Minggu lalu, secara dua hari berturut-turut, Kompas melaporkan hasil investigasinya mengenai pemasaran susu formula (sufor) yang mencemaskan di Indonesia.
Problem atas konsumsi sufor ini didasari oleh dua hal krusial dari sisi pemasaran: (1) anjuran penggunaan sufor yang dilaksanakan oleh dokter dan bidan secara sistematis, dan (2) anjuran pemberian sufor tanpa indikasi medis.
Lantas, bagaimana seharusnya target konsumen produk sufor menyikapi kondisi ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya mencoba memberikan penjelasan dari sudut pandang pemasaran sufor. Kemudian, saya akan memberikan pandangan mengenai bagaimana konsumen dapat merespons dengan bijak aktivitas pemasaran sufor yang ditargetkan kepada mereka.
Saya bertujuan memberikan perspektif dari sisi pemasaran bagi khalayak ramai dalam menyikapi berbagai macam aktivitas bisnis yang kerap terekspos oleh masyarakat. Sebagai catatan, pembahasan etis atau medis dari air susu ibu (ASI) dan sufor adalah di luar dari lingkup artikel ini.
Baca juga: Susahnya Sepakat untuk Tak Sepakat Soal ASI
Pemasaran Sufor
Pemasaran secara prinsip akan selalu berbicara seputar tiga hal dasar: produk, target pasar, dan media promosi. Sufor (produk) secara umum ditargetkan untuk orang tua yang terlepas alasan apa pun tidak memberikan ASI eksklusif (target pasar). Dalam hal ini, tujuan produsen sufor adalah untuk mengkomunikasikan produknya melalui media yang tepat (media promosi), dengan harapan target pasar pada akhirnya akan memutuskan untuk membeli.
Dalam ilmu pemasaran, semakin jelas deskripsi dari target market, semakin akurat pula aktivitas promosi yang dapat dilakukan.
Secara umum, profil target pasar sufor dapat diasumsikan sebagai orang tua yang memiliki bayi usia 0-6 bulan. Lebih daripada itu, produsen sufor dapat mendeskripsikan secara lebih menyeluruh mengenai profil target pasar mereka dari sisi demografi (umur, pekerjaan, pendidikan, pengeluaran) maupun psikografi (gaya hidup, status, motivasi). Representasi dari target pasar ini bisa disebut dengan consumer persona.
Penulis akan menggunakan contoh kasus fiktif untuk mendeskripsikan skenario persona sufor dialami masyarakat: Rani, 26 tahun, berkeluarga, memiliki 1 bayi baru lahir, kelas ekonomi menengah, rutin memeriksa media sosial, sering menonton TV, dan memilih rumah sakit swasta untuk persalinan. Dari persona tersebut, produsen sufor dapat mengidentifikasi dua media promosi yang relevan dengan Rani, yaitu media sosial dan TV.
Contoh fiktif Rani, yang mungkin cukup representatif dengan kondisi nyata, memberikan pemahaman atas mengapa mungkin kita pernah melihat iklan sufor di media sosial dan TV. Dan tentunya, rumah sakit.
Kita bisa mengasumsikan bahwa dari sisi pemasaran, Rani secara umum memiliki potensi terekspos dengan berbagai informasi produk sufor di tiga media yang berbeda. Eksposur informasi susu formula terhadap Rani, yang bisa jadi diperkuat oleh saran dari oknum tenaga kesehatan yang tidak bertanggung jawab, pada akhirnya bisa menyudutkan Rani untuk memilih sufor dibandingkan ASI.
Baca juga: Melek ASI, tapi Gagal Menyusui, Kok Bisa?
Edukasi dan Support system
Rani merupakan contoh fiktif sebagai gambaran bagaimana produsen melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan bisnisnya. Seperti layaknya konsumen pada umumnya, saya berpendapat bahwa terdapat dua hal yang dapat dilakukan masyarakat yang mungkin merasakan apa yang dialami Rani.
Pertama, dari sisi edukasi, konsumen perlu secara proaktif mencari informasi mengenai asupan dan konsekuensinya untuk diri sendiri dan anaknya.
Di era teknologi informasi, sejatinya konsumen perlu lebih memiliki inisiatif untuk mencari informasi umum yang kemudian dapat ditajamkan dengan berkonsultasi langsung dengan pakar yang dapat diandalkan.
Sejalan dengan ini, organisasi yang memiliki kepentingan dalam memberikan edukasi atas pentingnya ASI, juga diharapkan dapat memberikan informasi yang konsisten terhadap masyarakat secara umum. Harapannya, persepsi publik yang positif terhadap ASI dapat menjadi faktor pendorong bagi konsumen untuk menyeimbangkan berbagai informasi promosi yang ada atas produk sufor.
Baca juga: Rasa Bersalah, ‘Teman Toksik’ Para Ibu yang Perlu Diputuskan
Kedua, support system atau dukungan dari keluarga dan orang dekat. Dari sisi perilaku konsumen, intensi untuk melakukan sebuah tindakan bisa tergantung dari persepsi orang di sekelilingnya, terkhusus orang-orang yang sangat dekat dengan individu tersebut. Penting bagi masyarakat seperti Rani untuk dikelilingi orang-orang yang juga memiliki pemahaman dan nilai yang sesuai dengan pemberian ASI eksklusif.
Menghadapi potensi pelanggaran etis dalam pemasaran, khususnya berkaitan dengan barang yang kita konsumsi dan memiliki dampak terhadap kesehatan, ada baiknya kita sebagai konsumen membekali diri dan orang-orang di sekitar kita dengan pengetahuan yang cukup akan suatu produk.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments