kutemukan November di kantong celana Oktober dalam keadaan panas dan lusuh.
kuselamatkan ia dari kematian menyedihkan seorang musuh.
bertahun-tahun lalu aku mengenalnya masih dingin dan basah
bersama seorang perempuan yang kelak memilih berpisah.
kutinggalkan November sendiri, karena ia perlu memulihkan diri.
ia pernah ada di puncak gunung, di tengah hutan, atau permukaan lautan, dan
bahkan di depan pusat-pusat kantor pemerintahan.
terakhir kali kudengar, November ada di sebuah kota yang jauh di timur Indonesia.
ya, ia memang senang menyendiri, seperti kota yang menutup diri.
kelak aku jadi bertanya-tanya, apakah November seorang menteri?
dan, jangan-jangan ia tidak bermaksud menyendiri
tetapi menjalankan sebuah misi.
ah, barangkali pemulihan diri hanyalah sebuah alibi.
aku jadi ingat ucapannya saat ia kutemukan, ‘jangan berasumsi tanpa ada bukti’
ketika itu, kukira hanya sekadar racauan.
tetapi sekarang setelah ia hampir menghilang, kalimat itu menghias di pikiran.
lantas aku jadi bertanya-tanya, lagi. mengapa aku baru sadar, ia terdengar seperti polisi?
ah, barangkali ia pernah membaca buku panduan 1001 cara menjadi polisi.
walau aku tahu, cukup satu hal yang perlu dipersiapkan ketika ingin menjadi polisi,
yaitu dompet yang penuh terisi.
November, kenapa kamu tidak cerita padaku?
atau aku yang lupa untuk memberitahumu soal itu?
baik. cukup. karena aku, ‘tidak mau berasumsi tanpa ada bukti’
aku tak yakin dalam tahun-tahun mendatang November bisa kutemukan.
jika benar ia menghilang, apakah aku harus beraksi dan bersaksi dengan berpakaian hitam-hitam
seperti seorang ibu tua yang menunggu anaknya,
setiap hari Kamis di depan istana merdeka?
November, anak itu belum pulang. mungkin sepertimu. hilang. atau dihilangkan.
aku jadi bertanya-tanya, lagi dan lagi.
padahal aku ingin berhenti.
sebab November yang kukenal dingin dan basah,
kenapa sekarang kamu membuatku resah dan membangunkan banyak amarah?
31 Oktober 2019
Comments