Belakangan, berbagai kasus penganiayaan hewan ramai terjadi di Indonesia. Ada kucing liar yang ditembak mati oleh anggota TNI di Bandung, Jawa Barat. Ada juga aksi penyembelihan anjing yang diduga terjadi puluhan tahun di Surabaya, Jawa Timur.
Bahayanya, penyiksaan terhadap hewan ini juga dialami oleh spesies yang terancam punah, seperti orang utan dan harimau Sumatra.
Kekerasan terhadap hewan didefinisikan sebagai serangkaian perilaku yang merugikan hewan, mulai dari pengabaian terhadap hak hewan hingga pembunuhan dan penyiksaan. Hewan yang dimaksud dalam definisi ini termasuk hewan liar, hewan peliharaan, dan hewan ternak.
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah kekerasan terhadap hewan.
Baca juga: Sherina, Keadilan untuk Canon, dan 'Whataboutism'
Pertama, meningkatkan kepedulian masyarakat akan kasus kekerasan terhadap hewan
Kekerasan terhadap hewan tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut American Society for the Prevention of Cruelty to Animals, sebuah komunitas yang peduli terhadap hak-hak dasar hewan di Amerika Serikat, kasus kekerasan terhadap hewan terjadi setiap 60 detik.
Hal ini sangat ironis mengingat kita mendapatkan banyak manfaat dari hewan. Kita menjadikan ternak sebagai sumber bahan pangan (daging, telur, dan susu). Beberapa jenis hewan menjadi alat transportasi dan menarik alat berat. Bahkan, hewan tertentu “berjasa” karena menjadi hewan percobaan dalam penelitian. Jadi sudah seharusnya kita bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak mereka.
Upaya konkret dalam meningkatkan kepedulian masyarakat adalah dengan proses edukasi. Perlu kita maklumi, tidak semua masyarakat mengetahui bahwa hewan memiliki hak. Tidak semua masyarakat paham bahwa hewan sangat mengandalkan manusia untuk mendapatkan haknya.
Edukasi ini menjadi tanggung semua pihak yang paham mengenai perlindungan hak-hak hewan, tidak hanya para akademisi yang memiliki kepakaran di bidang kesejahteraan hewan. Setiap individu dari kita yang paham mengenai perlindungan hak-hak hewan juga perlu ikut aktif mensosialisasikan isu ini kepada komunitas terdekatnya.
Peran serta individu akan melengkapi upaya organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap hewan yang sudah giat mengkampanyekan hak-hak hewan kepada masyarakat.
Baca juga: Magdalene Primer: Yang Perlu Diketahui Soal Hukum Perlindungan Hewan
Kedua, mengintensifkan peraturan perundang-undangan mengenai kekerasan terhadap hewan.
Undang-undang yang berlaku di Indonesia sudah mengatur perlindungan terhadap kesejahteraan hewan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan, tindakan kekerasan terhadap hewan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Pada Pasal 302 KUHP menyebutkan, seseorang yang melakukan penganiayaan kepada hewan (baik ringan maupun berat) dapat dipidana maksimal 9 bulan dan denda maksimal Rp400 ribu rupiah.
Berikutnya, Pasal 66 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menjamin bahwa hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan.
Kemudian, Pasal 99 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan menyebutkan setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu terjadi bagi hewan; memutilasi tubuh hewan; memberi bahan yang mengakibatkan keracunan, cacat, cedera, kematian pada hewan; dan mengadu hewan yang mengakibatkan mereka ketakutan, kesakitan, cacat permanen, atau kematian.
Masyarakat dan penegak hukum perlu bersinergi untuk menegakkan peraturan ini. Sehingga, penegakan peraturan tidak hanya dilakukan berdasarkan adanya laporan, melainkan dengan aktif menyelidiki dugaan-dugaan kekerasan terhadap hewan.
Meski telah ada regulasi-regulasi yang melindungi hak-hak hewan, namun kasus-kasus kekerasan terhadap hewan masih terus bermunculan.
Ketidaktahuan masyarakat dan minimnya kampanye mengenai hak-hak hewan menjadi faktor utama penyebabnya. Faktor berikutnya sangat mungkin berkaitan dengan mentalitas dan sifat masyarakat itu sendiri.
Dampak dari kekerasan terhadap hewan tidak hanya dirasakan oleh hewan, tapi bisa berimbas kepada manusia. Meski masih diperdebatkan, satu hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kekerasan terhadap hewan dan kekerasan terhadap manusia.
Jadi, menghentikan kasus kekerasan terhadap hewan bisa saja tidak hanya menyelamatkan hewan, tapi juga manusia dari aksi kekerasan.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments