Selain sampah medis yang sudah tentu mengalami lonjakan selama penanganan wabah virus corona (COVID-19), sampah rumah tangga tak kalah mengalami peningkatan. Hal ini dirasakan Lilik, 55, ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta Barat dengan lima anggota keluarga di rumahnya. Ia mengatakan sejak pandemi, jumlah sampah di rumahnya meningkat dua kali lipat, karena lebih sering memasak untuk kebutuhan anak cucu, serta memakai masker sekali buang, tisu basah, serta hand sanitizer.
“Dulu enggak ada kebutuhan kayak tisu basah sama masker, tapi sekarang kan wajib ya,” ujar Lilik kepada Magdalene (8/3).
Peningkatan volume sampah rumah tangga turut dirasakan oleh aktivis lingkungan hidup dari Komunitas Tjiliwoeng, Suparno Jumar. Ia mengatakan, volume sampah sudah dipastikan meningkat di lingkungannya, karena orang-orang yang dulunya menyebar kini hanya berdiam diri di satu tempat.
“Sehingga sampah yang dihasilkan hanya di satu tempat, yaitu pemukiman,” ujarnya.
Meski adanya peningkatan sampah di level rumah tangga terasa naik, secara statistik keseluruhan volume sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang justru menurun. Hal ini dikarenakan penghasil sampah terbesar terutama dari sumber komersial, seperti hotel, restoran, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan tempat wisata berhenti beroprasi untuk sementara waktu.
Yogi Ikhwan, Humas Dinas Lingkungan Hidup Jakarta mengatakan, ada penurunan tonase atau berat sampah sebesar rata-rata 620 ton per hari. Data tersebut didapat setelah adanya pemantauan harian dari periode 1-15 Maret 2020 sebelum imbauan pembatasan sosial, dibandingkan dengan tonase sampah setelah adanya imbauan. Berat sampah per hari rata-rata biasanya sekitar 9.300 ton, ujar Yogi.
“Jadinya sampah rumah tangga bisa meningkat, tapi data dari pusat menurun karena sampah dari sektor komersial berkurang,” ia menambahkan.
Petugas sampah yang rentan
Walaupun volume sampah secara total di pusat pembuangan berhasil ditekan, penanganan di level rumah tangga selama pandemi ini tak kalah krusial dibanding penanganan limbah medis. Adanya jenis sampah rumah tangga tambahan seperti masker, disinfektan, hand sanitizer, dan alat proteksi diri lainnya menjadikan penanganan sampah rumah tangga tak bisa lagi menggunakan alur yang sama dengan hari-hari sebelum pandemi.
Kandungan bahan kimia berbahaya yang masih menempel pada sampah ataupun masker-masker bekas pakai yang seharusnya tidak sembarangan disentuh membuat para petugas sampah harian rentan terpapar COVID-19.
Baca juga: 5 Cara Bantu Selesaikan Masalah Krisis Iklim dari Rumah
Direktur Pengolahan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar mengatakan, sudah ada aturan resmi berupa surat edaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang memuat Standard Operating Procedure (SOP) terkait penanganan sampah rumah tangga.
Dalam SOP-nya, seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah rumah tangga wajib dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) khususnya masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucikan dari hama. Selain itu seharusnya pemerintah daerah menyiapkan sampah/drop box khusus masker di ruang publik, sehingga orang tidak lagi mencampurkan sampah masker bekas pakai dengan sampah lainnya.
“Ada sekitar 10.000 petugas kebersihan yang beroperasi untuk mengambil sampah, sekarang masih dalam kondisi sehat, belum ada laporan penularan,” ujar Novrizal.
Setelah SE ini diterbitkan 16 Maret 2020 lalu, pemakaian APD bagi para petugas pengambilan sampah nyatanya belum terealisasi secara merata, masih banyak petugas yang mengambil sampah tanpa menggunakan masker dan sarung tangan. Menurut Novrizal, hal tersebut terjadi selain karena pemahaman akan bahayanya penularan yang masih kurang, juga diperparah dengan sebagian besar daerah yang belum siap dengan aturan tersebut, terlebih bila menyangkut masalah anggaran.
“Pengelolaan sampah itu tanggung jawab daerah, sedangkan anggaran sendiri sudah habis untuk menggaji petugas dan kebutuhan rumah tangga pengelola, sehingga banyak daerah yang memang belum siap,” ujarnya.
Menyadari keterbatasan pemerintah daerah dalam menangani keamanan para petugas sampah, banyak pihak yang turut membantu penggalangan dana penyediaan APD. Bijaksana Junerosano, pendiri Greenetion Foundation dan Waste4Change, yang merupakan organisasi nonprofit berfokus pada isu lingkungan dan sampah, adalah salah satunya.
Gerakan Waste4Change sendiri menggalang dana yang nantinya akan disalurkan kepada pemulung serta petugas sampah. Menurut Bijaksana, mereka yang jadi pihak rentan tapi terkadang luput dari perhatian seperti pemulung dan petugas sampah sudah seharusnya mendapat pengamanan yang mumpuni.
“Tantangannya tentu saja memberi pemahaman ke mereka supaya mau pakai APD. Tapi memberi pemahaman tanpa adanya fasilitas juga percuma, jadi kita usaha kasih fasilitas dulu,” ujar Bijaksana dalam konferensi pers #IndonesiaLawanCorona lewat Zoom.
Aturan memilah sampah
Orang Indonesia bukan yang paling disiplin dalam hal sampah. Ketika terjadi krisis karena pandemi seperti sekarang ini, permasalahan sampah semakin disepelekan. Masker bekas pakai tak jarang dibiarkan tergeletak di jalanan, atau bahkan dibuang seenaknya ke tempat sampah biasa. Kesadaran akan perlunya perlakukan khusus dalam penanganan sampah harusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab petugas sampah tetapi semua kalangan tanpa terkecuali.
Baca juga: Produk-produk Unik Ramah Lingkungan yang Harus Kamu Coba
Dalam SE yang diterbitkan KLHK, publik dihimbau untuk turut mengelola sampah bekas perlindungan diri seperti masker dengan cara merobek, memotong, atau menggunting masker bekas pakai, lalu dikemas rapi sebelum di buang ke tempat sampah. Cara-cara semacam itu bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan masker oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Untuk mengurangi pertambahan volume sampah rumah tangga, Novrizal mendorong masyarakat menggunakan masker kain guna ulang yang bisa dicuci, dan menghindari penggunaan disposable mask (masker sekali pakai). Sedangkan untuk mengurangi sampah plastik, kantong belanja dan penggunaan tumbler harus mulai diterapkan, ujarnya.
Sementara itu, Humas DLH Yogi Ikhwan mengatakan, jika saat pandemi seperti ini prinsip pemilihan dan pengelolaan sampah yang sejak tahun lalu dikampanyekan oleh pihaknya sebaiknya diterapkan kembali agar mampu membantu para petugas sampah. Kampanye yang ia maksud adalah Samtama, atau program sampah tanggung jawab bersama, yang mengadvokasi aktivitas kurangi sampah, pilah, dan olah sampah.
Tiga strategi pengurangan sampah yang bisa dilakukan masyarakat adalah pertama, memilah produk yang lebih sedikit menghasilkan sampah, dan membawa Kantong Belanja Ramah lingkungan (KBRL) saat berbelanja.
Kedua, sisa barang tidak buru-buru dibuang ke tempat sampah; bisa dengan tidak makan berlebihan dan bisa menyumbangkan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Ketiga, disiplin memilah sampah di mulai dari rumah, misalnya sampah organik masuk ke komposer, sampah anorganik yang dapat didaur ulang dikumpulkan sementara.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah mengatakan, penting untuk mengatur regulasi yang mendorong masyarakat untuk mengolah sampah, bukan hanya sekedar kampanye biasa. Berkaca pada data yang memperlihatkan bahwa 60 persen sampah rumah tangga merupakan sampah organik, Fajri pun mendukung jika alur regulasi tentang pengolahan sampah ini dijadikan aturan tertulis, sehingga jika tidak dilaksanakan akan ada konsekuensi yang diterima masyarakat.
“Penting untuk memikirkan caranya biar di level rumah tangga pemilahan sampah di sumbernya memang dilaksanakan. Adanya konsekuensi itu akan berguna baik dalam keadaan normal maupun lagi krisis kayak sekarang ini,” ujarnya.
Comments