Women Lead Pendidikan Seks
November 04, 2022

Perempuan Indonesia Rentan Kanker Serviks: Cegah dengan Vaksin HPV

Angka kematian yang tinggi dari kanker serviks dapat dicegah dengan penyebaran vaksin HPV yang lebih efektif.

by Chika Ramadhea, Reporter
Issues
Share:

Kanker serviks penyebab kedua tertinggi kematian perempuan di Indonesia setelah kanker payudara, sementara upaya kampanye vaksin HPV oleh pemerintah masih mengalami tantangan.  

Data Global Cancer di tahun 2018 menunjukkan sekitar 50 perempuan Indonesia meninggal setiap hari karena kanker serviks, dan sebanyak 88 kasus baru kanker serviks terdeteksi setiap harinya. Hal ini menjadikan Indonesia negara di Asia Tenggara dengan jumlah terbanyak untuk kasus kanker serviks.

Kanker serviks terjadi karena adanya virus HPV yang masuk ke dalam tubuh. Tidak adanya gejala membuat sulit mendeteksi dini kanker ini sampai setelah memasuki stadium lanjut dan menimbulkan komplikasi penyakit.

“Virus HPV tidak hanya menjadi penyebab dari kanker serviks saja tapi juga penyebab penyakit kanker yang lainnya. Ada ratusan tipe dari virus HPV sendiri.” ujar dr. Cindy Rani Wirasti, Dokter Spesialis Kandungan dan Ginekologi, pada Program Bincang-Bincang Terkait Kanker Serviks dan vaksin HPV (2/11), yang diadakan oleh Merck Sharp and Dohme Indonesia.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Kamu Ketahui Soal Kanker Serviks Serta Gejalanya

Dokter Cindy menjelaskan serviks atau leher rahim tidak memiliki saraf sehingga ketika terpapar pun kita tidak akan merasakan sakit. Setelah terpapar virus, butuh waktu bertahun-tahun dari infeksi sampai menjadi kanker serviks.

“Ada banyak tipe dari kanker serviks ini, namun ada dua tipe yang dibilang paling ganas. Tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab 70 persen kanker serviks di seluruh dunia. Satu-satunya pencegahan yang bisa dilakukan dari tipe-tipe ini adalah dengan vaksin HPV,” ujarnya.

Vaksin HPV menargetkan tiga kelompok: primary untuk orang yang belum pernah berhubungan seksual, secondary untuk orang yang kemungkinan sudah atau belum terpapar virus, dan tertiary untuk orang yang sudah terinfeksi virus HPV namun belum menjadi kanker serviks.

“Vaksin menjadi upaya pencegahan paling efektif untuk kanker serviks ini,” ujar dr. Dirga Sakti Rambe, spesialis penyakit dalam dan vaksinologi yang juga hadir di acara Program Bincang-Bincang Terkait Kanker Serviks dan vaksin HPV.

Ia menambahkan, “Virus HPV yang menjadi penyebab utama sangat berbahaya karena menyerang sistem imunitas tubuh dari penderita kanker serviks. Kalau divaksin terlebih dahulu, orang-orang akan punya antibodi tanpa harus sakit terlebih dahulu,” 

Vaksin HPV disuntikkan di lengan untuk membantu tubuh membangun sel memori sehingga dapat ‘melawan’ dan membentuk antibodi. Setelah disuntik vaksin seringkali tubuh mengalami efek sampingan demam sementara tubuh membentuk antibodi untuk melindungi dari virus. 

“Bahan vaksin HPV tidak mengandung virus, nama kandungan yang ada di dalam vaksin itu dinamakan antigen. Semua bahan sudah dicek keselamatannya, bahkan sudah masuk sertifikat halal dari Amerika Serikat The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) dan yang perlu ditekankan bahwa vaksin HPV tidak mengandung babi. Berdasarkan penelitian, vaksin HPV ini memiliki efektivitas 90-100 persen,” ujarnya.

Musisi Melanie Subono yang juga seorang penyintas kanker berbagi pengalaman ketika ia terpapar kanker serviks. Melanie menceritakan dia segera menjalani pengobatan untuk menghilangkan virus yang ada di tubuhnya. Ketika terpapar kanker serviks ini, dokter pun menyarankannya untuk vaksin HPV untuk  mengurangi virus HPV di tubuhnya. 

“Tapi ada satu hal yang bikin saya menyesal, ketika itu dokter menyarankan untuk vaksin HPV dua kali, sedangkan saya hanya divaksin hanya satu kali. Tak lama setelah saya sembuh virus ini balik lagi karena saya waktu itu tidak vaksin dua kali. Saya pun kerap mengingatkan kepada keluarga dan teman-teman saya betapa pentingnya vaksin HPV ini,” Melanie mengatakan.

Baca juga: Pandemi Hambat Program Penapisan Kanker Serviks di Indonesia

Tantangan Program HPV Pemerintah

Prima Yosephine, Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, mengatakan pemerintah mengupayakan beberapa kebijakan dalam mencegah kanker serviks, di antaranya kebijakan Imunisasi Nasional, Kebijakan Program Imunisasi HPV dan Kebijakan Pelaksanaan Imunisasi Anak Usia Sekolah Pada Masa Pandemi Covid-19.

“Tahun 2016, kita sudah mulai aware dengan kasus ini. Oleh sebab itu, vaksin HPV ini sudah ada di Indonesia dan kita masukkan ke dalam imunisasi pilihan. Saat ini penanggulangan kanker serviks masih dalam deteksi dini. Deteksi dini terdiri dari Pap Smear dan Pemeriksaan IVA. Masih banyak orang yang belum tahu dengan deteksi dini ini, padahal prosesnya mudah, murah dan cepat,” ujarnya.

Target pertama dari pemerintah untuk imunisasi HPV ini dimulai dari rentang usia 9-14 tahun, karena mereka masih belum aktif berhubungan seksual, dengan menyasar murid sekolah dasar atau sederajatnya. Vaksin HPV diberikan dalam dua dosis, dengan dosis pertama untuk anak perempuan di kelas 5 SD, lalu setahun kemudian ketika mereka di kelas 6 SD, jelas dokter Prima.

“Efektivitas dari vaksin HPV ini sangat baik sekali. Jadi bagi para orang tua jangan khawatir untuk memberikan imunisasi HPV kepada anak-anaknya,” ujarnya.

Baca juga: Dari A sampai Z, Fakta Penting Vaksin HPV untuk Perempuan

Pemerintah menargetkan penyebaran imunisasi HPV pada tahun 2023 di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, kata dokter Prima. Tahun 2022 program ini baru mencapai delapan provinsi karena masih terbentur tantangan, salah satunya adalah disinformasi bahwa vaksin HPV menyebabkan mandul dan berakibat kematian.

“Ada juga yang menganggap pemerintah mendukung anak perempuan yang sudah divaksin HPV untuk berhubungan seksual, padahal kenyataannya tidak,”ujarnya.

Country Medical Lead MSD Indonesia, dr. Mellisa Handoko Wiyono mengatakan MSD bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mencegah kanker serviks, salah satunya dengan mengedukasi tenaga kesehatan untuk melawan informasi dan narasi yang salah tentang imunisasi HPV kepada masyarakat seluruh daerah di Indonesia. 

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.