Women Lead Pendidikan Seks
April 10, 2018

Argumentasi Utama Akun Dakwah Soal #FeminisMabok Bikin WKWKWK

Meski ditemukan banyak cacat pikir, kegigihan dan semangat akun dakwah untuk menyerang feminis patut diacungi jempol wkwk.

by Ciah
Issues // Politics and Society
Share:

Sesungguhnya judul artikel ini memang amat clickbait.
Pertama-tama, mari kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Baik, serta Nabi Muhammad SAW yang keren dan feminis beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan keturunan-keturunannya. Berkat mereka, saya bisa menulis, dan kalian bisa membaca, mengkritik, dan memantik diskusi.
Baiklah saudara sebangsa-setanah air, mari kita mulai.
Menjamurnya akun-akun dakwah adalah bentuk konkret aktivisme di bidang keagamaan di Indonesia. Semua aktivisme tersebut tentu demi kebaikan bersama, terutama kebaikan ummah dan bangsa Indonesia. Aktivisme di bidang keagamaan ini sangat menggiurkan, karena ganjarannya adalah pahala dan surga Tuhan.
Aktivisme ini dijalankan melalui sarana media sosial kenamaan, salah satunya Instagram. Proses dakwah ini memungkinkan persebaran normativitas ajaran keagamaan yang lebih luas namun tidak memakan waktu yang banyak. Singkatnya, melalui media sosial, cara dakwah tidak lagi baku seperti zaman Rasulullah, namun lebih mengikuti situasi dan kebutuhan zaman.
Kondisi tersebut ada karena globalisasi telah berhasil melahirkan ide-ide inovasi teknologi,  misalnya, tentu saja Instagram.
Sungguh keterlaluan Barat ini! Kenapa harus menciptakan Instagraaaaaammm? Karena kaulah Barat! Bangsaku penuh BERITA HOAAAAAXXX. INI SEBUAH KEJAHATAN YANG MENGAKAR!! Dasar kau Barat!
Ok. Lanjut.
Dakwah paling menarik adalah soal Women’s March di Indonesia pada Maret 2018.
Sebenarnya apa pun yang diunggah oleh akun dakwah semuanya menarik dan memantik semangat suudzon (berprasangka buruk), “Haduh. Ini pasti bisa aja di-hack! Masa iya? Jangan-jangan ini ulah Barat lagi, keterlaluan!!!!”




Ok. Astagfirullah, lagi-lagi Barat. Mari lanjut.
Akun dakwah yang sangat konsisten membahas Women’s March ini mencerminkan semangat perjuangan keagamaan yang mengakar. Mengapa mengakar? Karena merujuk Alquran dan Hadis. Akan tetapi, sejauh mata memandang, dan otak membedah, ada kesalahpahaman atau miskonsepsi dari akun dakwah tersebut.
 
1. Feminisme=Westernisasi=Bukan Dari Islam=Haram
WKWKWK. OKELAAAH. Kita lupakan kata feminisme itu. Kalau keukeuh yowislah, ra maksa. Tapi gimana ya Gusti Maha Agung, Maha Baik, Maha Segalanya, kata apa yang bisa tepat untuk menamai perjuangan ini? Kasih tahu aku, aku ingin pakai juga, aku lelah.. heuheuheu. Apa pun itu, apakah mungkin kita di barisan yang sama? Tapi admin akun dakwah beserta jajarannya mungkin malu pada semut merah? :(
 
Masing-masing unggahan yang bertema Women’s March mengesankan bahwa apa pun idenya, apakah itu menentang perkawinan anak dan diskriminasi, mendukung kesejahteraan petani dan buruh, atau menolak hukuman mati para pekerja migran di luar negeri, makna kebaikannya luluh lantak apabila yang mengakomodasi hal-hal tersebut mengaku seorang feminis.
 
Padahal ada feminis Muslimah sekaligus ulama perempuan sekelas Fatima Mernissi dari Maroko, yang diakui dunia karena sumbangan pemikiran feminisme yang berakar dari normativitas Islam. Ia memulai kariernya dari sekolah Alquran yang menghantarkannya ke pemahaman ayat dan hadis. Mernissi kemudian menggeluti yang semakin memperkuat pemahaman feminisme Islamnya.
 
Pada intinya, Mernissi mengkritik estafet ajaran Islam yang bernilai patriarkal dan terus dilanggengkan. Pergerakan perempuan feminis Islam telah dipolitisasi.Dan hal tersebut bukanlah berasal dari Alquran maupun tradisinya, namun karena adanya konflik kepentingan dengan elit laki-laki, seperti yang ia kemukakan dalam The Forgotten Queen of Islam)
 
SKAKMAT! Tapi tawar menawar hanya berlaku untuk kegiatan di pasar boskuuuu~ Mereka tetap keukeuh.
 
