Penyebaran informasi menyesatkan (hoax) terkait virus corona (COVID-19) tak terelakkan selama pandemi. Hingga Oktober 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah mencatat lebih dari 2.000 konten hoax terkait COVID-19 yang beredar di berbagai platform media sosial.
Beberapa hoax yang sempat menyebar soal virus corona antara lain bahwa “COVID-19 dapat diobati dengan bawang putih”, “virus corona menyebar melalui pandangan mata dan ponsel Cina”, dan “COVID-19 tidak lebih ganas daripada virus flu biasa”.
Juru bicara Satgas COVID-19, Reisa Broto Asmoro mengatakan, berdasarkan pengalamannya, hoax yang paling mencengangkan baginya adalah adanya teori konspirasi di balik pandemi COVID-19.
“Yang paling sering (menyebar), mengganggu, dan bikin perpecahan adalah apakah virus corona ini benar-benar ada. Jelas-jelas ada korbannya dan banyak yang meninggal dunia,” kata Reisa.
Ia berbicara dalam wawancara untuk podcast “Perempuan Lawan Pandemi” dengan tema “Ibu Sebagai Garda Terdepan Literasi Informasi Keluarga”, yang merupakan kerja sama antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Magdalene.
“Virus corona sudah ratusan tahun ada di bumi dan telah bermutasi. Pernah diprediksi bahwa kalau bermutasinya menjadi virus yang gampang banget menular dan mematikan, bisa bikin pandemi. Ternyata kan terbukti,” tambahnya.
Baca juga: Hoaks dan Misinformasi Soal Virus Corona yang Bikin Geleng Kepala
Menurut Reisa, ketidakpercayaan kepada otoritas, tenaga medis, dan pemerintah adalah salah satu penyebab penyebaran hoax virus corona. Dampaknya sangat fatal, yaitu pemahaman masyarakat yang tidak lengkap mengenai situasi dan prosedur medis yang tepat serta stigma terhadap rumah sakit dan tenaga medis.
Untuk meluruskan kabar bohong, Satgas COVID-19 telah melibatkan banyak pihak melalui berbagai saluran.
“Ada tim komunikasi yang mengedukasi langsung dari RT ke RT. Ada juga yang memberikan edukasi social media melalui Instagram dan tayangan-tayangan di YouTube,” ujar Reisa.
Satgas COVID-19 telah berulang kali menginformasikan bahwa apabila masyarakat ingin mendapatkan informasi yang tepat, mereka dapat mengakses situs web lawancovid19 atau covid19.go.id. Di kedua situs web itu terdapat tab hoaxbuster yang berisi pelurusan terhadap kabar palsu.
Ibu sumber literasi informasi
Sebagai bagian dari membangun literasi di masa pandemi, Satgas COVID-19 juga meluncurkan kampanye ingat pesan ibu. Reisa menuturkan, salah satu alasan pemilihan slogan tersebut karena akan lebih mudah diterima oleh masyarakat ketimbang, misalnya “ingat pesan pemerintah”. Terlebih lagi, anak-anak akan mendengarkan nasihat ibu.
Selain itu, keluarga adalah unit terkecil masyarakat sehingga penting bagi seorang ibu untuk memiliki pengetahuan memadai.
“Kalau ibu mendapatkan literasi yang kurang tepat, nanti salah kaprahnya (meluas) ke seluruh anggota keluarga. Memberikan edukasi kepada ibu adalah syarat utama supaya anak-anaknya mendapatkan informasi yang benar,” katanya.
Baca juga: Pemerintah, Bio Farma Kembangkan Vaksin Merah Putih untuk COVID-19
Menurutnya, para ibu lebih mudah mengakses informasi karena mereka lebih sering berinteraksi dengan orang lain, misalnya, melalui grup WhatsApp sekolah atau arisan. Apabila mereka diberikan edukasi yang tepat, platform tersebut dapat menjadi sarana luar biasa dalam menyebarkan informasi yang tepat.
Untuk memastikan agar anggota keluarga mendapatkan literasi yang baik, seorang ibu harus mampu berkomunikasi dengan baik dengan anggota keluarga.
“Kalau ibu sudah mendapatkan informasi, misalnya cara menggunakan masker, komunikasikanlah dengan baik. Jelaskan (kepada anak-anaknya) mengapa harus memakai masker,” tutur Reisa.
Reisa menambahkan, apabila anak-anak diajak berkomunikasi dan bertanggung jawab, mereka akan senang karena dianggap layaknya orang dewasa. Namun, Ibu beranak dua ini tidak menampik kenyataan bahwa anak-anak sering kali sulit diberitahu. Solusinya, menurutnya, komunikasi harus dilakukan setiap hari dan secara terus-menerus sehingga lama-kelamaan sang anak akan terbiasa.
Comments