Jika bicara sex toys, apa yang pertama kali tersirat dalam pikiranmu? Hubungan seks? Alat bantu? Atau kenikmatan?
Meski dianggap tabu, nyatanya banyak orang yang menyukai alat ini. Bahkan menjadi salah satu primadona saat pandemi yang menyerang dunia pada 2020.
Dalam laporan Sex Toys Market Size, Share & Trends Analysis Report By Type (Male, Female), By Distribution Channel (E-commerce, Specialty Stores, Mass Merchandisers), By Region, And Segment Forecasts, 2022-2030 (2022), popularitas sex toys disebut meningkat selama pandemi COVID-19. Peraturan pembatasan kontak fisik dan kewajiban berdiam diri di rumah jadi alasan utamanya.
Platform e-commerce mencatat peningkatan penjualan sex toys pada 2021. Kenaikannya sampai sekitar 63 persen. Catatan Statista berjudul Size Of The Sex Toy Market Worldwide 2016-2030 (2022) menyebutkan jenis sex toys yang paling laku di pasar Amerika Serikat adalah vibrator dan butt plug.
Selain bisa dibaca sebagai kenaikan angka penjualan sex toys selama pandemi, data ini juga bisa jadi variabel bahwa orang-orang sudah semakin sadar atas kebutuhan seksualnya dan tak malu-malu memesan alat bantu di toko online.
Di negara yang jauh dari kultur sex positivity alias gerakan seks positif, menyebut sex toys dalam percakapan sehari-hari masih dilakukan kelompok tertentu saja. Kelompok-kelompok yang sudah lebih terbuka dan biasanya lebih bertanggung jawab atas kegiatan seksual mereka.
Internet ternyata juga membantu percakapan tentang alat bantu seks ini tidak lagi hanya terjadi di lorong-lorong tabu. Terutama buat generasi lebih muda. Tapi, bagaimana sih sebetulnya sejarah awal virbrator yang kini tak cuma digunakan perempuan, tapi juga laki-laki?
Baca juga: Mayoritas Remaja Cowok dan Cewek Indonesia Tak Pakai Alat KB
Hasrat Seksual Perempuan yang Direpresi
Awal mula ketidaktahuan para ahli kesehatan mengenai sexual frustration yang dialami perempuan.
Sejak era Yunani Kuno, perempuan dilihat tidak setara dengan laki-laki. Sehingga tidak memiliki hak setara dalam banyak hal, kehidupan berkeluarga, bernegara, berbangsa, politik, hingga sosial. Perempuan sering kali dianggap tidak bisa bikin keputusan rasional, bila dibandingkan dengan laki-laki. Untuk waktu yang lama, hal itu diyakini karena hormon perempuan yang bikin mereka lebih emosional.
Keyakinan bias yang tercatat dalam sejarah itu diyakini dan terpatri lewat produk akademis dan administrasi. Terri Kapsalis mencatat semua itu dalam Hysteria, Witches, and The Wandering Uterus: A Brief History (2017).
Histeria dalam konteks ini mengacu pada diagnosis medis yang secara eksklusif pada masa lampau ditujukan pada perempuan. Mereka yang mengalami histeria dianggap mengalami beberapa gejala seperti hasrat seksual dan "kecenderungan menyebabkan masalah", karena mereka menganggap rahim “lapar” akan semen pria. Sehingga mereka membuat solusi perempuan harus menikah, berhubungan seks, dan hamil seterusnya, karena kehamilan dianggap solusi terbaik untuk “menenangkan rahim”, agar tidak membuat onar.
Kombinasi sexual frustration dan perempuan dianggap sesuatu yang perlu dikontrol. Sementara pernikahan adalah pilihan yang diwajarkan buat perempuan sebagai bentuk kontrol tersebut. Pilihan masturbasi cuma dibolehkan dan diwajarkan untuk pria. Hal ini yang kemudian dilanggengkan lewat pendidikan dan kultur, yang menyebabkan tak banyak perempuan—dan juga laki-laki—yang tahu bahwa perempuan juga bisa mastrubasi.
