Women Lead Pendidikan Seks
September 16, 2022

Kata Siapa Animasi Cuma Buat Anak-Anak? Ini 4 Animasi untuk Orang Dewasa

Mulai dari Aggretsuko sampai BoJack Horseman, ini empat tontonan animasi yang ‘relatable’ buat orang dewasa.

by Jasmine Floretta V.D., Reporter
Culture // Screen Raves
anime untuk orang dewasa
Share:

Ih lo umur segini masih suka nonton anime?

Animasi kan tontonan anak bocah!

Familier dengan sindiran-sindiran macam ini? Aku yakin, buat kalian yang masih suka menonton animasi di usia yang hampir menyentuh angka 3 mungkin ini jadi sindiran klise yang sudah terlalu sering didengar. Stigma bahwa animasi adalah produk untuk anak-anak memang sudah berlangsung sejak lama.

Kalau mau ditarik mundur ke sejarahnya, stigma ini tak bisa lepas dari andil besar Walt Disney. Damián Perea Lezcano, sutradara dan produser dalam wawancaranya bersama Cooltura pada 2018 lalu mengungkapkan bagaimana Disney telah menciptakan sebuah konsep di mana animasi selalu terkait dengan anak-anak dan keluarga.

Tuduhan yang diberikan oleh Lezcano bisa dibilang cukup keras. Namun, apa yang ia sampaikan pada kenyataannya memiliki dasar yang kuat. Hal ini bisa dilihat dari penelitian Disney Animation and the Business of Childhood (1992) yang ditulis oleh David Forgacs, sejarawan dari Universitas New York.

Dalam penelitiannya ini, Forgacs menjelaskan bagaimana pada awalnya film animasi pendek Disney bukan dibuat secara khusus untuk pasar anak-anak atau keluarga, tetapi untuk khalayak umum. Namun, hal ini berangsur-angsur berubah setelah tahun 1925 ketika Disney mengubah citra animasinya ke arah penggambaran imut atau childlike dalam animasi mereka agar lebih family friendly.

Singkat cerita, citra yang berusaha dibangun Disney ini berhasil membentuk persepsi masyarakat luas. Bahwasanya animasi itu secara esensi adalah produk untuk anak-anak dan orang dewasa “tidak boleh” atau tidak pantas menikmatinya.

Namun, di tengah stigma yang masih membelenggunya beberapa tahun belakangan ini banyak animasi yang sengaja diorbitkan untuk orang dewasa. John Evershed, co-founder and former CEO of Mondo Media dalam laporannya Adult Animation White Paper (2021) misalnya memaparkan kini setidaknya ada lebih dari 100 serial animasi dewasa yang sedang tayang atau 100 persen mengalami peningkatan dari tahun 2020.

Dengan genre beragam, animasi-animasi ini mampu menggaet banyak penonton dewasa dan tak sedikit yang akhirnya menjadikannya comfort show karena begitu relatable dengan adult life. Buat kalian yang sekiranya masih ragu menonton animasi dewasa, berikut ini ada empat rekomendasi dari saya pribadi yang bisa kamu coba:

1. Aggretsuko

Animasi Jepang ini boleh saja punya karakter imut-imut khas karakter Sanrio seperti Hello Kitty, My Melody, atau Pompompurin, tapi ceritanya bisa dibilang tidak imut sama sekali. Aggretsuko sendiri bercerita tentang Retsuko, panda merah muda di usia 20-an akhirnya. Ia hidup sendiri dan harus memenuhi kebutuhan hari-harinya bekerja sebagai salah satu karyawan di divisi keuangan.

Ya, kehidupan Retsuko terlalu relatable dengan perempuan pekerja. Ia punya bos babi (secara harfiah) yang menyebalkan nan seksis. Ia suka sekali memberikan pekerjaan tambahan pada karyawan-karyawannya sampai Retsuko sendiri suka lembur hingga jam 11 malam. Kerja keras yang sialnya enggak pernah diapresiasi.

