Setiap tahun, 4,8 juta anak lahir di Indonesia. Tingginya angka kelahiran ini menempatkan Indonesia pada urutan keempat—setelah Cina, India, dan Amerika Serikat—dengan populasi terbanyak, mencapai hampir 270 juta jiwa.
Akibat dari terganggunya layanan penyediaan kontrasepsi dan konsultasi Keluarga Berencana (KB) selama wabah COVID-19, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan akan ada tambahan hingga 500.000 kelahiran baru pada awal 2021.
Sejak pelaksanaan program KB mulai 1970, Indonesia telah berhasil menurunkan angka kelahiran total dari 5,7 (1960) menjadi 2,45 anak per keluarga pada awal 2020. Namun, capaian ini belum maksimal karena masih di atas target pemerintah yaitu 2,1 anak per keluarga.
Salah satu penyebab tingginya kelahiran di Indonesia adalah rendahnya jumlah akseptor KB di kalangan laki-laki, hanya 4,4 persen. Bandingkan dengan cakupan perempuan usia subur yang telah menjadi akseptor KB, mencapai 61,9 persen.
Angka akseptor laki-laki di Indonesia ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina (24 persen), Malaysia (16,8 persen), dan Thailand (9 persen). Data ini mencerminkan partisipasi laki-laki dalam program KB melalui penggunaan kontrasepsi belum dianggap lazim di Indonesia. Setidaknya ada tiga faktor utama yang menghambat implementasi kontrasepsi laki-laki di Indonesia.
Kognitif: Separuh laki-laki tidak ikut penyuluhan
Sosialisasi dan pelayanan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) telah mengubah pandangan masyarakat sehingga mereka ikut program KB. Keberhasilan program KB tidak dapat terlepas dari komitmen dan partisipasi aktif pihak suami maupun istri dalam keluarga.
Baca juga: 5 Alat Kontrasepsi untuk Perempuan dan Efek Sampingnya
Namun, sebuah penelitian di Kota Surabaya dan Madiun pada 2017 dengan 150 sampel menemukan bahwa sekitar setengah dari populasi laki-laki dalam penelitian tersebut tidak pernah mengikuti sosialisasi atau penyuluhan tentang KB. Ini karena mereka menganggap bahwa program tersebut ditujukan untuk kaum istri.
Ini merupakan salah satu masalah yang cukup mendasar dalam pelaksanaan kontrasepsi laki-laki yakni dari sisi pengetahuan (kognitif) laki-laki ihwal kontrasepsi itu sendiri.
Hasil riset ini juga menemukan banyak laki-laki yang belum mengetahui beberapa metode kontrasepsi yang dapat digunakan, seperti cara-cara alamiah (pantang berkala, sanggama terputus), penggunaan kondom, atau vasektomi. Padahal, untuk menciptakan suatu sikap yang positif tentang partisipasi laki-laki dalam program KB, dibutuhkan pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai kesehatan reproduksi dan kontrasepsi itu sendiri.
Psikologis: Gambaran keliru tentang seksualitas
Psikologi masyarakat mengenai kontrasepsi laki-laki di Indonesia berhubungan dengan aspek pengetahuan atau kognitif. Masih rendahnya tingkat pengetahuan akan peran laki-laki dalam program KB menimbulkan persepsi bahwa titik berat keberhasilan KB terletak pada pihak perempuan saja.
Kendala psikis lain yang juga cukup sering dialami para laki-laki usia subur adalah cara memandang diri sendiri jika mengikuti program kontrasepsi. Hal ini misalnya, dapat digambarkan dengan kekhawatiran akan menurunnya kemampuan seksual kemudian hari. Padahal, sebuah hasil riset menemukan bahwa para akseptor vasektomi tidak mengalami perubahan berarti dalam kemampuan seksualnya.
Banyak laki-laki yang belum mengetahui beberapa metode kontrasepsi yang dapat digunakan, seperti cara-cara alamiah, penggunaan kondom, atau vasektomi.
Secara sosial dan kultural, penggunaan kontrasepsi pada laki-laki masih sering dianggap tabu untuk dibicarakan dalam masyarakat. Terdapat pula beberapa mitos yang telah lama beredar di komunitas-komunitas, misalnya penggunaan kondom yang dipersepsikan hanya untuk penderita atau pencegahan penyakit HIV/AIDS maupun vasektomi yang sering dianggap menurunkan kejantanan.
Ekonomi: Operasi vasektomi mahal
Bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, harus diakui bahwa memang tidak mudah untuk mengakses jenis kontrasepsi tertentu seperti vasektomi. Meski prosedur medisnya tergolong sederhana, biayanya lumayan mahal, mulai sekitar Rp2 juta. Beberapa pemerintah daerah juga menganggarkan untuk operasi vasektomi, tapi biasanya hanya puluhan orang per tahun yang bisa dibiayai dan sering kali tidak berkelanjutan.
Selain itu, pelayanan vasektomi juga masih terbatas di beberapa kota atau kabupaten saja sehingga belum semua kalangan masyarakat dapat mengakses kontrasepsi jenis ini. Untuk mengatasi biaya ini, Dinas Kesehatan dan petugas kesehatan perlu menyosialisasikan bahwa layanan vasektomi ditanggung dalam BPJS Kesehatan.
Sejauh ini, pilihan kontrasepsi laki-laki memang masih terbatas. Alat kontrasepsi yang paling popular bagi laki-laki adalah kondom, yang peredarannya di Indonesia mencapai 180 juta bungkus per tahun.
Penelitian dan uji coba kontrasepsi laki-laki—baik berbasis hormonal maupun tidak—masih terus dilakukan di berbagai negara. Beberapa kontrasepsi seperti Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance (RISUG) atau suntik laki-laki dan gel kontrasepsi bahkan telah memasuki fase uji klinis.
Baca juga: Istri-istri dalam Belenggu Kontrasepsi
Optimalkan pendidikan dan bimbingan pranikah
Banyaknya jumlah penduduk sebenarnya bisa membawa dampak positif bagi Indonesia karena dapat menyediakan tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga meningkatkan produktivitas negara pada masa depan. Namun, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi juga dapat menjadi beban bagi negara jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Hingga kini, belum ada materi spesifik untuk menyebarkan pesan-pesan pendidikan ihwal pentingnya peran laki-laki dalam program KB nasional baik dalam pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah maupun modul pra-nikah dari BKKBN.
Penyebaran informasi mengenai pentingnya peran laki-laki dalam program KB dapat dilakukan dalam bimbingan pranikah baik di Puskesmas, kantor pencatat pernikahan atau tempat ibadah. Bisa juga mengaktikfan kader-kader kesehatan di masyarakat. Mereka juga perlu menyosialisasikan pentingnya metode kontrasepsi laki-laki dan meluruskan berbagai mitos yang beredar selama ini. Penyampaian materi mengenai kontrasepsi laki-laki perlu dikemas secara ringan dan menarik, namun tetap mendalam agar dapat meyakinkan para suami sebagai target akseptor KB.
Bertepatan dengan peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia yang jatuh pada 26 September lalu, kita perlu mengevaluasi sejauh mana pemahaman dan penerapan metode kontrasepsi laki-laki di masyarakat untuk menuju Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Comments