Kim Adams dalam Vibrators Had A Long History As Medical Quackery Before Feminists Rebranded Them As Sex Toys menjelaskan pemahaman itu berubah ketika pengobatan alternatif mengenalkan pijatan pinggul pada perempuan. Teknik ini yang kemudian kita kenal sekarang dengan masturbasi perempuan yang jadi cikal bakal pembuatan vibrator.
Baca juga: Marak Topik 'FWB' di Medsos, Bukti Lemahnya Pendidikan Seks Kita
Populer karena Revolusi Industri dan Industri Porno
Munculnya revolusi industri juga berpengaruh pada sejarah vibrator. George Taylor seorang dokter Amerika Serikat pada 1869 mematenkan alat pijat dan getaran bertenaga uap, salah satu rancangannya bernama “Manipulator”. Mesin uap ini berbentuk seperti meja empuk dengan potongan untuk perut bagian bawah, yang isinya bola bergetar sebagai alat pemijat daerah panggul.
Cikal-bakal dari vibrator yang orang kita kenal saat ini muncul saat Dr Joseph Mortimer Granville membuat vibrator elektrik. Pada era 1880-an, ia membuat alat bertenaga listrik mudah digenggam yang dirancang untuk meredakan nyeri otot pria.
Alat yang dibikin Granville jadi populer di masyarakat, sehingga dijual secara komersial. Meski awalnya untuk meredakan otot kaku pria, tetapi malah laris manis juga di kalangan perempuan. Bukan untuk pijat biasa, tetapi pijat memuaskan hasrat seksual.
Granville sendiri sangat menentang ide menggunakan alat temuannya sebagai pemuas hasrat seksual. Namun, banyak ahli medis yang tidak menghiraukan kerisauan Granville.
Pada 1920-an, vibrator mulai muncul dalam pornografi, sehingga ahli fungsi vibrator yang awalnya untuk otot menjadi untuk alat kelamin. Bahkan vibrator menjadi simbol pemberdayaan bagi perempuan pada era 1970-an.
Baca juga: Bra Perempuan dari Masa ke Masa: Sebuah Catatan
Vibrator Simbol Pemberdayaan Perempuan
Era 1970-an sendiri jadi awal periode seksualitas dianggap sebagai kekuatan bagi perempuan. Betty Dodson mengawali kariernya menjadi pelatih gerakan seks positif untuk perempuan pada akhir 1960-an. Ia yang tercatat sejarah mengenalkan vibrator sebagai simbol otonomi seksual perempuan.
Semasa hidupnya, ia sering menyelenggarakan lokakarya untuk mengajarkan perempuan teknik-teknik memuaskan diri sendiri. Dodson sering menggunakan Magic Wand sebagai alat pijat. Ia membagikan teknik-teknik yang digunakan perempuan untuk memuaskan hasrat seksual sendiri. Selain itu, ia juga membantu perempuan untuk lebih mengenal dirinya sendiri, menghilangkan beban rasa malu, meningkatkan kesenangan, dan mencintai diri mereka sendiri.
Inspirasi gerakan seks positif yang dilakukan Dodson ini telah membantu banyak perempuan yang kesulitan orgasme atau bahkan tak mengenalnya. Menurut Dodson, masturbasi adalah bentuk pembebasan bagi perempuan, yang telah dikondisikan tidak memprioritaskan kebutuhan seksual mereka dan di titik tertentu sampai bergantung pada laki-laki.
Dodson dalam video Vice Sex Education and Masturbation with Betty Dodson berkata, mengenali anatomi tubuh diri sendiri, khususnya organ genital, akan membantu kita mengenal diri sendiri.
Sex toys, mastrubasi, dan orgasme selama ini dianggap hal tabu. Padahal seksualitas juga ikut berkembang dengan perkembangan teknologi. Bermain dengan sex toys perlahan meninggalkan lorong tabu. Masturbasi makin lumrah dilakukan dan ini jadi sesuatu yang perlu dirayakan.
Seperti kata Dodson, “Masturbasi adalah bentuk aktivitas seksual pertama dan natural pertama buat kita (manusia), dan jika itu dilarang atau terganggu, kita bisa menderita seumur hidup.”
Setuju, tidak?
Comments