Sumber: IMDB

Bosnya juga suka sekali melempar jokes seksis dan genit pada karyawan perempuannya. Pun, juga sering memberikan pekerjaan domestik pada karyawan-karyawan perempuannya yang bahkan bukan bagian dari job desk karyawan divisi keuangan. Mulai dari disuruh membersihkan mejanya, menyeduhkan teh panas, sampai harus melayani tiap permintaan si bos tiap ada pesta perusahaan.

Retsuko merasa terjebak dalam rutinitas bak neraka ini. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena ekspektasi sosial yang dibebankan padanya. Ia pun dilumpuhkan oleh kelelahan dan depresi. Retsuko merasa sulit untuk bangun dari tempat tidur setiap pagi.

Ia bahkan harus merapalkan mantra tiap melihat pantulan dirinya di cermin saat menggosok gigi. Mantranya adalah ia bagian dari masyarakat dan sebagai masyarakat ia harus menjalankan perannya dengan baik.

Dengan mantra ini, dia melewati hari-harinya selama 5 tahun. Tanpa promosi, tanpa apresiasi sampai akhirnya Retsuko mulai menciptakan pelarian dari rasa frustasinya. Menyanyi lagu-lagu death metal dengan lirik penuh sindiran di karaoke bar seorang diri setiap pulang kantor atau di toilet kalau ia sudah muak dengan pekerjaannya.

Baca Juga: ‘Encanto’: Kisah Si Biasa Saja Tercekik Ekspektasi Keluarga

2. Rilakkuma and Kaoru

Jika Aggretsuko adalah animasi satir yang bisa buat kita serasa punya teman senasib sepenanggungan in a more aggressive way, Rilakkuma dan Kaoru justru kebalikannya. Dengan tone warna yang hangat dan animasi stop motion yang menggemaskan, Rilakkuma and Kaoru adalah animasi indah yang memperlihatkan pesona yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Rilakkuma and Kaoru menceritakan, Kaoru, perempuan karyawan kantor yang harus menavigasikan dirinya di tengah kesibukannya sebagai orang dewasa di akhir umur 20-an. Kaoru adalah cerminan dari banyak perempuan dewasa di luar sana. Ia merasa teralienasi dari dunianya sendiri. Ia lajang, introvert, dan dia tidak menyukai pekerjaan kantornya.

Semua temannya pun satu per satu hilang. Semuanya melanjutkan hidup mereka kecuali Kaoru sendiri yang merasa hanya berjalan di tempat saja. Namun, berbeda dengan Retsuko yang tak punya siapa-siapa, Kaoru punya tiga teman menggemaskan. Rilakkuma, Korilakkuma, dan Kiiroitori.

Sumber: IMDB

Saat kecemasan dan rasa marah menggerogotinya, ketiga temannya ini hadir untuk jadi pengingatnya. Bahwa kita semua butuh rehat dan tak apa-apa untuk sejenak melupakan segala beban dalam pundak kita. Melalui kehadiran ketiga makhluk menggemaskan penonton diajak untuk our mundane life dengan cara menghargai tiap rutinitas dan peristiwa yang terjadi disekitar kita sendiri yang mungkin saja dahulu suka kita anggap remeh.

Animasi ini bagaikan segelas coklat panas dan selimut di kala dingin menyapa. Mengingatkan para penontonnya bahwa terlepas dari kesulitan yang tak terhindarkan yang akan dihadapi seseorang, hidup itu terlalu buruk. Memang banyak kendala yang akan kita hadapi selama kita menjejakkan kaki di dunia, tapi percayalah tiap langkah yang kita ambil tak akan pernah sia-sia. Semua layak dijalani dan indah jika kita mau melihatnya lebih dekat.

Baca Juga:   Kenapa Kita Mudah Terpikat dengan Film Studio Ghibli?

3. Close Enough

Butuh menertawakan kehidupan orang dewasa alias diri sendiri tapi di satu sisi juga jadi ajang refleksi berbumbu komedi? Coba deh tonton Close Enough. Close Enough sendiri menampilan cerita tentang pergumulan sepasang suami istri, Josh dan Emily yang dalam masa transisi kehidupan dari usia dua puluhan ke tiga puluhan sambil membesarkan putri mereka yang eksentrik, Candice.

