Biasanya tempat pameran fotografi dilakukan di sebuah ruangan tertutup dalam satu gedung. Jakarta International Photo Festival (JIPFes) 2022 hadir berbeda. Ia diselenggarakan di beberapa lokasi terpisah dengan konsep semi-indoor, bahkan ada juga yang di taman. Lokasi-lokasi itu di antaranya adalah Kala Karya, Soup N Film, Lamandau House, Taman Langsat, dan Teater Bulungan.
Mengusung tema “Revival”, JIPFest 2022 menunjukkan interpretasi kebangkitan bagi fotografer yang sudah dikurasi pada pameran ini. Pameran ini berlangsung selama bulan September (09-25/09)
Magdalene diajak JIPFest 2022 berkeliling tiga lokasi pameran, di Taman Langsat, Soup N Film, dam Kala. Selama tur saya banyak mendapatkan pelajaran tentang kehidupan dan budaya baik bangsa sendiri dan bangsa lain, hingga dominasi pria (male dominance) di dunia fotografi. Berikut kami rangkumkan pengalaman kami dan beberapa Sahabat Magdalene di JIPFest 2022.
Baca juga: 16 RUPA: Beda itu Biasa, Ruang Ekspresi untuk Perempuan
Keunikan JIPFest 2022
Sabtu itu (17/09) untung pagi cerah. Musim hujan memang jadi salah satu tantangan besar pameran JIPFest 2022 di Taman Langsat.
Saya yang bukan orang Jakarta, kurang tahu tentang keangkeran Taman Langsat dahulu. Saat tur pameran bersama Program Director, Ng Swan Ti dia menjelaskan kondisi taman tersebut. Sebelum revitalisasi Taman Langsat memiliki citra buruk, antara tempat angker atau tidak aman. Cerita mistis taman itu sampai dijadikan film layar lebar Taman Langsat Mayestik (2014).
Namun, setelah direnovasi, fungsi Taman Langsat sebagai ruang terbuka hijau dan sarana olahraga kembali bangkit pada 2019. Saat saya berkunjung ke sana, ada organisasi yang sedang menjalankan acara mereka, ada yang menikmati hijaunya alam yang cukup langka di Jakarta, ada juga yang sedang melakukan piknik dan sesi foto.
Karena berlokasi di tempat umum, ada cara kurasi tersendiri untuk foto yang dipamerkan di Taman Langsat. Topik dan cerita yang dipilih bukan isu sensitif dan masih ramah anak. Hal ini dikarenakan yang berkunjung tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
Daya tarik pameran ini tidak hanya lokasinya yang menarik, tetapi juga kisah pada photostory dan peletakan karya.
Salah satunya kisah dari karya Chantal Pinzi dari Italia yang menjadi pembukaan pameran. Chantal memotret perempuan Maroko yang nekat bermain skateboard padahal mendapat banyak larangan. Peletakan karya Antonio Perez dari Spanyol menarik perhatian. Karya Perez menceritakan tentang bahaya plastik pada kelangsungan hidup makhluk air seperti ikan diletakan di danau.
Ng Swan Ti mengatakan, tim JIPFest 2022 sengaja memilih Blok M sebagai lokasi pameran karena tempat itu memang sedang direvitalisasi. Revitalisasi ini sejalan dengan tema JIPFest 2022 “Revival”. Terlebih dahulu Blok M adalah area hang out pada jamannya yang kini makin “hidup” dengan adanya M Blok Space.
Sementara, pameran di Soup N Film yang berlokasi di Gedung Bara Futsal, berisi foto-foto yang dengan tema lebih sensitif.
Ada cerita tentang kelompok extremist sayap kanan seperti Nazi, kisah seorang transpuan yang menerima identitas dirinya, esai foto tentang kematian, serta perjuangan masyarakat akar rumput pasca-pandemi.
Turun dari rooftop, Magdalene diajak ke Photo Fair, program baru dari JIPFest. Di sana pengunjung bisa membeli foto atau buku foto yang dikirimkan fotografer.
Keindahan pada foto yang ditampilkan di pameran JIPFest dirasakan salah satu Sahabat Magdalene yang diajak melihat pameran. Ernawati Irwanto mengatakan foto yang ditampilkan bisa mempercantik ruangan seperti lukisan. Program ini dibikin dengan tujuan jadi wadah para fotografer untuk mempromosikan karyanya.
Baca juga: SFX: Show The Monster Dukung Karya Ilustrator Lokal
Kesetaraan Gender dalam Fotografi
Selama tur pameran saya berkenalan dan banyak berbicara dengan Swan Ti. Dia menjelaskan satu per satu karya yang dipamerkan. Menceritakan pesan tiap fotografer yang ingin disampaikan lewat photo story yang ditampilkan.
Gerry, salah satu Sahabat Magdalene, mengatakan bahwa foto dalam pameran JIPFest 2022 mampu menceritakan kisah fotografer. Foto yang diabadikan dalam foto bisa mengungkap cerita tentang masalah atau pengalaman apa saja yang sedang dihadapi oleh fotografer.
Selama pameran Swan Ti juga mengingatkan tentang pentingnya kesetaraan gender di fotografi. Menurut Swan Ti industri fotografi masih didominasi laki-laki. Perkataan Swan Ti selaras dengan yang ditemukan di studi State of News Photography (2018). Kesenjangan gender pada foto jurnalisme terlihat dari diskriminasi yang masih dirasakan perempuan fotografer. Sebesar 69 persen di antaranya mendapat diskriminasi di tempat kerja. Mereka juga menyebutkan yang menjadi hambatan karier mereka adalah seksisme (54 persen), stereotip di industri (53 persen), dan kurangnya peluang bagi perempuan (49 persen).
Saya yang pernah aktif di dunia fotografi paham akan permasalahan dominasi laki-laki ini. Selain saya aktif menulis, saya memang memiliki kegemaran di dunia fotografi. Sampai sekarang saya masih memiliki kamera yang dahulu saya pakai untuk kegiatan ekstrakurikuler fotografi saat SMP. Kamera itu bahkan masih menemani saya saat kuliah untuk mengerjakan tugas.
Walaupun saya tidak secara serius mendalami dunia fotografi, pengalaman saya membuat saya sadar bahwa dunia fotografi didominasi laki-laki. Banyak yang bilang ke saya kamera profesional berat maka fotografi lebih cocok untuk laki-laki, belum lagi untuk jurnalisme foto. Padahal menurut Swan Ti fotografi tidak perlu dikotakan berdasarkan gender.
Fotografer National Geography Michaela Skovranova, di artikel How Women Photographers Access Worlds Hidden From Men, mengatakan dunia membutuhkan keragaman, termasuk hadirnya perempuan.
Perempuan bisa memberi perspektif berbeda ke dalam industri fotografi dan menciptakan inovasi. Terlebih sudah adanya pergeseran di dalam dunia fotografi, lebih banyak akses, pengetahuan dan peralatan yang tersedia.
“Kami memiliki suara yang kuat yang berbicara kepada audiens kami dengan cara yang unik, yang harusnya tidak diabaikan,” katanya.
Comments