Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengumumkan bahwa sekolah tatap muka akan dimulai pada 2021. Namun banyak sekolah dan orang tua yang sepertinya masih tetap memilih untuk tetap sekolah dari rumah.
Psikolog keluarga Alissa Wahid mengakui bahwa proses pembelajaran dari rumah ini tidak mudah tidak hanya bagi orang tua, tapi juga bagi anak.
“Banyak orang tua mengeluh, tetapi banyak yang lupa bahwa problem ini juga dirasakan oleh anak yang sedang membangun struktur kehidupan. Selama ini, struktur mereka adalah bangun pagi, sarapan, pergi ke sekolah, dan bertemu-temannya,” kata Alissa dalam serial podcast “Perempuan Lawan Pandemi” dengan tema “Sekolah dari Rumah: Kesempatan Memperkuat Nilai-Nilai Keluarga”, yang merupakan kerja sama antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Magdalene.
Dia menambahkan, anak-anak kehilangan struktur karena orang tuanya tidak mempersiapkan struktur baru dalam kesehariannya. Hal inilah yang berdampak secara psikologis karena mereka harus beradaptasi dengan hal baru, ujarnya. Menurut Alissa, solusinya adalah bagaimana orang tua harus memikirkan struktur kehidupan anak-anaknya, misalnya, menentukan kapan mereka perlu bangun pagi dan mandi.
Alissa menceritakan bagaimana salah satu anaknya sendiri sempat kesulitan beradaptasi, dan suka menunda karena sekarang dia bertumpu pada dirinya sendiri.
“Sementara dia terbiasa mengerjakan tugas di sekolah bersama teman-temannya. Sekarang yang terjadi adalah menunda-nunda karena merasa waktunya cukup banyak,” katanya.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Mulai 2021, Apa yang Harus Diperhatikan?
Menurutnya, orang tua perlu berbicara dari hati ke hati dengan anak-anak tentang bagaimana menjalani kehidupan baru ini, apa maknanya, mengapa semuanya berubah, dan apakah yang perlu disiapkan sebagai individu.
Transisi dari sekolah tatap muka ke sekolah di rumah melipatgandakan beban orang tua karena mereka diharuskan menjadi guru pendamping. Alissa mengakui bahwa banyak guru tak siap dengan pembelajaran online. Selain itu, sekolah belum memiliki kapasitas yang cukup untuk mendesain pembelajaran daring yang menarik.
“Kalau sistem pendidikan nasional kita lincah dan adaptif, kita tetap bisa memanfaatkan situasi saat ini untuk perkembangan pendidikan. Tapi kalau pengelola sekolahnya stagnan dalam mengelola situasi saat ini, maka mereka akan terperangkap dalam kurikulum yang ada,” ujarnya.
Untuk itu, Alissa menyarankan agar sekolah tidak memaksakan pembelajaran dengan terbebani target kurikulum.
Tips untuk orang tua
Kata Alissa, sekolah dari rumah membutuhkan konsentrasi lebih tinggi sehingga orang tua perlu berusaha ekstra agar mood anak dapat terjaga sepanjang pelajaran berlangsung. Hal ini juga tak lepas dari peran guru yang perlu lebih awas terkait waktu.
Dalam pembelajaran daring, anak hanya benar-benar bisa berkonsentrasi maksimal 30 menit. Alissa menyarankan agar guru menggunakan metode microlearning (membagi-bagi modul pembelajaran).
“Misalnya, satu jam pembelajaran yang terdiri dari 40 menit disegmentasi menjadi (masing-masing) 10-15 menit dan kemudian berhenti. Berhentinya itu dipakai untuk aktivitas (lainnya),” ujarnya.
Baca juga: Masa ‘School from Home’ Ajarkan Prestasi Akademis Bukan Segalanya
Rentang konsentrasi anak berbeda-beda. Semakin muda usia anak maka semakin pendek rentang waktu untuk berkonsentrasi mengikuti pembelajaran di gawai. Alissa menyarankan, alih-alih memikirkan materi pembelajaran, orang tua sebaiknya membantu anaknya agar tetap memiliki level energi yang memadai untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu, karena para guru belum tentu memahami masalah konsentrasi belajar anak, orang tua juga perlu membicarakan hal ini kepada mereka.
Terlepas dari kesulitan pembelajaran daring, Alissa mengakui bahwa ada manfaat yang didapat orang tua dari sekolah online.
“Pertama, orang tua akan benar-benar mengenal anaknya secara utuh. Kedua, mereka dapat mengenali gaya belajar anaknya sehingga dapat bisa memberikan dukungan lebih besar. Ketiga, dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan anaknya,” katanya.
Dia menambahkan, melalui pembelajaran online, orang tua memiliki kesempatan mengasah pembentukan karakter anak, memperkuat nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada mereka, dan yang paling penting, dapat menjadi orang tua yang lebih baik.
Comments