Setidaknya ada satu unggahan soal Johnny Depp, Amber Heard, dan sidang pencemaran nama baik yang tampak wara-wiri di media sosial kita.
Aktor Johhny Depp itu menggugat mantan istrinya, Amber Heard atas pencemaran nama baik yang dilakukan Amber lewat opini yang dia tulis untuk Washington Post pada 2018. Depp mengatakan, dengan menampilkan dirinya sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, Amber telah mencoreng namanya, meski jelas Amber tidak menyebutkan nama dalam karya tersebut. Dia menuntut ganti rugi sebesar US$50 juta atau sekitar Rp721 miliar.
Banyak yang menyatakan keberpihakannya dalam kasus ini, menyatakan kubu lain bersalah, dan mengutuk adanya cancel culture di media sosial dan dalam liputan persidangan. Tagar #JusticeForJohnnyDepp dan #AmberHeardIsAPsychopath menjadi tren selama beberapa minggu terakhir.
Fans Depp mengklaim hidup dan karier Johnny Depp telah hancur akibat tuduhan Amber. Fansnya yakin dia (Johnny) adalah korban yang sesungguhnya. Berbagai laporan media menunjukkan bagaimana perlakuan buruk yang diderita Amber sepanjang persidangan termasuk yang menyatakan dirinya adalah seorang “pembohong”, “psikopat”, dan “monster”.
Sebagai pekerja sosial dan peneliti yang telah menghabiskan enam tahun terakhir bekerja dengan orang-orang yang menjadi penyintas kekerasan rumah tangga dan seksual, saya tertarik bagaimana kasus ini menunjukkan bahaya signifikan dari hubungan sepihak fans dengan tokoh idola dan pengaruhnya dalam membentuk logika mereka.
Johnny dan Amber menunjukkan bagaimana ikatan emosional antara penggemar dengan selebriti idola mereka. Pun, bagaimana hubungan ini dapat memiliki implikasi terkait cara kita memahami kekerasan dan cara menanganinya.
Apa Hubungan Parasocial dan Carceral Logics?
Hubungan parasocial adalah ikatan emosional dan intim sepihak yang dikembangkan seseorang dengan figur publik idolanya.
Sidang Johnny-Amber telah mengungkapkan bahaya dari ikatan ini karena para penggemar Johhny bersemangat membelanya, meskipun tidak mengenalnya secara pribadi.
Carceral logics adalah berbagai cara tubuh, pikiran, dan tindakan kita telah dibentuk oleh ide dan praktik pemenjaraan. Mereka menghasilkan penggambaran tertentu tentang siapa yang melakukan kekerasan, mengapa, dan bagaimana orang-orang itu harus ditangani
Ketika logika ini terbentuk, hal-hal seperti polisi, pengadilan, hukum dan penjara dibingkai sebagai upaya intervensi yang diperlukan untuk menangani kekerasan. Misalnya, orang yang menganggap Heard sebagai pembohong dan menuntut penangkapan atas dirinya serta hukuman penjara. Mereka juga mengusulkan kontraknya di film Aquaman dibatalkan.
Logika tersebut beranggapan, sistem yang ada efektif, dan mengabaikan kenyataan bahwa kebanyakan pelaku kekerasan tidak pernah melihat ruang sidang. Lalu ada isu sistemik berkaitan dengan ras, dan kekerasan domestik dan kekerasan seksual terus tidak dilaporkan.
Baca juga: 3 Hal yang Perlu Diluruskan dari Kasus Johnny Depp dan Amber Heard
Kekerasan adalah Spektrum
Ketika orang mengembangkan ikatan parasocial dengan tokoh idolanya, garis tajam terbentuk terkait bagaimana mereka menganggap orang baik atau tidak bersalah. Ketika ini terjadi, asumsi terbentuk tentang karakter seseorang yang hanya berdasarkan apa yang terwakili di media.
Orang-orang tidak mengenal Johnny atau Amber dan tidak tahu sejarah lengkap hubungan mereka. Mereka hanya mengenal mereka sebagai karakter yang dipuja.
Ikatan ini memengaruhi diskusi tentang apa yang dianggap atau tidak sebagai kekerasan. Saat ini, pelecehan daring terhadap Amber dianggap dapat diterima karena dia telah dinyatakan sebagai pembohong oleh publik di media sosial.
TikTok telah secara terbuka mengejek reaksi emosional Amber saat persidangan sebagai orang yang bersandiwara saat persidangan dengan hewan peliharaannya. Pengguna media sosial juga telah membuat tagar #AmberTurd yang menjadi tren di seluruh platform media sosial.
Namun, kekerasan adalah spektrum dan sangat bergantung dengan relasi kekuasaan, identitas dan konteks. Ketika orang-orang memberi label “abuser/offender” untuk beberapa orang dan bukan yang lain, mereka memutuskan kekerasan mana yang tidak dapat diterima dan yang bisa dimaafkan.
Baca juga: 3 Pelajaran Penting dari Relasi Toksik Johnny Depp dan Amber Heard
Dampak
Bagaimana diskusi ini berdampak pada penyintas yang mengungkapkan ceritanya? Apa akibatnya terhadap anggapan kita tentang siapa yang kita anggap sebagai korban dan pelaku “yang asli”? Apa yang terjadi pada orang yang ceritanya kompleks?
Sementara, banyak komentar di media sosial muncul sebagai produk dari budaya fans yang berlebih yang memiliki implikasi nyata terhadap kasus ini.
Semua terjadi secara real time. Ketika orang memutuskan mereka yang berbohong tentang kekerasan harus dihukum, kita melihat klaim yang menyatakan, laporan kekerasan seksual di portal polisi adalah sesuatu yang konyol.
Kita melihat komitmen baru dalam sistem peradilan pidana, terlepas dari kekerasan yang dilakukan di dalam penjara dan dalam budaya penahanankomunitas terpinggirkan.
Apa yang tampak sebagai aktivitas media sosial yang normal memperlihatkan kenyataan yang jauh lebih gelap: bahwa hubungan fans dan idolanya menciptakan diskusi yang sangat berbahaya dalam membentuk cara orang menangani dan menangani kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments