Dia adalah laki-laki yang menawan dan fasih berbicara, berprofesi sebagai penulis. Dia memiliki kebiasaan mengubah percakapan apa pun menjadi candaan, yang terkadang membuat saya sulit untuk membedakan apakah dia sedang serius atau main-main.
Beberapa bulan lalu, dia mengirimi saya pesan teks ini: “Kamu belum pernah melakukan penetrasi (seksual), jadi kamu tidak bisa menyuruhku melakukan apa pun untukmu. Saya tidak akan mendengarkan saranmu. Saya tidak mematuhi orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk mengatakan sesuatu kepada saya. Saya telah meniduri hampir 15 perempuan, sementara kamu? Lihat kamu! Apa yang telah kamu lakukan bukan seks yang sebenarnya. Saya benci caramu yang kebanyakan membual tentang seks.”
Pesan itu datang setelah saya menolak melakukan hubungan seks dengannya. Namun, itu menjadi pukulan telak yang menyadarkan saya. Itu membuat saya mengerti bahwa selama ini ia memang berusaha membungkam saya.
Baca juga: Pacar Tukang ‘Gaslighting’ Menjebakku dalam Hubungan Toksik
Semua bermula dari momen saya menghabiskan waktu dengannya di suatu malam. Kami bermesraan seperti biasa, semua terasa menyenangkan. Kemudian dia memaksa saya untuk membuka paha dan memasukkan penisnya dengan paksa, yang membuat saya berteriak kesakitan. Saya mulai menangis dan menyuruhnya untuk berhenti.
"Kamu perlu merasakan seks yang sebenarnya."
“Saya enggak mau. Berhenti!"
"Kamu yakin? Kamu enggak mau?”
Saya mengulangi penolakan saya lagi. Dia berhenti, tapi bukannya meminta maaf, dia malah menyalahkan saya.
“Kamu seharusnya tidak bertindak seperti ini. Ini adalah hal yang berlebihan. Saya sangat kecewa."
“Berhenti menangis sekarang juga! Kamu seharusnya tidak menangis,” ungkapnya setengah menghardik.
Setelah malam yang mengerikan itu, saya memblokir semua kontaknya. Itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuat saya merasa lebih baik. Namun berbulan-bulan kemudian, saya masih dihantui oleh pengalaman buruk itu. Kata-katanya terngiang di kepala saya, nadanya yang menghina, tatapan dan seringainya yang mencela. Semua perkataan dan tindakan buruknya, meninggalkan saya dalam jurang keheningan.
Baca juga: Gerakan Perempuan ‘Gerakan Tagar Tegar’ Bantu Perempuan Tinggalkan Hubungan Toksik
Butuh berbulan-bulan bagi saya untuk merenung, pun bertanya pada diri: Apakah saya baru saja menjadi korban pelecehan seksual? Sementara selama ini, saya hanya berlari di tempat dan sibuk menyangkal. Saya berkata pada diri saya sendiri, mungkin dia hanya bercanda, mungkin dia tidak bermaksud terlalu kasar, mungkin dia terlalu mabuk, dan mungkin saya harus mencoba untuk tidak menganggap kata-katanya terlalu serius. Atau mungkin, kami bisa memulai dari awal. Akhirnya saya mencapai titik ketika semua kata "mungkin", kini tidak lagi terdengar benar.
Saya sampai pada kesimpulan, dia adalah bajingan biasa yang menggunakan perempuan sebagai objek seksual. Saya sadar, dia mencoba memanipulasi sambil mengancam saya. Saya juga menyadari, selama dua tahun terakhir, dia telah mengabaikan pendapat saya, mengendalikan saya lewat kata-kata, dan membuat saya merasa dia selalu benar. Dia melebih-lebihkan kekurangan saya. Singkatnya, dia secara emosional abusive.
Mata saya terbuka bahwa saya menjadi korban pelecehan emosional lewat pesan teks yang dimaksudkan untuk membungkam saya. Menyadari bahwa kamu telah berada dalam hubungan yang abusive secara emosional tidaklah mudah. Saya tahu perjuangannya. Tidak ada luka, tidak ada bekas luka, tidak ada memar, tidak ada drama fisik, tidak ada bukti "nyata". Kamu akan terus berusaha mencari alasan untuk membela perilaku pasangan yang kasar.
Baca juga: Ketika Pacar Ancam Bunuh Diri Saat Hubungan Diakhiri
Namun, tolong dengarkan saya sekarang. Kecemasanmu itu nyata, rasa sakit yang kamu rasakan itu valid, stres dan depresinya juga. Meski tidak secara fisik, bukan berarti pelecehan itu tidak ada. Jangan menyangkal dan jangan sembunyikan, bicarakan itu kepada orang-orang yang kamu percayai dengan tulus. Lebih penting lagi, keluar segera dari hubungan beracun itu. Tarik keluar dan lari dari hubungan yang abusive sekarang.
Artikel ini diterjemahkan oleh Jasmine Floretta V.D. dari versi aslinya dalam bahasa Inggris.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments