Women Lead Pendidikan Seks
April 22, 2022

Asa Setara Literasi Digital KOMINFO: Antara Rencana dan Realisasinya

Hingga kini, perempuan ajek jadi korban ketidaksetaraan literasi digital. Bagaimana ikhtiar KOMINFO untuk menutup ketimpangan tersebut?

by Jasmine Floretta V.D., Reporter
Community
Dunia Baru Metaverse: Menjanjikan tapi juga Bermasalah
Share:

Ketimpangan akses dan literasi digital jadi isu penting yang terus didengungkan selama pandemi COVID-19. Apalagi, pagebluk ini memang membuat warga mau tak mau harus adaptif dan lebih intens mengakses teknologi. Di sinilah pangkal masalahnya: Perempuan relatif tak punya akses yang setara dibandingkan lelaki.

Ketidaksetaraan ini dibuktikan oleh sejumlah riset dan survei nasional. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) misalnya, mencatat pada 2016, pengguna internet perempuan lebih sedikit 7,6 persen dibandingkan laki-laki. Selisih ini kemudian bergeser jadi 7,04 persen pada 2017, 6,34 persen pada 2018, dan jadi 6,26 persen pada 2019.

Ketimpangan digital juga tampak dari timpangnya kepemilikan gawai untuk mengakses informasi. Dari survei yang sama ditemukan, pengguna komputer laki-laki sebanyak 15,17 persen, sedangkan perempuan hanya 13,77 persen. Senada, penelitian Rowntree pada 2019 menunjukkan, kesenjangan digital antara perempuan dan laki-laki di Indonesia dalam kepemilikan telepon seluler sebanyak 11 persen.

Baca juga: ‘Kickoff’ Digitalisasi TV di Jabar, Seberapa Siapkah Kita?

Usaha KOMINFO Atasi Ketimpangan

Temuan-temuan di atas relatif mengkhawatirkan. Jika diabaikan, bukan tak mungkin mimpi Indonesia dalam menggolkan “Visi Indonesia 2045” terancam mandek. Pasalnya, kita tahu, salah satu prasyarat terwujudnya ini, meminjam pernyataan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappenas) adalah terciptanya manusia Indonesia yang unggul dan berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Inilah yang disadari betul Drs. Wiryanta, M.A., Ph.D., Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

“Indonesia Emas di 2045 itu ditentukan oleh produktivitas warganya. Jika warga menguasai teknologi, maka itu akan membuat kita bisa bersaing dengan negara lain,” ungkapnya pada Magdalene beberapa waktu lalu.

Sayangnya, perempuan hingga kini masih rentan menghadapi berbagai hambatan. Mengacu pada riset International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), perempuan terhambat karena kemampuan literasi digital mereka yang lemah.

Karena itu, menurut Drs. Wiryanta, hambatan ini harus segera diselesaikan dengan upaya pembangunan infrastruktur dan menggalakkan literasi digital sebagai solusi wajibnya. Ini senada dengan pernyataan Tenaga Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa Devie Rahmawati di Katadata. Ia menyebutkan, sebagai bukti komitmen pada terciptanya kesetaraan gender digital, Kominfo berencana membangun based transceiver station (BTS) dengan target total 9.586 BTS dan beroperasi hingga 2024.

Tak hanya itu, Kominfo juga mengembangkan inisiatif Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Inisiatif ini sendiri bertujuan untuk mempercepat literasi digital dalam upaya mendorong pengembangan ilmu pengetahuan masyarakat di bidang teknologi informasi dan dunia digital. Pun, mendorong tingkat kecakapan transformasi digital dalam pemanfaatan teknologi baru.

“Ketika perempuan telah berdaya dan cakap digital, maka anggota keluarga lainnya juga akan ikut terpapar karena perempuan memiliki kemurahan hati dan keluasan energi untuk membagikan ilmunya,” kata Devie lagi.

Selain itu, Kominfo juga meluncurkan Digital Talent Scholarship (DTS). Dilansir dari laman resmi DTS, peluncuran program bertujuan untuk mendongkrak keterampilan dan daya saing, produktivitas, serta profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Baca juga:  Akses Internet Perempuan Minim, Ruang Aman Perlu Dibikin

Yang Sudah Tercapai, Yang Masih Jadi PR

Tampaknya KOMINFO tak main-main menjalankan rencana pembangunan untuk atasi ketimpangan literasi digital ini. Dilansir dari laman resmi Kominfo, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama 14 pemerintah daerah pada Desember 2021 lalu telah meneken perjanjian pinjam pakai lahan untuk pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Dalam skema kerja sama itu, pemerintah daerah menyiapkan lahan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di lain pihak, pemerintah pusat diberi fasilitas pembebasan IMB untuk membangun infrastruktur telekomunikasi.

Menurut Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Latif, skema pinjam pakai lahan ini telah berhasil membangun 1.682 BTS pada periode empat tahun sebelumnya.  Hal ini berdampak positif karena berpotensi meningkatkan akses masyarakat desa pada perluasan jaringan layanan internet yang lebih murah dan kencang.

Kementerian Kominfo juga membangun layanan akses internet di 11.817 titik layanan fasilitas publik. Sebanyak 3.126 titik di antaranya merupakan lokasi fasilitas layanan kesehatan.

Tak lengkap bicara pembangunan fisik tanpa membicarakan pembangunan manusia. Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020, hingga akhir 2020, sebanyak 213.143 orang mendapatkan literasi di bidang TIK dari 642 kegiatan daring GNLD Siberkreasi. Capaian tersebut melebihi dari target yang telah ditetapkan, yaitu 205.000 orang.

Tak cukup sampai di sini, Kominfo dalam laporan yang sama mencatat, DTS telah memberikan pelatihan untuk sekitar 58.116 peserta dengan capaian sebesar 100 persen dari total target 45.000 peserta.

Baca juga: Keterasingan Perempuan dalam Transformasi Digital

Selain itu sebanyak 35.759 telah tersertifikasi nasional dan global, serta masih akan bertambah lagi sampai akhir 2022. Hal ini berbanding lurus dengan capaian Digital Talent di mana sebanyak 33 persen alumni berhasil mendapatkan pekerjaan, magang, paruh waktu, dan berwirausaha. Adapun rincian alumninya, yakni Fresh Graduate Academy (FGA) sebanyak 1.681 (46 persen) dan alumni Vocational School Graduate Academy (VSGA) sebanyak 985 orang (23 persen).

Sementara itu 46,6 persen alumni lainnya memilih untuk melanjutkan pendidikan baik di sektor formal maupun informal sebagai upaya upgrading dan upskilling potensi SDM digital. Sampai dengan 2020 telah didapatkan 33,70 persen atau 2.666 peserta telah terserap ke dunia industri.

Kendati capaian dari berbagai program yang sudah digalakkan oleh Kominfo sudah cukup baik, bukan berarti kita mesti berpuas diri. Masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah guna mendorong partisipasi perempuan dalam teknologi digital.

“Kaum laki-laki atau perempuan Indonesia itu mempunyai kedudukan yang sama. Di dunia digital tidak ada yang namanya gender, sehingga perempuan pun harus terus diberikan kesempatan yang sama. (Tujuannya) untuk membangun serta mengembangkan sumber daya manusia di bidang teknologi digital yang lebih baik,” jelas Drs. Wiryanta menutup pembicaraan.

Ilustrasi oleh Karina Tungari

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.