Bicara kesedihan, nama pertama yang mungkin muncul di benak kita adalah penyanyi Adele atau Olivia Rodrigo. Dua-duanya mirip karena ajek membuat lagu soal kehilangan, patah hati, dan perasaan-perasaan ambyar lainnya.
Yang terbaru, Adele bahkan khusus membuat album come back bertajuk 30. Bulan lalu, ratusan juta pengguna mendengarkan streaming dari single pertamanya, Easy On Me. Lagu ini membangkitkan perasaan yang tidak mudah diungkapkan dengan kata-kata. Namun, kita mungkin setuju bahwa lagu itu adalah lagu sedih.
Kesukaan kita terhadap lagu-lagu sedih sebenarnya tidaklah jelas. Biasanya, kesedihan adalah perasaan yang kita coba hindari.
Namun, lagu-lagu sedih menarik dan mengangkat emosi kita. Nah, mengapa mendengarkan musik sedih terasa begitu menyenangkan?
Baca juga: Manipulasi dan ‘Gaslight’ dalam ‘All Too Well’, Taylor Swift adalah Kita
Biologi Musik Sedih
Mari kita mulai dengan teori biologi. Ketika kita mengalami kehilangan di kehidupan nyata, atau berempati dengan rasa sakit orang lain, hormon seperti prolaktin dan oksitosin dilepaskan dalam diri kita. Ini membantu kita mengatasi kehilangan dan rasa sakit. Hormon-hormon ini membuat kita merasa tenang, terhibur, dan merasa didukung.
Merasakan rasa sakit Adele, atau mengingat rasa sakit kita sendiri, dapat menyebabkan perubahan kimiawi dalam diri kita. Memutar lagu Adele pada aplikasi gawai bagaikan mengklik tetesan morfin metaforis kita sendiri.
Namun, teori ini masih belum dipastikan. Satu studi tidak menemukan bukti, musik sedih meningkatkan kadar prolaktin. Bagaimanapun, penelitian lain telah mengisyaratkan peran prolaktin dan oksitosin dalam membuat musik sedih terasa menyenangkan.
Psikologi Musik Sedih
Alasan utama kita menikmati lagu-lagu sedih adalah karena lagu itu sangat “menggugah” kita. Pengalaman ini biasanya disebut kama muta, istilah Sansekerta yang berarti “tergerak oleh cinta”. Perasaan tergerak bisa melibatkan rasa tenang, rasa merinding, luapan emosi (termasuk emosi romantis), kehangatan di dada, dan kegembiraan.
Lantas, mengapa kita merasa tergerak? Penulis Amerika Serikat James Baldwin memahami hal ini ketika dia merenungkan, “Hal-hal yang paling menyiksa saya adalah hal-hal yang menghubungkan saya dengan semua orang yang hidup dan yang pernah hidup.” Begitu pula perasaan tergerak bisa datang dari perasaan kita yang tiba-tiba merasa lebih dekat dengan orang lain.
Baca juga: Lagu Patah Hati Olivia Rodrigo: Saatnya Rayakan Kehilangan dengan Elegan
Ini mungkin menjelaskan mengapa orang yang paling mungkin merasa tergerak oleh musik sedih adalah mereka yang berempati tinggi. Ketika kita sudah mendengarkan Album 30-nya Adele, kita mungkin akan mencoba beralih ke bagian kolom reaksi atas album itu untuk melihat bagaimana perasaan orang lain. Ini memungkinkan kita berbagi pengalaman emosional dengan orang lain. Rasa berbagi bersama meningkatkan perasaan tergerak dan memicu perasaan nyaman dan memiliki.
Hal ini menunjukkan, musik sedih Adele bisa menjadi teman bagi kita. Musik-musik ini bisa berperan sebagai pengganti sosial. Musik sedih bisa berperan sebagai teman imajiner yang memberikan dukungan dan empati setelah kehilangan.
Perasaan tergerak juga dapat dihasilkan dari kenangan yang dipicu oleh momen-momen penting dalam hidup kita. Lagu-lagu Adele sangat menciptakan nostalgia. Bisa jadi, mungkin yang kita nikmati adalah nostalgia tersebut, bukan kesedihan.
Memang, ketika mendengarkan musik sedih, hanya sekitar 25 persen mengatakan, mereka benar-benar merasa sedih. Sisanya mengalami emosi lain yang sering terkait, dan paling sering; bernostalgia. Perasaan nostalgia dapat membantu meningkatkan rasa keterhubungan sosial kita, mengurangi perasaan tidak berarti, dan mengurangi kecemasan.
Jenis teori psikologis yang sama sekali berbeda mengatakan bahwa lagu-lagu Adele bisa memberikan kebugaran emosional. Mereka memberi kita ruang yang aman dan terkendali di mana kita dapat menjelajahi kesedihan yang disimulasikan. Mereka secara emosional sama halnya dengan Neo yang bertanding dengan Morpheus dalam film Matrix.
Baca juga: Dear ‘Sad Boys’ dan ‘Sad Girls’, Ada Alasan Ilmiah Kamu Suka Lagu Galau
Kesedihan yang disimulasikan memungkinkan kita bereksperimen dengan dan belajar dari emosi ini. Kita dapat meningkatkan empati kita, belajar untuk lebih melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan mencoba memahami tanggapan yang berbeda-beda atas kesedihan. Ini dapat membuat kita lebih siap ketika kesedihan benar-benar hadir. Pengalaman ini kemudian berkembang menjadi menyenangkan untuk dicoba.
Memahami Kesedihan
Dalam pandangan lain, bisa jadi lagu Adele dianggap kurang enak didengar karena mereka membuat sedih atau menciptakan nostalgia. Namun, lagu-lagu itu dianggap enak didengar karena liriknya indah. Dengan ini, kesedihan bisa saja terjadi bersamaan dengan keindahan. Melihat kebajikan atau keindahan moral memang dapat memancing perasaan terangkat dari rasa jatuh dan dapat menyentuh, menggerakkan, dan menginspirasi kita.
Kita juga bisa memikirkan hal ini dalam lingkup budaya. Di sini kita dapat melihat kesenangan yang diberikan lagu-lagu Adele kepada kita, di mana liriknya membantu kita memaknai sesuatu. Adele mengambil pengalaman hidup yang sulit dan membantu kita memahaminya.
Inilah yang banyak dilakukan seni tragis. Dibutuhkan rasa sakit dan penderitaan dan kesedihan dunia, lalu memberinya makna. Seperti yang pernah dikatakan oleh filsuf Jerman Friedrich Nietzsche, seseorang yang memiliki alasan untuk hidup dapat menanggung hampir semua cara.
Pada akhirnya, lagu Adele akan memiliki arti yang berbeda bagi masing-masing dari kita. Kita mendengarkan musik sedih ketika kita ingin berefleksi, menjadi bagian darinya, atau sekedar ingin bersantai. Kita mendengarkan itu untuk memaknai keindahan, mendapatkan kenyamanan, atau mengenang sesuatu.
Bagi kita semua, lagu Adele seakan mengatakan: Anda tidak sendirian dalam kesakitan. Lagu-lagu itu membiarkan kita merasakan sakitnya, saling berbagi dengan penderitaan kita, dan terhubung dengan orang lain dari masa lalu dan masa kini. Dan dalam kebersamaan ini, kita menciptakan keindahan.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Comments