Women Lead Pendidikan Seks
September 08, 2021

Konten Tak Layak Tonton Anak Banyak di YouTube, Bagaimana Menghadapinya?

Banyak konten kartun atau hal yang disukai anak lainnya berseliweran di YouTube dan ternyata mengandung unsur tidak layak tonton anak.

by Joanne Orlando
Lifestyle
kebocoran data pribadi
Share:

Konten-konten yang tak layak tonton bagi anak di bawah umur kian banyak ditemukan. Dan memprihatinkannya, hal ini semakin mudah diakses seiring banyaknya penggunaan gawai oleh bocah.

Bayangkan seorang bocah umur tiga tahun di depan layar menonton Peppa Pig (karakter TV favoritnya) digantung—korban gerombolan main hakim sendiri. Ketika video berlanjut, anak itu melihat Peppa memaki-maki secara eksplisit, dengan brutal membacoki saudaranya; dan kemudian keluarga Peppa melakukan adegan seks yang terilhami novel dewasa 50 Shades of Grey.

Parodi dan konten anak-anak online yang tidak resmi adalah sebuah isu yang belum lama ini diangkat penulis James Bridle dalam artikelnya “Something is wrong on the internet”.

Baca juga: Penyebaran Konten Intim dan Jalan Panjang Korban Dapatkan Keadilan

Audit yang saya lakukan terhadap video-video itu menunjukkan bahwa dalam cara yang ganjil, sebetulnya mereka selaras dengan tingkat perkembangan anak kecil. Ini membantu kita memahami mengapa video-video itu mendapatkan begitu banyak penonton.

Meski begitu, pesan-pesan tidak pantas dan tidak aman yang mereka sampaikan kepada anak-anak memiliki implikasi mencemaskan. Menyadari dan mengambil beberapa langkah penting bisa membantu meminimalkan pengalaman-pengalaman ini dalam keluarga kamu.

Apa yang Ditonton Anak-anak

Anak-anak yang masih belia dengan cepat menjadi pengguna intens internet, termasuk menonton video online. Meskipun banyak video yang sesuai, video-video lain menggunakan metode curang yang kurang ajar untuk menangguk untung dari audiens muda dan mereka yang mudah menerima apa saja.

Pengalaman saya menunjukkan bahwa video-video itu masuk dalam tiga kategori.

  1. Video kartun parodi:Kategori ini menampilkan karakter-karakter terkenal dalam situasi kekerasan atau tidak patut. Misalnya, ada video-video Elsa (dari Frozen, film produksi Disney) yang marah-marah dan menggunakan senapan mesin, dan karakter-karakter Paw Patrol (sebuah tayangan Nickelodeon yang populer di kalangan anak-anak prasekolah) mengunjungi kompleks pelacuran.
  2. Gambaran yang meresahkan:Klip-klip lain menampilkan gambaran, karakter atau alur cerita yang meresahkan. Termasuk dalam kategori ini, misalnya, Dad Punches Kid in Face, sebuah video yang menampilkan seorang ayah menonjok muka anaknya yang masih kecil karena “nakal”.
  3. Iklan terselubung:Tak kalah mencemaskan, video-video lain memunculkan taktik iklan terselubung untuk membujuk anak-anak agar membeli produk-produk baru. Misalnya, Ryan’s Toy Review adalah salah satu saluran video semacam itu dengan lebih dari empat miliar penonton. Walaupun muatan video-vidoe dalam kategori ini pada umumnya tidak mengandung unsur kekerasan atau seksual, tontonan ini sama saja dengan mendudukkan anak-anak di depan iklan tiada henti dari hari ke hari.

Mengapa Anak-anak Menonton Video-video Itu?

Bagaimana anak-anak terlibat dengan video-video online bermasalah ini bisa membingungkan dan mencemaskan bagi orang tua. Meski begitu, ketika ditempatkan dalam konteks apa yang kita ketahui tentang karakteristik-karakteristik perilaku kunci anak-anak ketika mereka berkembang, sebetulnya itu tidak mengejutkan.

Video-video tersebut sering menampilkan sesuatu yang benar-benar diminati anak-anak—mainan, permainan, dan/atau karakter-karakter populer yang mereka tahu. Jika seorang anak adalah penggemar karakter-karakter itu, atau bahkan memiliki beberapa mainan yang ditampilkan dalam video, hubungannya akan lebih kuat lagi.

