Anak-anak muda, khususnya mereka yang masih duduk di bangku sekolah terbukti punya kualitas literasi keuangan yang tak memadai.
Laporan yang baru-baru ini diulas di The Conversation membuat enam rekomendasi untuk meningkatkan pendidikan literasi keuangan di sekolah. Dalam hal ini, orang membutuhkan pemahaman dasar tentang konsep keuangan untuk membuat keputusan keuangan yang baik. Penelitian kami yang baru dirilis menemukan sebagian besar siswa umumnya tidak tahu banyak tentang kondisi keuangan pribadi. Ini termasuk kemampuan berhitung yang dasar, seperti membuat keputusan membeli sesuatu dengan uang dan memahami bunga pinjaman dan investasi.
Temuan kami konsisten dengan riset sebelumnya yang menunjukkan, 16 persen anak berusia 15 tahun Australia bahkan tidak memiliki tingkat literasi keuangan dasar yang mereka butuhkan. Ada bukti bahwa literasi keuangan pada kelompok usia ini menurun.
Tren ini mengkhawatirkan. Tahun-tahun terakhir sekolah menengah atas adalah masa ketika siswa mengambil tanggung jawab pribadi dan kemandirian finansial yang lebih besar. Kebiasaan finansial yang mereka bentuk kemudian dapat bertahan hingga dewasa. Literasi keuangan yang rendah terkait dengan keputusan keuangan yang lebih buruk.
Kurikulum Australia mengakui bahwa siswa membutuhkan literasi keuangan untuk beroperasi di dunia keuangan nyata. Namun, kurikulum ini hanya mencakup hingga anak di kelas 10. Ketika menginjak kelas 11 dan 12, tahun-tahun tersebut dianggap sangat penting dalam membentuk kemampuan keuangan siswa, namun literasi keuangan hanya diajarkan pada mata pelajaran Matematika di level rendah.
Baca juga: 5 Tips Sewa Rumah atau Beli Rumah Buat Freelancers
Temuan Studi
Penelitian kami mengeksplorasi literasi keuangan siswa di kelas 10, 11, dan 12 di dua sekolah perkotaan dan dua sekolah pedesaan. Kami menemukan apa yang siswa ketahui tentang literasi keuangan telah dipelajari dari rumah, Matematika, atau studi bisnis. Siswa yang melakukan studi bisnis memiliki jauh lebih banyak informasi daripada siswa lain.
Kehidupan rumah memiliki dampak besar pada literasi keuangan anak. Sering ada seruan kepada orang tua untuk mengajari anak-anak mereka tentang keuangan pribadi. Namun, itu mengasumsikan orang tua mampu dan mau melakukan itu.
Siswa yang kami ajak bicara sangat beragam. Struktur rumah tangga sangat bervariasi, dengan banyak siswa tidak tinggal bersama orang tua mereka. Ada juga bukti orang tua tidak mampu memberikan bimbingan keuangan.
Hampir setengah dari siswa yang disurvei memilih untuk tidak memikirkan situasi keuangan mereka.
Kami berbicara dengan banyak siswa tentang Matematika dan menemukan ini bukanlah bidang kurikulum yang paling efektif untuk belajar tentang keuangan pribadi. Ketika diajarkan sebagai bagian dari kurikulum Matematika cenderung mengakibatkan siswa terpaku pada rumus dan perhitungan, tanpa memahami konsep yang mendasarinya. Seperti yang dikatakan salah satu siswa:
Saya hanya benar-benar ingat rumusnya karena hanya itu yang kami diajarkan
Banyak siswa juga tidak menyukai Matematika. Ini berarti mereka terlepas dari pembelajaran sejak awal. Seorang siswa memberi tahu kami:
“Jika saya di kelas mengerjakan [pertanyaan sederhana tentang bunga], saya hanya akan membacanya, terus membacanya, tetapi tidak benar-benar memprosesnya atau mencobanya karena saya akan menyerah begitu saja.
Juga sering ada ketidakterkaitan antara skenario keuangan yang dipelajari siswa dan pengalaman mereka dalam kehidupan mereka sendiri.
Siswa yang dapat mengingat konsep keuangan akan sering mengingat pengalaman mereka atau yang berasal dari sejarah ketika membicarakannya. Ini menunjukkan bahwa cerita mungkin lebih efektif dalam mengkomunikasikan konsep keuangan. Misalnya, seorang siswa mengatakan tentang inflasi:
"Seiring waktu, karena jelas lebih banyak uang yang dicetak […] orang berpikir mencetak uang menghasilkan lebih banyak uang dan Anda lebih kaya, padahal kenyataannya Anda hanya membuat mata uang yang Anda miliki menjadi tidak berharga, karena jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya sama sekali. Saya belajar sebagian besar dari sejarah.”
Menariknya, kami menemukan bukti perempuan muda khususnya membutuhkan lebih banyak konteks dalam membuat keputusan keuangan. Ketika ditanya pertanyaan keuangan, mereka bertanya-tanya tentang aspek yang berbeda dari pertanyaan daripada menjawab dengan cepat. Pertanyaan tes yang biasa digunakan untuk menilai pengetahuan keuangan sering kali menawarkan sedikit konteks.
Sekitar satu dari tiga siswa setuju bahwa mereka menemukan bahwa mengelola keuangan pribadi mereka sulit dan membingungkan.
Akhirnya, kami mencatat banyak siswa tidak mempelajari strategi keuangan.
Baca juga: 6 Tips Mengatur Keuangan untuk Pasangan Baru Menikah
Bagaimana Kita Bisa Memperbaikinya?
Mengingat pentingnya literasi keuangan untuk kesejahteraan siswa, laporan kami membua rekomendasi ini:
-
Pendidikan literasi keuangan harus ditingkatkan di sekolah menengah, idealnya sebagai program yang berdiri sendiri, tetapi juga dengan memasukkan prinsip-prinsip literasi keuangan ke dalam sebanyak mungkin bidang kurikulum – khususnya di bidang kesejahteraan dan pelayanan pastoral
-
Pendidikan literasi keuangan dalam Matematika perlu ditingkatkan, dengan menggunakan berbagai pendekatan – tidak terbatas pada kegiatan berhitung
-
Pendidikan literasi keuangan harus diperluas ke mata pelajaran selain Matematika dan bisnis, sejalan dengan pergeseran fokus dari perhitungan keuangan ke konsep keuangan
-
Kegiatan belajar harus diselaraskan dengan tingkat pengalaman keuangan siswa
-
Siswa membutuhkan lebih banyak paparan strategi keuangan yang efektif, khususnya tentang bagaimana mengatur (atau mengontrol) pengeluaran untuk menabung
-
Berbagai metode penilaian harus ditawarkan untuk memungkinkan siswa menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Tugas penilaian harus melampaui perhitungan dan dapat mencakup bagian tertulis, presentasi visual atau dramatis, atau penjelasan lisan. Ini dapat dilakukan baik oleh kelompok ataupun individu.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments