Seperti remaja Indonesia pada umumnya, saya mengenal dan belajar soal seks tidak pada tempatnya, alias lewat jalur video 3gp satu menit, hasil mengunggah di situs legenda Waptrick.
Saat itu, saya yang masih berusia 15 tahun beranggapan mengenal dan belajar seks merupakan hal yang keren, apalagi saat teman-teman perempuan saya menganggap itu saru untuk dibicarakan. Menurut saya, semakin saru, semakin menantang dan menarik untuk dikepoin.
Awalnya, saya cuma tahu video porno yang diperankan oleh aktor dewasa saja. Namun, semakin lama, saya pun menjelajah genre lainnya, termasuk anime hentai.
Dikutip dari penelitian Kristina Barancovaitėdari dari Vytautas Magnus University, istilah hentai sebetulnya diinterpretasikan secara berbeda antara di Barat dan di Jepang. Dalam Bahasa Jepang, itu dimaknai dengan perverse atau menyimpang, abnormal, dan merujuk pada segala jenis tindak tak lazim khususnya dalam konteks hubungan seksual, seperti seks dengan alien, hewan, dan sebagainya. Namun, di Barat, istilah hentai digunakan dalam konteks yang lebih umum, yaitu manga dan anime yang mengandung unsur erotisme atau pornografi.
Ketika membaca arti kata hentai, pantaslah kesan pertama saya dengan genre ini seperti makan permen nano-nano. Rasanya aneh dan meninggalkan 1001 pertanyaan.
“Kok ceweknya gini amat.”
“Suaranya berisik amat.”
“Apa enggak sesak punya payudara segede itu?”
“Kok cowok-cowok ini terobsesi banget sama payudara? Apa mereka punya mommy issue?”
“Kok muka cowoknya enggak diliatin?”
“Apa tidak ada cowok yang mukanya ganteng?”
“Apa tidak ada karakter perempuan yang realistis?”
Sebagai manusia yang memiliki tubuh perempuan, penggambaran tubuh perempuan di hentai yang super nggak realistis ini membuat saya ilfeel duluan. Sumpah, dada sebesar itu membuat saya meringis membayangkan tulang punggung saya yang nyeri-nyeri karena menopang dada yang kadang digambar sebesar semangka. Sejak saat itu, saya tidak lagi berselera melirik genre ini.
Saya semakin enggak berselera sejak saya paham tentang bagaimana seks yang sehat dan tentunya konsensual. Ternyata, perasaan aneh saat saya menonton pertama kali genre ini lebih ke arah perasaan tidak nyaman melihat, “Kok ya perempuan cuma seperti alat pemuas seks saja”.
Namun, beberapa tahun belakangan ini, sepertinya anime dalam genre hentai mulai berubah. Perubahan itu saya amati ketika muncul anime hentai yang digadang-gadang dibuat untuk target penonton perempuan berjudul “Souryo to Majiwaru Shikiyoku” pada 2017 silam.
Saat itu saya agak kaget, sih, baru kali ini dalam anime hentai, karakter cowoknya cocok dengan selera dan jadi idaman perempuan banget. Namun, lagi-lagi secercah harapan itu kembali pupus. Saya kecewa berat ketika mendapati adegan seks di episode pertama dilakukan ketika si perempuan tengah mabuk berat. Gimana si perempuan memberikan persetujuan dalam hubungan seks itu? Hadeh banget, ini mah tetap saja namanya pemerkosaan!
Lima tahun setelahnya, sejak anime tersebut muncul, saya kembali penasaran untuk menjelajah genre ini, apakah ada perubahan dari sejak pertama saya menonton saat remaja, pada 2017 dan empat tahun sesudahnya? Untuk melihat perkembangan dalam genre hentai, selama satu minggu belakangan ini saya mendedikasikan sedikit waktu saya untuk menjelajah situs hentai. Berikut ini apa yang saya pelajari setelah mencari hentai yang sesuai dengan selera dan fantasi saya selama seminggu belakangan.
Baca juga: Pasangan dalam Film yang Tak Seharusnya Jadi #CoupleGoals
Anime Hentai dengan Karakter dan Plot Bermasalah Masih Merajalela
Selama satu minggu saya berselancar menggunakan VPN (thank you Kominfo atas internet sehatnya) ke situs-situs yang menyediakan video anime dewasa. Ternyata, ya tidak ada perbedaan yang signifikan, sih. Sampul-sampul anime hentai terbaru masih didominasi karakter perempuan dengan payudara yang besarnya bikin punggung encok.
Selain itu, sebagian besar ekspresi dari karakter-karakter perempuan ini berekspresi ahegao, istilah yang digunakan untuk menggambarkan ekspresi wajah berlebihan seorang karakter ketika berhubungan seks, seperti menjulurkan lidah dengan mata yang sedikit juling, dan muka yang merona.
Ini sih super bikin saya enggak nyaman. Selain tidak realistis, dalam hubungan seks yang sebagian besarnya sebetulnya termasuk tindak pemerkosaan kok ya perempuannya digambarkan menikmati tindakan tersebut? Walaupun sudah bilang tidak berkali-kali, si laki-laki tetap memaksa untuk berhubungan seksual.
Bagi saya yang berprinsip hubungan seks bukan hanya perkara memuaskan nafsu tetapi juga saling menghormati dan memuaskan satu sama lain, sulit untuk lama-lama berselancar di situs tersebut karena kepalang enek duluan.
