Bisa jadi anak muda zaman now tak pernah berpikir soal masa pensiun. Jangankan memikirkan masa-masa pensiun, perhatian kita tersedot pada biaya hidup perkotaan yang makin tinggi, harga rumah yang meroket, dan sejenisnya.
Meski demikian, belakangan ini banyak anak muda yang mulai berpikir untuk pensiun di usia dini. Banyak dari mereka ingin memiliki kehidupan yang lebih berkualitas di masa depan dan memiliki kemandirian finansial setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Demi mewujudkan hal ini, mereka terkadang harus mengorbankan kesejahteraan mereka di masa muda. Mereka bekerja keras dan berhemat secara ekstrem, sehingga tidak bisa bebas ‘menikmati hidup’.
Saya melakukan penelitian dengan mewawancarai lebih dari 200 responden dan mensurvei ratusan lainnya untuk memahami cara mereka menyeimbangkan pengelolaan waktu dan uang. Penelitian saya berfokus pada orang-orang yang mengalami transisi besar dalam kehidupan: orang-orang yang baru pensiun, baru menjadi orang tua, dan mereka yang sedang mempersiapkan momen-momen tersebut.
Kita kerap mengira, para pensiunan memiliki banyak waktu luang, tetapi kenyataan yang saya temukan berbeda. Mereka justru sering terdesak waktu.
Lebih dari seperempat responden dalam riset saya mengungkapkan, mereka merasa miskin waktu. Mereka merasa tidak punya cukup sisa waktu dalam sehari untuk mengerjakan semua hal yang menurut mereka perlu dilakukan.
Fenomena ini juga terlepas dari jumlah uang yang mereka miliki. Para pensiunan, kaya maupun miskin, merasa kurang memiliki waktu ketika usia mereka sudah lebih tua.
Tidak ada kata terlambat (atau terlalu dini) untuk mulai memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang bisa kita dipetik dari para pensiunan dalam riset saya.
Baca juga: Merdeka dari ‘Insecurity’ lewat ‘Self-Love’, Mungkinkah?
1. Jangan Kejar Uang, Biarkan Uang Mengejarmu
Salah satu penyesalan terbesar di antara responden penelitian saya yang termasuk kategori kurang mampu secara finansial, adalah ketidakmampuan mereka untuk meraih pendidikan yang mereka inginkan saat usia muda.
Beberapa dari mereka berhenti kuliah untuk membantu menghidupi keluarga mereka, atau karena tidak mampu membiayainya. Mereka kemudian menyesal telah berhenti menempuh pendidikan karena ternyata sangat dibutuhkan untuk bersaing di dunia kerja.
Untuk menghasilkan uang yang cukup, pilih sesuatu dan tekuni pilihan tersebut: Melanjutkan kuliah ataupun menguasai keahlian teknis, jadilah ahli dalam suatu hal.
Dengan ini, uang akan datang dengan sendirinya.
2. Perhatikan Perasaanmu, Bukan Penampilanmu
Ketika masa muda perlahan menghilang, yang tersisa hanyalah apa yang kita rasakan.
Di masa pensiun, apakah kamu mau menanggung sakit akibat bekerja terlalu keras dan tanpa henti ketika muda? Responden yang saya wawancarai mengatakan, ketika kita memprioritaskan uang di atas kesehatan – baik karena kebutuhan maupun pilihan – kita akan kehilangan waktu berharga di masa tua nanti.
Beberapa responden yang baru saja memasuki masa pensiun tengah menjalani sejumlah upaya penyembuhan, dan kegiatan tersebut sangat menghabiskan uang dan menyita waktu, misalnya karena harus bertemu dengan dokter.
Perempuan biasanya dua kali lipat lebih terdampak daripada laki-laki. Ini karena mereka juga dituntut oleh tekanan sosial agar terlihat lebih muda dari usia mereka sebenarnya.
