Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sebagai salah satu anggota Satgas COVID-19, telah melakukan upaya untuk mengurangi dampak ekonomi dari pandemi terhadap perempuan.
Juru Bicara KemenPPPA Ratna Susianawati mengatakan, sebelum pandemi COVID-19, KemenPPPA telah mengembangkan model-model pemberdayaan perempuan berbasis rumah tangga, misalnya industri rumahan, dengan tujuan membangun produktivitas ekonomi perempuan.
Pandemi ini memang telah membuat dunia usaha lesu. Oktober lalu, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mengungkapkan bahwa sudah lebih dari 6,4 juta orang tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Angka ini nyaris dua kali lipat lebih tinggi dari data yang dirilis Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada Juli lalu.
Baca juga: UMKM Indonesia Tahan Banting pada Krisis 1998 dan 2008, Tapi Tidak Saat Pandemi
Untuk itu, di masa pandemi ini, KemenPPPA juga melakukan realokasi dan refocusing anggaran untuk percepatan penanganan COVID-19. Salah satu programnya adalah pemberian akses kepada perempuan untuk mendapatkan stimulus ekonomi, yang dilakukan dengan menggandeng organisasi perempuan dan forum-forum ekonomi yang dikembangkan perempuan.
“Misalnya, hingga saat ini kita masih membutuhkan masker. Kami bekerja sama dengan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) agar bagaimana pemberdayaan ekonomi ini dilakukan para perempuan dengan membuat alat pelindung diri (APD),” kata Ratna dalam serial podcast “Perempuan Lawan Pandemi” dengan tema “Perempuan dan Ekonomi Keluarga di Masa Pandemi” yang merupakan kerja sama antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Magdalene.
Kegiatan penyuluhan lapangan oleh KemenPPPA dalam rangka pemberdayaan perempuan saat ini diganti dengan pemberian informasi melalui jarak jauh dengan cara berkoordinasi dengan dunia usaha.
Contohnya, KemenPPPA bekerja sama dengan XL Axiata yang memiliki Sisternet, sebuah aplikasi yang berisi materi-materi pelatihan. Kementerian ini juga berkoordinasi dengan perusahaan kosmetik Mustika Ratu untuk mengadakan pelatihan salon kecantikan melalui jalur daring.
Ratna menuturkan, ketika keadaan memaksa, sering kali kreativitas terbangun. Dari berbagai kisah di masyarakat, muncul bakat-bakat terpendam di rumah. Alih-alih kehilangan kreativitas, perempuan akhirnya mengembangkan usaha yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Baca juga: Perempuan Wirausaha Butuh Dukungan, Kerja Sama di Tengah Pandemi
Meskipun demikian, pandemi juga menjadi tantangan berlapis bagi perempuan, mulai dari ancaman tertular COVID-19, beban ganda sebagai ibu dan pekerja, kehilangan pekerjaan, dan meningkatnya kekerasan berbasis gender. Ratna mengakui bahwa masalah ekonomi sering kali menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Secara psikis, perempuan tertekan. Secara ekonomi, ada ancaman PHK, mengatur keuangan dalam kondisi yang sulit, dan pendapatan bagi yang melakukan usaha juga berkurang. Ini tentunya juga membuat satu situasi yang sulit dalam sebuah keluarga, yang akhirnya membuat (adanya) kasus-kasus kekerasan berbasis gender, yakni KDRT,” tuturnya.
Berbagai masalah dapat memunculkan kecemasan dan stres. Hal ini juga menjadi perhatian KemenPPPA yang kemudian direspons dengan menyediakan akses konseling. KemenPPPA bekerja sama di antaranya dengan Kantor Staf Kepresidenen (KSP) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk meluncurkan layanan “Sejiwa” pada akhir April lalu.
“Di situ bisa curhat soal apa pun. Kalau unek-uneknya sudah keluar kan enak ya. Yang penting ada saluran-saluran komunikasi yang bisa menampung persoalan-persoalan kekhawatiran, stres, dan kebosanan,” ujar Ratna.
Comments