Aduh, apa keinginan saya menemukan anime hentai yang plotnya bagus, proporsi tubuh perempuannya realistis, cowoknya ganteng, dan seksnya konsensual itu mimpi yang terlalu muluk-muluk?
Baca juga: Anime ‘Jujutsu Kaisen’ Tampilkan Karakter Perempuan Tangguh
Ganteng sih, tapi…
Hari berikutnya, saya menemukan anime hentai yang menarik perhatian. Alih-alih menampakkan karakter cewek di cover, anime ini memperlihatkan beberapa karakter cowok ganteng berotot dengan seragam pemadam kebakaran yang judulnya Yubisaki kara Honki no Netsujou: Osananajimi wa Shouboushi. Anime ini diadaptasi dari manga berjudul sama karya Tanishi Kawano.
Wah, menarik nih manga dibuat oleh mangaka perempuan. Harapan saya, seksnya bisa indah dan konsensual. Saya pun mencoba menonton anime ini. Awalnya enggak ada yang aneh, sih dari plotnya. Cuma, di pertengahan episode pertama, lagi-lagi ketika masuk ke adegan seks-nya, si laki-laki ganteng ini menarik si perempuan secara paksa, dan walaupun si perempuan sudah berkata tidak, tetap saja dilanjutkan.
Oke, saya setop menonton dan misuh-misuh setelahnya, ugh sumpah deh, susah banget, sih menulis plot cerita dewasa yang menampilkan seks konsensual? Walau cowoknya seksi, tetap saja bye.
Hormat Saya pada Seiyuu Karakter Perempuan dalam Anime Hentai
Selain plotnya yang super-bermasalah dan penggambaran tubuh perempuan yang enggak realistis, ciri khas lain dari anime hentai adalah suara karakter perempuannya yang super berisik dan melengking saat berhubungan seks (by the way, apa tidak sakit kuping mendengar teriakan melengking kaya gitu?)
Bukannya apa-apa, saya sebetulnya terkagum-kagum dengan para pengisi suara (seiyuu) karakter perempuan yang sangat total dalam membuat suasana lebih menarik untuk penonton laki-laki. Saya jadi bertanya-tanya, bagaimana ya perasaan mereka harus pura-pura menikmati adegan seks yang non-konsensual yang ada di naskah itu? Yah, saya berharap para seiyuu perempuan ini cepat-cepat mendapat rezeki dan mendapat peran karakter perempuan yang lebih oke di anime dengan plot menarik.
Satu dari Seribu
Di hari ke sekian saya menjelajah situs anime hentai, akhirnya saya menemukan anime hentai yang adegan seksnya wholesome atau sehat. Anime itu berjudul Jewelry yang diadaptasi dari manga berjudul sama. Plotnya sederhana sih dan terdiri dari satu episode saja.
Anime ini berkisah tentang pasangan suami istri muda bernama Sachi dan Sou yang tengah merayakan detik-detik menuju tahun baru. Keduanya saling menyayangi dan Sou juga tipikal suami-suami sayang istri yang paham maunya sang istri.
Hubungan seks mereka berjalan dengan santai, sensual, erotis, tapi enggak lebay. Yang utama dan bikin saya meleleh, sih, karena keduanya menunjukkan rasa sayang pada satu sama lain dan saling menghormati tubuh masing-masing. Baru kali ini juga saya tidak protes karena fokus angle dari animasinya lebih banyak ke perempuan untuk menggambarkan se-gentle itu si karakter laki-laki terhadap istrinya. Itu membuat saya pertama kalinya saya bertepuk tangan untuk plot cerita hentai. Nah, ini yang saya cari.
Saya pikir, anime ini dibuat oleh perempuan. Ternyata ketika saya telusuri, adaptasi doujinshi-nya dibuat oleh mangaka Shoji Shibasaki. Temuan ini sedikit mematahkan prasangka saya bahwa plot cerita anime hentai buatan cowok enggak ada yang bagus.
Dari situ saya paham, rupanya ada plot anime hentai yang bagus, tapi ya mesti ekstra ikhtiar dan sabar mencarinya. Kalau saya, sih enggak bisa melakukan hal itu. Jadi, menemukan anime ini seperti mendapat rejeki nomplok di minggu kemarin.
Saya Enggak Sendirian Pengen Anime Hentai Lebih “Sehat”
Selain itu, hal menarik lainnya yang saya temukan adalah ternyata bukan cuma saya saja yang memiliki pendapat seperti ini. Saat saya menjelajah kolom komentar dari anime Jewelry, sejumlah warganet lain menunjukkan, mereka juga sangat menyukai plotnya yang bikin baper. Bahkan ada yang berkomentar,
“More hentai like this would be great. Strong romantic genre without rape, NTR, other dark undertones is greatly needed in the hentai world.”
Di bawahnya seseorang membalas komentar ini dengan pandangan senada,
“I know right, wholesome hentai is rare, and we need more of it, i don’t watch hentai as much anymore because its so fetishy for me. I don’t want to see the tragedy of rape, I want to see people who love each other so much they take it to the next level.”
Saya enggak tahu mereka laki-laki atau perempuan, tetapi yang saya simpulkan adalah, ada kok orang-orang seperti saya yang udah enek banget dengan plot hentai yang aneh dengan seks non-konsensual,(dan penggambaran tubuh perempuan yang nggak realistis). Kami pengen anime yang plotnya caur dan tentunya seksnya pun digambarkan secara sehat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments