Women Lead Pendidikan Seks
September 18, 2020

Obsesi terhadap Kulit Sempurna: Standar Mustahil Industri Perawatan Kulit

Obsesi terhadap kulit sempurna adalah cara bagaimana industri perawatan kulit mengambil keuntungan dari rasa tidak percaya diri kita.

by Ayunda Nurvitasari
Lifestyle // Health and Beauty
Whitening Skin Thumbnail, Magdalene
Share:

Pengertian kulit wajah yang sehat kini tidak lagi sesederhana memiliki kulit yang bebas dari jerawat, atau infeksi, ruam, luka bakar, sampai kanker. Kebutuhan kita menjadi semakin kompleks karena dituntut untuk memperoleh kulit wajah yang sempurna dan tampak seperti porselen, tidak boleh terlihat ada titik sekecil apa pun.

Di masyarakat sudah ada idealisasi kulit putih. Namun sekarang, kulit wajah sehat yang ideal juga berarti tidak adanya pori-pori besar, kulit kusam, noda, vlek, lingkaran hitam, kerutan, garis halus, bengkak, dan “warna kulit yang tidak merata”. Tuntutannya pun menjadi mustahil: Kita telah mencapai titik di mana wajah kita harus “bersinar” sepanjang waktu.

Narasi industri perawatan kulit untuk menjual produk-produk mereka selama ini adalah mengenai cara mereka membantu kita menyelesaikan masalah yang mereka buat sendiri, dan bagaimana kita dapat mengatasi rasa tidak percaya diri yang mereka timbulkan.

Saya sendiri menjadi sadar akan buruknya kulit saya setelah mempelajari standar “kulit sehat” dari produsen perawatan kulit. Ketika saya bercermin, saya melihat pori-pori, kulit kusam, lingkaran hitam sekitar mata, contoh-contoh hal yang mereka sebut sebagai kecacatan kulit. Sangat mudah untuk jatuh ke dalam perangkap ketidakpercayaan diri dan mengatasinya dengan membeli produk perawatan kulit.

Saya mengikuti “skincare routine” yang banyak dibicarakan, yang pada dasarnya adalah ritual ketat untuk mengaplikasikan banyak produk ke wajah kita, dengan langkah-langkah cermat. Mulai dari sabun cuci muka, micellar water, hydrating toner, exfoliating toner, krim pelembap, krim mata, dan lain sebagainya.

Baca juga: 7 Produk Khusus Perempuan dan Laki-laki yang Cuma Akal-akalan Bisnis

Tutorial perawatan kulit di YouTube umumnya memperkenalkan lebih dari 10 produk yang dijadwalkan secara ketat untuk pagi atau malam, produk yang harus diterapkan setiap hari, setiap tiga hari, seminggu sekali. Kita juga diberitahu betapa buruknya sinar matahari bagi kulit sehingga kita membutuhkan pelindung matahari yang setidaknya mengandung SPF 50 dan PA +++ — logika yang tidak masuk akal kalau kita melihat bagaimana kulit manusia telah bertahan selama beratus-ratus tahun peradaban. Dan itu hanyalah langkah-langkah dasar “pemula” sebelum kita mengenal berbagai macam “serum”.

Melihat betapa bergunanya ketidakpercayaan diri saya bagi industri perawatan kulit, saya menjadi teringat akan bahan bacaan di salah satu mata kuliah saya, yang pada dasarnya berbicara tentang bagaimana penelitian ilmiah dapat digunakan untuk mempromosikan perawatan dan meningkatkan penjualan, dengan “memberi tahu orang sehat bahwa mereka sakit.”

“Disease mongering” atau kampanye menjual penyakit, istilah yang diciptakan oleh penulis artikel kesehatan Lynn Payer, mengacu pada para ahli, staf perusahaan obat, dan dokter yang dipekerjakan untuk mengategorikan suatu kondisi kesehatan sebagai penyakit demi strategi pemasaran untuk menjual pengobatan. Dalam mendefinisikan kulit yang sehat, kondisi kulit tertentu diberi perhatian lebih dan dibesar-besarkan oleh industri perawatan kulit, seolah-olah kondisi tersebut adalah kecacatan serius agar kita membeli produk yang mereka jual.

Baca juga: Operasi Plastik: Antara Otoritas Tubuh dan Tuntutan Masyarakat

Peran pakar menjadi sangat penting dalam menentukan “bahan yang sedang nge-tren” untuk meningkatkan popularitas produk di pasar dan memvalidasi klaim produk perawatan kulit. Produk membangga-banggakan aspek “ilmiah” seperti penggunaan pipet di desain kemasan, dan nama-nama klinis seperti retinol, asam alfa, atau beta hidroksi untuk menjamin kredibilitasnya. Di era informasi yang melimpah, menjual ide bahwa seseorang dapat memiliki kulit sempurna dalam seminggu tidak seefektif menggunakan detail “ilmiah” yang dapat dicari orang dengan mudah di internet.

Saat ini banyak sekali blogger yang hanya fokus membicarakan detail ilmiah produk perawatan kulit, seperti Beautiful with Brains, FutureDerm, atau LabMuffin untuk para “penggemar kecantikan”.

Hype perawatan kulit juga menormalisasi perilaku menghabiskan banyak uang demi mengikuti rutinitas yang di-endorse influencer kecantikan dan tokoh masyarakat. Bahkan, konsumsi produk perawatan kulit kita akhir-akhir ini menjadi patokan seberapa “skintelektual”-nya kita dalam mengejar kulit yang sempurna.

Saya tidak bermaksud untuk menyuruh siapa pun berhenti menggunakan perawatan kulit. Tapi yang paling bisa kita lakukan adalah menyadari kekuatan kapitalis besar yang mengincar kerentanan kita demi keuntungan mereka, menggunakan pendekatan ilmiah untuk memvalidasi diri mereka sendiri. Lagi pula, menyempurnakan fitur fisik tidak akan pernah membuat kita merasa utuh dan puas, karena kita memiliki kualitas yang bermakna di balik permukaan kulit ini.

Ayunda is interested in the intersection of pop culture, media, and gender issues. She earned her master's degree at Cultural Studies department, University of Indonesia. She is into Lana Del Rey, speculative fiction, and BoJack Horseman. Her own social media sites, however, are quite uneventful, but feel free to say hi: facebooktwitter.