Banyak video yang menggambarkan kejadian-kejadian ganjil. Dari sebuah perspektif perkembangan anak, hal-hal yang tidak terduga—seperti orang dewasa mengenakan popok, atau karakter baik kesayangan mereka menjadi jahat—adalah sumber humor yang baik untuk anak-anak.

Banyak dari video-video itu yang berfokus pada pengambilan hadiah atau mainan baru dari sebuah kotak. Persis yang dikatakan setiap anak kepadamu di pagi Hari Natal, menebak apa yang ada dalam bingkisan adalah separuh kegembiraan. Tampaknya, bagi anak-anak, menerima hadiah mereka sendiri juga memunculkan kenangan-kenangan menggembirakan.

Beberapa video menampilkan pembawa acara anak-anak—anak-anak senang menonton teman-teman sebaya mereka di layar, dan mereka memperoleh kesenangan dari menonton orang lain membuka hadiah. Persoalannya, hal itu juga bisa memicu hasrat luar biasa dan ketidaksabaran menunggu mainan atau produk-produk tertentu tersebut.

Tiruan Mencurigakan dan Tanpa Filter

Betapapun menariknya bagi bocah, anak-anak menonton konten video yang tidak diproduksi oleh produser konten tepercaya. Yang mereka tonton adalah produk-produk tiruan yang diciptakan oleh pengguna anonim dengan nama-nama seperti Brick Man dan Melon Troll. Saluran-saluran internet permainan ini mencari algoritme untuk memutar secara otomatis video mereka begitu klip terakhir yang ditonton anak habis.

Walaupun anak berada dalam sebuah platform berbagi video untuk anak-anak, tidak lantas berarti semua konten tidak pantas akan disaring secara efektif. Misalnya, seorang anak mungkin mencari “Peppa Pig” dan video apa pun yang berjudul atau diberi label “Peppa Pig” muncul dalam daftar pencariannya. Berdasarkan pencarian awal, video-video yang disarankan pun bermunculan. Para orang tua menyatakan bahwa dalam video-video yang disarankan itulah konten yang mengkhawatirkan sering muncul.

Baca juga: Ria Ricis dan Perkara ‘Semua Demi Konten’

Video online adalah bisnis menggiurkan, dan untuk memanfaatkan proses ini, kini algoritme memberitahukan apa yang diproduksi. Tagar dan kata kunci sekarang memainkan peran besar dalam konten video.

Penelitian mutakhir menunjuk bahwa, akibatnya, anak-anak semakin sering melihat video-video yang mengandung iklan dan gambar-gambar merisaukan yang tidak bisa dibedakan dari program reguler.

Lapisan Etika

Sebuah pendekatan algoritmik menyingkirkan sebuah lapisan etika yang disertakan ketika manusia membuat keputusan dalam produksi konten.

YouTube Kids adalah sebuah situs sangat populer di mana anak-anak menonton video-video tersebut, dan pemilik situs itu, Google, berjanji membenahi algoritmenya. Google menyatakan bahwa di antara sekian perubahan yang lain, dalam pekan terakhir ia menghentikan lebih dari 50 saluran dan membuang ribuan video berdasarkan Community Guidelines (Panduan Komunitas) mereka yang baru direvisi.

Isu lain yang perlu ditangani adalah memungkinkan opsi mematikan video rekomendasi yang diputar secara otomatis.

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?

Lebih dari 300 jam konten diunggah di YouTube setiap menit, yang menjadikan masalah ini sulit ditangani. Perubahan-perubahan dari Google tampaknya membutuhkan waktu.

Karena itulah penting bagi para orang tua untuk menggunakan berbagai strategi dalam melindungi keluarga mereka. Lima langkah yang bisa ditempuh orang tua saat ini adalah:

  1. Melaporkan dan memblokir apa saja yang tidak patut,
  2. Menginstal pemblokir iklan (sangat mudah dilakukan dan gratis),
  3. Aktifkan mode terbatas
  4. Gunakan daftar putar video personal persis seperti daftar putar musik),
  5. Tontonlah video online bersama anakmu (tidak perlu semua dari setiap video,tetapi cukup untuk menjadi familier dengan cara mereka menonton).

Dunia online adalah sebuah keadaan inovasi konstan, tetapi itu bisa menjadi bagian positif kehidupan jika kita mengamati perubahan-perubahan yang terjadi, memahami efeknya pada pengguna dan menangani kekhawatiran.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Joanne Orlando adalah peneliti di bidang Technology and Learning, Western Sydney University.