selain mengubah sebuah gedung pertemuan–yang terbesar seantero Amerika Utara–menjadi fasilitas kesehatan, ia memaparkan beberapa langkah strategis, seperti memastikan warga tidak akan terusir karena tidak dapat membayar uang sewa apartemen atau cicilan rumah, dan menjamin pelayanan dasar seperti air bersih dan ketersediaan makanan.
Baca juga: Konferensi Iklim Didominasi Laki-laki, Saatnya Tingkatkan Keterlibatan Perempuan
Untuk membantu perekonomian warga, Lightfoot menawarkan berbagai skema bantuan keuangan untuk mengurangi kesulitan pebisnis kecil. Bermitra dengan swasta, pemerintah Chicago menjanjikan paket pinjaman usaha ataupun subsidi bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja akibat krisis COVID-19.
Kasus penyebaran COVID-19 di wilayah Chicago telah meningkat tajam dari hanya 422 kasus dan 19 kematian per 19 Maret menjadi 5.057 dan 73 kematian per 31 Maret 2020.
Gaya Risma
Di Surabaya, Risma sedang menjabat untuk kedua kalinya setelah terpilih kembali di tahun 2015. Selama masa kepemimpinan Risma, Surabaya telah berubah menjadi kota hijau, bersih, penuh dengan taman-taman.
Risma merupakan figur pemimpin kontroversial. Di tengah derasnya penghargaan dalam maupun luar negeri, kebijakan Risma seperti penutupan tempat lokalisasi menuai kecaman para aktivis perempuan dan kemanusiaan.
Berbeda dengan Lightfoot, Risma menghadapi pandemi di tahun terakhir masa jabatan yang akan berakhir pada Februari 2021. Sejak Januari, Risma menyiapkan masker dalam jumlah besar untuk didistribusikan ke kelurahan, pembagian hand sanitizer untuk pengguna kendaraan umum, pembangunan ratusan wastafel baru di berbagai fasilitas publik untuk sanitasi warga.
Dalam wawancara dengan Kompas TV pada 17 Maret–dua minggu setelah kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan, Risma telah menginstruksikan seluruh elemen masyarakat, pemangku kepentingan, untuk membuat protokol meminimalisir penyebaran virus.
Adapun isi protokol antara lain upaya peningkatan sanitasi warga, penghindaran keramaian dan perjalanan, dan kesiapan tenaga medis beserta fasilitas menghadapi penyebaran virus.
Risma juga mendatangi warga untuk menenangkan dan memberitahu pemerintah kota tidak akan memberlakukan lockdown karena akan berdampak pada warga ekonomi lemah.
Baca juga: Peran Vital Ibu Rumah Tangga dan Petani Perempuan dalam Aktivisme Lingkungan
Ia juga memerintahkan pembukaan command center 112 , penyemprotan disinfektan ke sekolah dan instansi layanan publik, pemeriksaan infeksi virus gratis, serta pemenuhan kebutuhan asupan gizi warga miskin dengan dapur umum dan pembagian makanan.
Sejak 20 Maret 2020, Kota Surabaya menjadi zona merah penyebaran virus corona di Jawa Timur. Kasus meningkat dari 13 orang menjadi 41 orang per 30 Maret 2020.
Di depan menjadi teladan
Krisis pandemi COVID-19 bukanlah sekedar krisis manajemen dalam organisasi, ataupun bencana alam biasa.
Pola komunikasi pemimpin dalam situasi krisis tidak dapat dilakukan dengan penuh emosi, menyalahkan pihak tertentu demi menyelamatkan muka, ataupun menawarkan kebijakan tanpa kejelasan. Semua ini hanya akan menciptakan kecemasan sosial (social distress) berkepanjangan warga.
Gallup, perusahaan analisa dan konsultasi AS, menerbitkan hasil sebuah kajian pada Maret 2020 yang menggarisbawahi beberapa kualifikasi pemimpin efektif yang dapat menumbuhkan kepercayaan, welas asih, stabilitas, dan harapan di situasi krisis. Semua karakter ini ada dalam gaya dan pola komunikasi retorika restoratif.
Lighfoot dan Risma telah menunjukkan bagaimana pemimpin perempuan di tingkat lokal menggunakan retorika restoratif demi menumbuhkan kepercayaan warga di tengah krisis.
Gaya kepemimpinan dan pola komunikasi kedua wali kota memperlihatkan keberpihakan pada rakyat. Kinerja dua perempuan ini seharusnya bisa menginspirasi pemimpin-pemimpin lain yang masih gamang menyikapi pandemi.
Aisha Amelia Yasmin berkontribusi pada penerbitan artikel ini.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Comments