Meski pandemi masih berlangsung, Women’s March Jakarta 2021 atau yang keempat tetap berlangsung, kali ini secara virtual melalui kanal YouTube Jakarta Feminist pada Sabtu (24/4).
“Kita menghindari ancaman tuntutan hukum karena dianggap mengumpulkan massa, selain itu belakangan ada aksi terorisme yang mengkhawatirkan juga,” ujar Trinzi Mulamawitri, juru bicara Women’s March Jakarta 2021 kepada Magdalene (19/4).
Poster-poster dengan aneka tuntutan yang menjadi ciri khas Women’s March Jakarta tetap akan muncul, ujar Trinzi. Pihaknya meminta masyarakat Indonesia yang ingin ikut bergabung bersama gerakan ini untuk berfoto bersama poster, yang tidak menunjuk instansi atau sosok secara langsung, di rumah maupun ruang publik mengikuti protokol kesehatan. Foto tersebut dapat diunggah ke media sosial sebelum hari puncak aksi menggunakan tagar #PuanDanKawanMelawan sebagai tagar resmi Women’s March Jakarta 2021 dan menandai akun @womensmarchjkt.
Baca juga: Aksi Women’s March Bandung Suarakan Ketidakadilan Berbasis Gender
Women’s March Jakarta 2021 Soroti Kerentanan Perempuan di Tengah Pandemi
Women’s March Jakarta pada tahun ini menggarisbawahi bagaimana perempuan dan kelompok minoritas lain semakin rentan di masa pandemi. Kolektif ini juga menyoroti kerentanan komunitas transgender terhadap COVID-19 karena mayoritas memiliki pekerjaan informal, kurangnya perhatian pada situasi bencana selama pandemi yang disebabkan penggundulan hutan, perempuan di industri film mengalami pelecehan, kesulitan perempuan kepala keluarga memulai usaha karena tidak tersedianya ruang sekolah dan wisata, hingga aktivisme BTS ARMY Indonesia menghadapi kekerasan berbasis online untuk penggemar.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) mencatat adanya peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 50 persen, dari 798 pengaduan pada 2019 mencapai 1.178 pada 2020.
Siti Husna dari Divisi Pelayanan Hukum LBH Apik mengatakan pemerintah belum memiliki mekanisme jelas untuk mendampingi korban kekerasan. Mekanisme daring yang diterapkan pihak aparat kepolisian juga membuat lembaga bantuan hukum mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti kasus, ujarnya.
“Kami juga berharap pemerintah turut memprioritaskan pendampingan korban kekerasan untuk mendapatkan akses vaksin COVID-19 sehingga bisa memberikan layanan yang optimal,” ujarnya dalam Konferensi Pers Women’s March Jakarta, (19/4).
Sementara itu, Sandra Suryadana, pendiri Dokter Tanpa Stigma, sebuah organisasi pekerja medis yang melawan stigma dan kekerasan di dunia kesehatan, mengatakan selama pandemi terdapat kesulitan mengakses layanan kesehatan reproduksi dan kesehatan mental karena banyak fasilitas yang mengategorikan layanan tersebut sebagai tidak terlalu penting.
“Ada penurunan 50 persen pada pelayanan kesehatan reproduksi, berakibat adanya kenaikan angka kelahiran 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Angka ini juga terjadi karena adanya peningkatan pernikahan anak selama pandemi,” kata Sandra.
Trinzi juga menggarisbawahi pembatasan mobilitas masyarakat karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengancam perempuan dan kelompok rentan lainnya mengalami kekerasan di ranah privat yang semakin meningkat.
“Untuk pendidikan jarak jauh tidak semua orang punya akses internet, bahkan ada siswa yang mengalami pelecehan seksual ketika mencari sinyal. Selain itu, adanya ancaman UU ITE untuk aktivis yang membentuk aktivitas politik virtual,” ujarnya.
Baca juga: IWD 2020: Sulitnya Wujudkan Interseksionalitas dalam Gerakan Progresif
Tuntutan Women’s March Jakarta 2021
Untuk tahun keempat ini, Women’s March Jakarta 2021 memunculkan tuntutan-tuntutan sebagai berikut kepada pemerintah:
- Mendesak pengesahan hukum dan kebijakan mengenai kekerasan berbasis gender;
- Mencabut kebijakan yang merusak lingkungan serta mendorong pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan inklusif melindungi masyarakat adat;
- Mendesak pemerataan akses pendidikan dan perlindungan pada pelajar;
- Mendesak pengesahan undang-undang yang berpihak pada masyarakat, perempuan, kelompok minoritas, dan rentan lainnya;
- Mendorong sistem kesehatan inklusif, bebas stigma, dan diskriminasi;
- Mendesak kesetaraan di bidang ketenagakerjaan dan perburuhan;
- Solidaritas global mendukung demokrasi, menolak otoritarianisme, militerisme, tindak kekerasan, rasisme, dan diskriminasi lainnya di berbagai sektor.
“(Tuntutan ketujuh) solidaritas dengan teman lain yang sedang mengalami penindasan, seperti kudeta militer yang terjadi di Myanmar,” ujar Trinzi.
Baca juga: Feminisme Interseksional Setelah Perjuangan Kemerdekaan
“Harapannya, meskipun aksi Women’s March Jakarta tahun ini berpusat pada aksi virtual, tuntutan tetap didengar publik, terutama pemangku kepentingan. Kami mendesak semua pihak untuk melakukan mitigasi dampak COVID-19 dengan Perspektif gender dan inklusi sosial untuk keadilan,” ia menambahkan.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments