Women Lead Pendidikan Seks
July 16, 2021

Jejak Budaya Makassar Pada Suku Yolngu di Australia

Nelayan Makassar meninggalkan jejak budaya pada suku Yolngu di Australia melalui perdagangan sejak 300 tahun lalu.

by Aurelia Gracia, Reporter
Lifestyle
Masyarakat Perempuan Adat_KarinaTungari
Share:

Dari alat musik tradisional didjeridu hingga beberapa kata yang diserap ke bahasa lokal, nelayan Makassar telah meninggalkan jejak mereka di kalangan penduduk Aborigin di salah satu wilayah di Australia sejak 300 tahun yang lalu.

Hal ini terungkap pada tur virtual Museum Nasional Australia bertajuk “Yidaki: Didjeridu and the Sound of Australia” yang diselenggarakan oleh Konsulat Australia di Makassar (15/7) sebagai bagian dari pekan National Aborigines and Islanders Day Observance Committee (NAIDOC) 2021.

Konsul-Jenderal Australia di Makassar, Bronwyn Robbins, mengatakan para nelayan asal Makassar telah berlayar ke Arnhem Land, Wilayah Utara Australia, sejak 1700-an dan berinteraksi dengan warga suku Yolngu, penduduk asli atau Aborigin yang menetap di sana. Letak Arnhem Land strategis dalam jalur perdagangan, sehingga banyak pendatang termasuk nelayan Makassar melintasi wilayah tersebut dan membangun relasi yang baik dengan warga setempat. 

“Suku Yolngu menjadi tuan rumah bagi nelayan Makassar untuk tinggal bersama mereka dan bekerja bersama mencari teripang di lautan mereka,” tuturnya. Atas kebaikan tuan rumah tersebut, nelayan Makassar memberikan barang berharga, seperti pakaian, pisau logam, kapak, dan baja, sebagai imbalan.

Baca Juga: Satu Cinta Banyak Warna: 1 dari 3 Pernikahan di Jakarta Pasangan Beda Suku

Tak ada konflik yang terjadi antara orang Yolngu dengan Makassar, bahkan mereka melangsungkan upacara penyambutan untuk para nelayan. Kedatangan yang bukan untuk menetap, atau melakukan jajahan, meninggalkan kesan baik bagi orang Yolngu. Relasi yang baik tersebut telah meninggalkan jejak besar bagi kedua komunitas.

Serapan Budaya

Ikatan nelayan Makassar dengan suku Yolngu terlihat dari didjeridu, alat musik tiup penduduk asli Australia bagian utara, yang dibuat dengan bahan dasar bambu.

“Bambu bukan tanaman asli Australia, sehingga kemungkinan besar tanaman ini diperkenalkan oleh para nelayan dari Makassar,” ujar Kepala Pusat Kuratorial Pengetahuan Adat, Museum Nasional Australia, Margo Neale.

Selain itu, Neale mengatakan ada 200 kata dalam bahasa Yolngu yang mirip dengan bahasa Indonesia. Sebagai contoh, suku Yolngu mengenal kata rupiya yang digunakan untuk menyebut uang dan menyebut Balanda sebagai panggilan untuk orang kulit putih secara umum.

Didjeridu/sumber: Australian Treasures

Sementara dalam laporan yang ditulis oleh akademisi Australia Alan Walker dan R. David Zorc berjudul “Austronesian Loanwords in Yolngu-matha of Northeast Arnhem Land” (1981), terdapat berbagai kata serapan dari nelayan Makassar yang digunakan oleh suku Yolngu. Beberapa di antaranya ialah dimuru yang berarti timur, gapala yang artinya kapal, lipa yang dalam bahasa Indonesia berarti lipat, dan dambaku yang merujuk pada tembakau.

Menurut peneliti bahasa, sastra, budaya dan linguistik Indonesia dari Monash University, Paul Thomas, penyerapan bahasa Indonesia oleh suku Yolngu membantu membangun hubungan dagang mereka dengan nelayan Makassar. Seperti dikutip oleh Kompas.com, Thomas mengatakan hubungan tersebut berawal dari orang Yolngu yang belajar bahasa dengan pergi ke Makassar, atau nelayan Makassar yang ditinggalkan di pantai utara untuk belajar bahasa Yolngu. Kemampuan bicara bahasa satu sama lain membantu meningkatkan perdagangan antar kedua pihak.

Lebih dari itu, suku Yolngu banyak menyerap budaya lain dan kerap menuangkan apa yang mereka saksikan dan alami dalam lukisan atau lagu. Misalnya, lukisan perahu yang menunjukkan masa-masa para nelayan dari Makassar yang berkunjung ke daerahnya.

Baca Juga: Lasminingrat Lawan Perjodohan di Tatar Sunda Lewat Sastra

Menginspirasi Seniman

Hubungan baik antar nelayan Makassar dan warga Yolngu menginspirasi seniman dari kedua daerah tersebut hingga saat ini. Dalam sambutan tur virtual tersebut, Robbins memperkenalkan komunitas Makassar dan Yolngu yang sedang melakukan kolaborasi lanjutan berupa produksi pot hias. 

Kolaborasi tersebut dilakukan dengan membuat pot oleh warga Takalar, Sulawesi Selatan, dan dikirim ke Yirrkala, Australia, untuk dilukis oleh seniman Yolngu.

Produksi pot hias itu merepresentasikan penghidupan kembali hubungan kedua komunitas yang pernah putus, dan juga menginspirasi orang Yolngu untuk menemukan pecahan pot yang ditinggalkan orang Makassar di tanah mereka.

Kolaborasi tersebut akan dipamerkan di Asia Pacific Triennial of Contemporary Art di Queensland Art Gallery dan Gallery of Modern Art.

Baca Juga: Bagaimana Rasialisme Terbentuk dan Bertahan di Masyarakat?

Selain pot, warga Yolngu dan Makassar juga berkolaborasi dalam membuat batik Manda di Gurrumuru, Australia. Motif batik tersebut diadopsi dari lukisan kulit kayu yang dibuat oleh seorang seniman Yolngu, yang memiliki hubungan leluhur dengan orang Makassar dan terinspirasi oleh sebuah lagu Yolngu tentang Gurrumuru. 

“Pameran ini sangat spesial karena memamerkan yidaki dan dijeridu, yang biasanya di tempat lain hanya menjadi bagian kecil,” ujar Neale.

“Kesempatan ini juga bisa mengekspos hubungan antara orang Makassar dan Yolngu sekaligus mengenal dan mempelajari sejarah tentang semua ini.”

Ilustrasi oleh Karina Tungari 

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.