Dengan karakter milenials kelas menengah pas-pasan yang harus bekerja hanya untuk membayar sewa dan memenuhi kebutuhan harian, Close Enough berusaha memberikan penontonnya perspektif tentang bagaimana rasanya menjadi dewasa jaman sekarang. Mulai dari kesulitan mencari teman ketika sudah jadi orang dewasa, mengasuh anak, bekerja tak sesuai passion, hingga berusaha keep up with the trend agar tidak disangka boomers.

Dalam suatu episode misalnya diceritakan bagaimana Josh muda memiliki mimpi menjadi game developer. Tapi mimpinya ini ia kubur cukup lama semenjak ia menikah dan memiliki Candice. Ia perlu penghasilan tetap untuk membayar uang sewa, kebutuhan sehari-hari, dan biaya pendidikan Candice.

Sumber: IMDB

Ia sempat frustasi ketika mendapati game yang ia pernah garap terbengkalai di garasi. Ia merasa dirinya adalah orang yang gagal. Tapi Emily dan Candice dalam kesempatannya membuat ia sadar bahwa ia bukan orang gagal. Menjadi dewasa memberikan dia kesempatan untuk menciptakan dan menggapai mimpinya yang baru, menikah dan berkeluarga.

Cerita-cerita inilah yang jadi poros narasi Close Enough. Dengan bumbu komedi satir yang absurd, realitas orang dewasa digambarkan tidak sebagai bahan untuk mengasihani diri sendiri, tapi justru untuk jadi ajang menertawakan kehidupan yang ternyata worth living.

Baca Juga:  ‘Turning Red’, Ketika Narasi Perempuan Diproduksi Perempuan Sendiri

4. BoJack Horseman

Kalau ngomongin animasi khusus untuk orang dewasa, rasanya enggak lengkap kalau tidak menyebut animasi satu ini. BoJack Horseman. Serial animasi Netflix berporos pada narasi protagonis utamanya BoJak Horseman, yang merupakan serial ini, merupakan ‘seorang’ aktor yang sempat berjaya pada 1990-an berkat acara komedi situasi atau sitcom berjudul Horsin’ Around.

Namun, kepopulerannya kini redup dan BoJack hidup tanpa tujuan jelas. Kesulitan mendapatkan peran di film atau serial TV. Untuk meredakan kesepian dan kegagalannya ini, ia menghabiskan waktunya mabuk-mabukan, menonton sitcomnya sendiri, mengadakan pesta di rumah mewahnya di Hollywood, and having casual fling.

Dengan fase hidupnya yang seperti ini, Princess Carolyn agen, manajer, dan mantan pacar BoJack mencoba mengangkat kembali popularitasnya dengan cara membuat buku biografi kehidupannya yang ditulis oleh Diane Nguyen.

Sumber: IMDB

Dari sinilah kemudian, alur cerita dalam serial ini terbangun. Dengan BoJack sebagai simbol dari ketidaksempurnaan setiap orang, maka tema-tema seperti trauma, alienasi, kesendirian, dan penolakan dinarasikan melalui komedi atau dialog-dialog karakter-karakternya.

Penyajian narasi yang coba dibangun dalam animasi ini membuka pintu ambiguitas selebar-lebarnya pada penonton. Setiap penonton dibiarkan membuat penilaiannya sendiri terhadap perilaku karakter-karakternya. Penonton tidak pernah dipaksa untuk setuju dan menerima masalah internal tokoh-tokoh BoJack Horseman sebagai justifikasi atas perbuatan mereka yang mungkin dianggap tak sesuai dengan Kompas moral kita.  

Sehingga animasi ini bisa dibilang adalah cara yang baik untuk orang dewasa memaknai apa yang sebenarnya membuat kita jadi manusia. Makhluk rumit dari kumpulan euforia, amarah, kesedihan, serta kekecewaan yang justru membuatnya jadi ada.

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.