2. Ide Otoritas Tubuh yang Menghancurkan  Muslimah
Dari sekian banyak tuntutan Women’s March, yang paling terlihat memenuhi lapak akun dakwah adalah ide tentang otoritas tubuh. Seolah-olah tujuan Women’s March adalah mengajak perempuan-perempuan yang pada awalnya menggunakan hijab untuk melepaskannya. Seakan-akan wacana otoritas tubuh ini dikonstruksi secara sempit menjadi hanya soal hubungan seksual dan aurat. 
Sejauh mata memandang, poster-poster di Women’s March kemarin yang aing ikutin sih enggak ada yang tulisannya, “LEPAS KERUDUNG YOK! YOK MARE. UDAH LAMA ENGGAK AYOK”.
 
Padahal makna otoritas tubuh cukup luas tong, layaknya memberi kesempatan hidup lebih baik bagi para korban pemerkosaan, yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Bisakah kita akui bahwa itu juga menjadi bagian di dalam ide otoritas tubuh ini?
 
Pernahkah terlintas bahwa mempertahankan kehamilan yang tidak diinginkan akan berdampak panjang? Misalnya saja, tekanan psikologis yang bisa berujung pada kekerasan terhadap anak, bunuh diri, penelantaran anak yang melanggengkan kemiskinan, gangguan kesehatan alat reproduksi, dan peningkatan kasus aborsi tidak aman yang membahayakan korban perkosaan.
 
3. Kasus Pelecehan Perempuan Karena Aurat Terbuka
WKKWKWKWKKWKHEUHEUHEUHE.
Yha gimana yha. Capek jelasin, Tapi gimana yha. Yaudah kalau maksa.
 
Pertama, logika tersebut memang tidak ilmiah dan tidak bisa dibuktikan.
 
Pernah tahu soal pemerkosaan dan pembunuhan siswi SMP secara beramai-ramai di Bengkulu? Pemerkosaan anak TK di Bogor? Bagaimana dengan pelecehan seksual di transportasi publik dan lingkungan kerja? Atau bahkan saat naik haji? Pernah?
 
Sungguh argumentasi yang compang-camping. Cari di berita ya saudaraku, mau nanya aja sih, emang mereka-mereka kalo jalan pakai bikini? Enggak kan?
 
Catatan Tahunan 2018 Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan menunjukkan bahwa mayoritas pelaku pelecehan seksual dan pemerkosaan adalah orang-orang terdekat. Sekitar 619 kasus yang terjadi, dan tidak semua kasus berani dilaporkan oleh korban. Bahkan di rumah sendiri, NGANA bisa diperkosa. 
 
Apabila konsep aurat dipercayai membantu, imbangilah dengan mengedukasi para saudara laki-laki, untuk menjaga pandangan dan nafsunya, menundukkan kepalanya, layaknya Rasulullah SAW. Sebarkan soal konsep kewajiban di muka bumi ini. Seperti apa yang diutarakan oleh KH Marzuki Wahid melalui Cherbon Feminis: Nabi Muhammad SAW adalah feminis sejati.
 
Kalian itu umatnya beliau bukan sih? Jelas-jelas Nabi kita itu super lembut, tidak pernah kasar kalau berbeda pandangan. Kalau marah, pergi berdoa introspeksi sampai tenang terus pas dateng malah meluk bininya. Bukan malah cuap-cuap (di akun Instagram) melogikakan pelecehan seksual sekelas menaruh uang di jalan.
 
Selain logika baju mengundang pelecehan, pandangan yang menghapus realitas pelecehan dan pemerkosaan di Indonesia turut diunggah oleh akun dakwah, dengan menganalogikan kasus pelecehan seksual seperti uang jutaan yang diletakkan di pinggir jalan dan kemudian hilang. Lalu, apabila yang meletakkannya melapor ke pihak yang berwajib, pihak berwajib akan menertawai pemilik uang...
 
Jangan emosi dulu. Masih ada lanjutannya.
 
...karena itu merupakan ketololan pemilik uang. Segera periksakan otak anda ke psikiater.
 
Itu bahasanya dibakuin. Aslinya mah telak bat telak. Kok bisa ya. KOK. BISA YA. ADA APA INI? YA GUSTI?????? ONO OPO IKI.
 
Akan tetapi, bagaimana pun argumentasinya, ada hal-hal baik yang bisa dipetik dari akun dakwah yang juga bisa menjadi contoh bersama, yaitu semangat yang gigih tanpa lelah meneriakkan perjuangannya. Meski ditemukan banyak cacat pikir, tak mengapa, tetap maju. Sungguh keberanian dan kepercayaan diri yang benar-benar mumpuni, belum lagi kekuatan mata dan jari-jari dalam mengunggah opini dan ide-ide dakwah yang lumayan panjang.
 
Terima kasih akun dakwah.
Berkatmu, aku semakin belajar.
WKWKWKWK.
Assalamualaikum, I love you all wk
 

Ciah, seorang yang sangat tidak berdaya direspons “ciat ciat ciat” saat berkenalan. Hobi follow akun-akun dakwah untuk melatih kesabaran dan menambah pengetahuan. Lulusan Hubungan Internasional dari universitas di depan tol di Jakarta Selatan, universitas kecil yang pendirinya super keren, Cak Nur!