Selamat Hari Anak Nasional. Mari kita #StopPerkawinanAnak Menikahkan anak bukan upaya perbaikan, tapi justru akan menghancurkan masa depan mereka. Perkawinan anak melanggar hak asasi anak, termasuk hak pendidikan, kesehatan, penghasilan, keselamatan, serta membatasi status dan peran anak. Anak-anak yang menikah berpotensi tinggi berhenti bersekolah. Selain itu, karena organ reproduksi anak perempuan belum berfungsi sempurna, perkawinan anak juga menyebabkan tingginya risiko kematian ibu dan bayi.
Kisah para putri digantikan dongeng pasangan yang secara implisit mempromosikan perkawinan anak.
Film “Suara Kirana” bercerita tentang remaja putri yang cita-citanya kandas karena menikah saat belajar di SMA.
Kendati batas usia kawin bagi perempuan telah dinaikkan, praktik perkawinan anak masih marak akibat longgarnya pemberian dispensasi kawin.
Peraturan Mahkamah Agung soal dispensasi perkawinan anak belum menjangkau semua hakim karena anggaran.
Hakim perlu mendengar keterangan anak sebelum memutuskan memberi dispensasi kawin yang diajukan oleh orang tua.
Mencegah pernikahan anak tidak cukup dengan hanya menaikkan batas usia minimum menikah, perlu ada akses terhadap pendidikan.
Hilangnya akses terhadap tanah dan mata pencaharian akibat konflik agraria turut menyumbang tingginya jumlah perkawinan anak.
Lembaga riset Rumah KitaB meluncurkan buku kajian fikih untuk mencegah perkawinan anak.
Pejabat pemerintah dan aktivis mendorong aturan yang tegas mengenai dispensasi menikah, yang telah mendorong perkawinan anak.