Lebih baik fokus untuk menjaga kesehatan di masa muda daripada menghabiskan waktu dan uang ekstra untuk perawatan kesehatan di kemudian hari. Terkadang, kita perlu memprioritaskan kesejahteraan diri kita sendiri di atas tuntutan atasan kita di tempat kerja, contohnya dengan mengambil cuti guna menjaga kesehatan fisik dan mental.
Meski tak semua orang bisa melakukannya, gerakan-gerakan seperti quiet quitting kini juga semakin populer dan mendorong masyarakat untuk membicarakan topik penting ini.
3. Buat Waktumu Lebih Bermakna dengan Menghabiskannya bersama Orang Lain
Kita dapat “menghemat” waktu dengan cara membayar atau mengotomasi pekerjaan yang tidak ingin kita lakukan. Mengonsumsi barang pun punya biaya waktu, mengingat berbelanja dan belajar menggunakan barang baru juga menghabiskan waktu.
Ketimbang hal-hal di atas, responden pensiunan saya membuat saya sadar, kita dapat memanfaatkan lebih banyak waktu dengan berkualitas jika kita menghabiskannya dengan orang lain.
Para ilmuwan sosial menyebut waktu sebagai “network good”. Maksudnya, seberapa besar kita menghargai waktu bergantung pada jumlah orang yang bisa kita ajak untuk menghabiskan waktu bersama.
Semua responden saya yang berusia pensiunan menekankan perlunya membangun hubungan yang kuat dan sehat dengan orang lain ketika kita masih muda. Hal ini penting agar kita memiliki ‘teman seperjuangan’ saat kita sudah tua.
Menghabiskan waktu bersama orang lain juga membuat kita memiliki kebahagiaan dan kesejahteraan emosional yang lebih baik.
Baca juga: ‘Me Time’ Bukan Mitos Bagi Orang Tua Baru, Ini Perlu Dilakukan Rutin
4. Temukan Minatmu Sejak Dini
Hampir semua responden pensiunan mengakui mereka menghabiskan banyak waktu untuk merencanakan keuangan untuk masa pensiun, lalu menyesal karena tidak mengembangkan hobi dan minat mereka sebagai bagian dari rencana hidup di masa tua.
Hal ini paling berdampak bagi para responden pensiunan yang kaya. Saat pensiun, misalnya, status sosial mereka akan cenderung memudar dan hubungan dengan rekan kerja juga menghilang.
Memulai hobi dan minat baru di masa pensiun – sebagai suatu kebutuhan – tentu bisa terasa seperti pekerjaan berat. Mengejar minat memang penting untuk kesejahteraan, tetapi seharusnya dilakukan sebelum pensiun, di usia ketika kita masih bisa melakukannya murni sebagai aktivitas hiburan.
5. Waktu adalah Kasih Sayang
Berulang kali para responden saya mengingatkan bahwa meluangkan waktu kita untuk orang lain adalah bentuk kebaikan terbesar yang dapat kita lakukan. Ini karena sekali kita memberikan waktu kita untuk orang lain, kita tidak akan pernah mendapatkannya kembali.
Akan tetapi, tetap ada yang harus kita pertimbangkan ketika meluangkan waktu untuk teman, atasan, kenalan, atau berurusan dengan media sosial.
Berkat responden saya, sekarang saya mulai lebih sering bertanya pada diri sendiri: Apakah perusahaan betul-betul menyayangi saya? Biasanya, jawabannya adalah tidak. Maka, saya tahu bahwa mereka tidak pantas mendapatkan waktu saya.
Pada saat yang sama, ketika seorang teman, mentor terpercaya, guru, atau orang asing meluangkan waktu berharga mereka kepada saya, rasanya segala bentuk apresiasi atau balas jasa yang saya lakukan tidak akan pernah cukup untuk membalas mereka.
Para responden pensiunan saya menekankan pentingnya bersyukur atas waktu yang bisa kita bagikan dengan dengan orang lain. Ketika kesibukan sehari-hari membuat kita lelah, ingatlah waktu adalah kasih sayang.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments