Women Lead Pendidikan Seks
May 30, 2022

Sukses Solo, Setelah Keluar dari Boy Band: Betulkah Harry Styles Anomali?

Setelah memutuskan hengkang dari One Direction, karier solonya terus meroket, Album barunya, 'Harry’s House', menunjukkan evolusi lain dalam karier musik Styles.

by Liz Giuffre
Culture
Share:

Tahu Harry Styles? Kecuali kami generasi lampau, atau tinggal di bawah batu, rasanya tak mungkin tak tahu, ya. Dia merupakan fenomena luar biasa di industri musik populer.

Bagaimana mantan anggota boy band terkenal, bisa menjadi musisi besar yang menang berbagai penghargaan musik, dan apakah dia pantas mendapatkan semua pujian ini?

Hype Harry Styles dimulai pada tahun 2010 saat Harry memulai kariernya sebagai anggota grup boyband One Direction. Paul McCartney jelas mengakui band tersebut sebagaimana mereka sebagai penerus The Beatles.

Meski vacuum sejak 2016, One Direction masih memecahkan rekor. Video musik mereka yang dirilis tahun 2015, Drag Me Down baru-baru ini ditonton lebih dari satu miliar di YouTube – tujuh tahun setelah dirilis.

Sejak bersolo karier, Harry telah memukau penonton sebagai salah satu ikon fesyen dan seniman. Dia baru saja merilis album solo ketiganya, Harry’s House.

Single terbaru Harry, As It Was, memecahkan rekor dunia sebagai video yang paling banyak ditonton setiap harinya di berbagai platform. Di minggu pertama, single tersebut sudah diputar 43,8 juta.

Sebagai artis solo, ia telah memenangkan banyak penghargaan internasional bergengsi, termasuk Grammy, Brits, dan ARIA. Albumnya tahun 2019, Fine Line, yang bisa bertengger di nomor satu tangga lagu Billboard dan merupakan album terbarunya yang masuk ke daftar 500 Album Terbesar Sepanjang Masa Rolling Stone.

Sementara Styles memiliki kelompok penggemar wanita muda sejak dirinya menjadi anggota One Direction, jumlah penggemarnya saat ini jauh lebih besar, yang sama-sama menyukai musiknya.

Baca juga: Dear Cowok, Setop Budaya Julid pada Fangirl!

Substansi Serta Gaya

Banyak orang menganggap gaya Harry mirip dengan musisi ikonik David Bowie dalam konteks gender dan fluiditas genre. NPR menggambarkannya sebagai artis yang “berpakaian dengan nuansa warisan musik rock”. GQ mengakuinya sebagai “salah satu pria berpakaian terbaik di dunia” dengan “pilihan elegan dan berani”.

Pada tahun 1970, Bowie muncul di sampul albumnya yang berjudul The Man Who Sold the World in a “man dress” (pakaian pria yang berbentuk gaun panjang). Pada tahun 2020, Styles mengenakan gaun renda Gucci yang dibuat khusus untuk sampul Vogue.

Publik telah menyoroti kehidupan pribadi Harry Stles dengan sangat ketat. Harry berulang kali ditanya tentang orientasi seksualnya. Dalam tanggapannya, dia bilang pertanyaan-pertanyaan ini “ketinggalan zaman”.

Responsnya tersebut menunjukkan gaya kepemimpinan yang kuat untuk anak muda. Dia pada dasarnya mengatakan siapapun tidak perlu menjelaskan siapa yang mereka cintai.

Musik menjadi sesuatu sangat kuat ketika pernyataan artis diikuti dengan aksi. Harry menunjukkan ini secara terang-terangan dalam lagu Treat People With Kindness, yang dia bawakan dengan membawa bendera lambang LGBTQA+. Ini adalah tindakan yang jelas yang memberi tahu penggemar, bahwa Harry Styles mendukung mereka.

Tentu saja, Styles memiliki privilese dalam hal uang, ras, dan jenis kelamin–dan ini berarti dia punya risiko lebih kecil ketika membuat karya seni dibanding jika dilakukan orang lain.

Seperti Billy Porter mengingatkan kita, kelompok minoritas LGBTQA+ telah mengangkat isu representasi selama beberapa dekade, yang mereka anggap penting.

Baca juga: Sejarah ‘Makeup’: Lelaki Juga Pakai Gincu dan Bedak

Tindakan Pribadi dan Komunal

Selain kemampuannya menulis lagu yang bagus, yang dia lakukan dengan beberapa artis lainnya, Harry juga mengambil pengaruh dari berbagai kelompok.

Artis ikonik Stevie Nicks merujuk Harry Styles sebagai “anak yang tidak pernah saya miliki”. Sebagai gantinya, Styles berkata lagu Nicks “membuat kamu sakit, merasa di atas dunia, membuat kamu ingin menari, dan biasanya merasakan ketiga hal ini sekaligus”.

Di Coachella pada April 2022, ia mengundang Shania Twain untuk tampil bersamanya. Dia memperkenalkan Shania, sambil mengatakan bahwa: “Ketika saya masih kecil dan di di dalam mobil bersama ibu saya, perempuan ini (Shania) mengajari saya bernyanyi”.

Minggu berikutnya dia mengundang Lizzo di atas panggung, dan bersama-sama mereka menampilkan I Will Survive, sebagai apresiasi mereka atas kecintaan mereka terhadap musik tahun 1970-an.

Kolaborasinya dengan seniman lain – terutama seniman dengan perspektif yang berbeda – menunjukkan Styles terbuka untuk menjelajahi wilayah yang berbeda.

Hal ini menunjukkan musik pop tidak harus memiliki satu “suara” dari waktu ke waktu, ia berubah dengan mode, teknologi, dan budaya. Menjadi tetap relevan berarti mampu merangkul berbagai hal.

Baca juga: Siapkah Indonesia Usung ‘Genderless Fashion’?

Harry’s House

Album barunya, Harry’s House, menunjukkan evolusi lain dalam karier musik Styles.

Album tersebut menyajikan latar belakang musik pop tahun 70-an dan juga berbagai era musik dansa. Liriknya ditulis mulai dari yang implisit – “Saya membawa pop, kamu membawa bioskop” – hingga eksplisit – “jika kamu membuat diri kamu basah untuk saya, saya kira kamu semua milik saya”. Semuanya mendapat pujian dari kritikus musik.

Musik pop penting karena berhasil menyatukan orang. Harry Styles, dan musiknya melakukan ini dalam skala massal. Apakah gayanya adalah selera kamu atau bukan, yang pastinya nilainya tidak hanya ditunjukkan dalam nilai penjualan album yang jumlahnya jutaan, tetapi juga kemampuannya dalam membangun koneksi dengan para penggemarnya.

Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.The Conversation

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Ilustrasi oleh Karina Tungari

Liz Giuffre adalah Pengajar Senior di departemen Komunikasi di University of Technology Sydney.