Sebuah laporan baru yang dirilis hari ini menemukan bahwa respons global terhadap pandemi COVID-19 memiliki konsekuensi yang begitu mencolok dan tidak diinginkan pada layanan tuberkulosis (TB), melalui penutupan wilayah dan pembatasan pada layanan diagnosis, pengobatan dan pencegahan yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah kasus dan kematian pasien TB selama lima tahun ke depan; setidaknya lima tahun perkembangan respons TB akan musnah. Model analisis yang dirilis oleh Stop TB Partnership menunjukkan bahwa di bawah penutupan wilayah selama tiga bulan dan restorasi layanan selama 10 bulan berkepanjangan, dunia dapat menyaksikan 6,3 juta kasus TB tambahan antara tahun 2020 dan 2025 dan tambahan 1,4 juta kematian pasien TB pada periode bersamaan.
“Kita tidak pernah belajar dari kesalahan. Selama lima tahun terakhir, TB, penyakit pernapasan, tetap menjadi penyakit menular mematikan terbesar karena 'agenda TB' secara konsisten menjadi kurang nampak di hadapan prioritas lainnya, ”papar Dr. Lucica Ditiu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership. “Saat ini, pemerintah menghadapi jalur yang menyiksa, menavigasi antara bencana COVID-19 yang akan segera terjadi dan wabah TB yang telah berlangsung lama. Tetapi memilih kembali untuk mengabaikan TB akan menghapus setidaknya setengah dekade kemajuan yang tengah susah payah diperoleh untuk melawan infeksi paling mematikan di dunia dan membuat jutaan lebih masyarakat sakit.”
Studi baru ini diinstruksikan oleh Stop TB Partnership bekerja sama dengan Imperial College, Avenir Health dan Johns Hopkins University, dan didukung oleh USAID. Pemodelan dibangun berdasarkan asumsi yang diambil dari penilaian singkat yang dilakukan oleh The Stop TB Partnership tentang dampak pandemi COVID-19 dan tindakan-tindakan terkait respon penyakit TB di sebanyak 20 negara dengan TB beban tinggi — mewakili 54% dari beban penyakit TB di tingkat global.
Pemodelan difokuskan pada tiga negara dengan beban tinggi — India, Kenya, dan Ukraina — dan melakukan perkiraan yang diekstrapolasi dari negara-negara tersebut untuk membangun estimasi global mengenai dampak COVID-19 terhadap penyakit TB. Para penulis mencatat bahwa model dapat direplikasi di negara lain mana pun dan bahwa temuan tersebut dapat digunakan oleh negara-negara untuk membuat keputusan dan permintaan dana keuangan yang ditopang oleh data.
TB adalah sebuah penyakit pernapasan yang terabaikan yang masih membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya, jumlahnya melebihi penyakit-penyakit menular lainnya. Insidensi dan kematian akibat TB telah menurun secara konsisten selama beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari kegiatan intensif yang dilakukan negara-negara dengan beban tinggi untuk mendapati pasien pengidap TB.
Pada 2018, selama Pertemuan Tingkat Tinggi Majelis Umum PBB (UNGA) tentang TB, Kepala-Kepala Negara dan pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan respon TB secara signifikan. Tahun 2018 ini menghasilkan penambahan identifikasi sebanyak 600.000 orang yang dapat mengakses perawatan TB. Pada 2019, kami juga melihat kemajuan yang sangat menjanjikan. Pandemi COVID-19, terutama mengingat langkah-langkah mitigasi yang diterapkan, telah terbukti menjadi satu langkah kemunduran besar dalam mencapai target UNGA, karena deteksi kasus TB telah menurun secara menggemparkan, perawatan sering kali tertunda dan risiko gangguan terhadap pengobatan dan potensi meningkatnya pasien terjangkit TB yang resistan terhadap obat-obatan semakin melonjak.
Menurut penelitian terbaru, melalui metode penutupan selama tiga bulan dan pemulihan layanan selama 10 bulan berkepanjangan, insiden penyakit TB di tingkat global dan kasus kematian pada tahun 2021 akan melampaui tahapan terakhir yang nampak di antara tahun 2013 dan 2016, yang menyiratkan kemunduran dalam upaya memerangi penyakit TB setidaknya lima hingga delapan tahun ke depan.
Untuk meminimalkan dampak pandemi COVID-19 terhadap penyakit TB, menyelamatkan jutaan nyawa dan mengembalikan dunia kepada jalur yang tepat untuk mencapai target UNGA, pemerintah nasional perlu mengambil tindakan sesegera mungkin untuk memastikan keberlangsungan layanan diagnostik, pengobatan dan pencegahan TB selama periode penutupan dan melakukan upaya mengejar ketertinggalan secara masif untuk terlibat aktif mendiagnosis, melacak, mengobati dan mencegah TB.
Stop TB Partnership dan para mitra menyerukan kepemimpinan seluruh negara - terutama mereka dengan beban TB tertinggi - untuk memastikan keberlangsungan tanggapan TB pada masa COVID-19, hendaknya mengambil langkah-langkah proaktif yang mencakup mereka yang paling rentan dan menyediakan perlindungan terhadap kelangkaan ekonomi, isolasi, stigma dan diskriminasi. Kami mendesak pemerintah untuk mengamankan sumber daya manusia dan finansial yang dibutuhkan demi lancarnya proses keberlanjutan layanan TB di tengah respon COVID-19.
Menyadari bahwa ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, Stop TB Partnership terus mendukung program dan mitra TB tingkat nasional melalui berbagai platform teknis, inovatif, dan platform berpusat pada masyarakat. Untuk memastikan akses terhadap sumber daya TB dan COVID-19, Stop TB Partnership berbagi tindakan, pengalaman, dan rekomendasi dari berbagai negara dan mitra melalui situs berdedikasi khusus TB dan COVID-19 dan baru saja menerbitkan peta interaktif meliputi situasi TB dan COVID-19 di setiap negara.
Comments